“Sayang, kamu sudah sadar?” Rex Milan memanggil haru nama istrinya, Venus yang terbaring lemah. Venus baru sedikit mengerjapkan mata dan dokter langsung menghampiri. Rex Milan diminta keluar dari ruang ICU sampai dokter selesai memeriksa.
Rex Milan makin frustrasi. Ia menyugar rambutnya gusar berkali-kali. Menunggu dalam ketidakpastian adalah hal yang paling melelahkan batin. Bahkan sampai dini hari, Rex Milan tak mendapatkan kejelasan soal istrinya.
Dokter yang keluar lalu menemui Rex Milan yang buru-buru menghampiri. Ia harus tahu bagaimana keadaan istrinya.
“Bagaimana istriku, Dokter?”
“Kepalanya mengalami benturan hebat. Dia sudah mengalami beberapa kali kejang dan kondisinya belum sepenuhnya pulih dari koma. Sebaiknya kita berdoa yang terbaik, aku berharap Anda bisa bersabar.”
Rex Milan menarik napas panjang dan mengangguk. Ia masih sabar menunggu Venus yang masih berada di ruang ICU khusus dengan kunjungan sangat terbatas.
“Baik, Dokter. Terima kasih.” Rex Milan menarik napas. Ia hanya bisa menunggu diizinkan masuk ke dalam untuk melihat Venus kembali.
Selama sedang menunggui Venus dan belum diizinkan masuk, Rex Milan terus berpikir tentang apa yang terjadi sebenarnya. Bagaimana Venus bisa kecelakaan lalu mengalami koma sementara istrinya itu adalah seorang pengemudi yang handal?
“Apa ada yang sengaja mencelakai Venus,” gumam Rex Milan melepaskan napas berat dan menundukkan kepalanya. Ia memejamkan mata dan tidak bisa memungkiri perasaan janggal pada kecelakaan tersebut.
Rasanya Rex Milan berdenyut pusing. Padahal tadi pagi, Venus dan dirinya masih sarapan bersama. Keduanya berjanji akan makan malam di rumah seperti biasanya setelah selesai beraktivitas. Nyatanya, Venus malah mengalami kecelakaan mobil dan kini koma.
Rex Milan tidak bisa membiarkan kejanggalan itu terjadi. Jika Venus lepas dari tangannya, maka semuanya akan hancur. Ia pun menghubungi koleganya─Sebastian Arson─ yang selama ini membantunya.
“Bagaimana? Apa kamu menemukan sesuatu?” tanya Rex Milan langsung bertanya tanpa basa-basi.
“Sejauh ini tidak ada janggal. Jika memang kecelakaan ini disengaja, maka ini sangat rapi, Rex. Bagaimanapun aku yakin, ini adalah perbuatan sengaja seseorang,” jawab Sebastian di seberang telepon. Rex mengeraskan rahangnya menahan emosi.
“Jadi menurutmu ini adalah percobaan pembunuhan? Siapa yang berani melakukannya.”
“Musuh? Saingan bisnis? Bisa siapa saja. Tapi kurasa kita harus mulai mencari kemungkinan jika memang ada yang ingin mencelakakan Venus. Kira-kira siapa yang bisa kita curigai? Apa kamu punya musuh akhir-akhir ini?” Rex memejamkan mata dan menarik napas dalam.
“Tidak, pekerjaanku baik-baik saja. Semuanya berjalan seperti biasa. Apa kamera dashboard merekam sesuatu?” sahut Rex Milan masih mencecar pertanyaan.
“Tidak. Tidak ada.” Jawab seseorang di seberang panggilan, Rex Milan menarik napas lebih panjang.
“Hubungi aku lagi jika ada perkembangan apa pun,” ujar Sebastian sebelum menutup sambungan panggilan.
“Tentu saja.”
Sementara di ruangannya, Venus sudah lebih sadar dan mulai mengerjap-ngerjapkan matanya.
“Nyonya Venus, apa kamu bisa melihatku?” tanya dokter yang menatap Venus. Venus perlahan mengerjap-ngerjap lalu mengangguk samar. Dokter itu tersenyum. Respons Venus sangat baik. Setelah makan siang, Rex Milan kembali dan begitu bahagia saat menemukan Venus telah sadar.
Setelah dua jam, Rex Milan kembali diizinkan masuk oleh dokter. Dokter ingin Rex Milan mendengar sendiri pengakuan mengejutkan dari Venus.
“Aku tidak mengenal dia.”
Rex Milan mengernyit perlahan dan terpaku. Ia seperti sedang meraba-raba apa yang sedang terjadi.
“Venus?”
“Kamu siapa?” tanya Venus tapi dengan nada bicara yang tak nyaman. Saat Rex Milan mendekat, Venus memindahkan tangannya agar tak disentuh lagi olehnya. Rex Milan menggelengkan kepalanya. Ia masih berusaha tersenyum agar Venus tak takut. Sayangnya. Venus makin defensif.
“Tuan Wilson, sebaiknya kita bicara di luar sebentar.” Dokter itu mengajak Rex Milan keluar untuk menjelaskan tentang keadaan Venus saat ini.
“Sepertinya Nyonya Venus mengalami amnesia. Aku masih harus melakukan pemeriksaan pada luka di kepalanya. Untuk saat ini, sebaiknya Anda tidak memaksakan agar ia mengingat semuanya,” imbuhnya lagi dengan nada rendah tanda memohon. Rex Milan tak menjawab dan terpaksa mengangguk. Penantiannya yang lama harus dibayar dengan kekecewaan. Istrinya tidak bisa mengingatnya sama sekali.
Keesokan harinya, seseorang mengunjungi Venus di kamarnya. Venus sedang tidur dan Rex Milan tak berada di kamar itu. Rex Milan sedang keluar sesaat untuk mengurus pekerjaan yang terbengkalai selama ia berjaga di rumah sakit.
Pria itu melihat ke segala arah lalu menoleh pada sebuah kamera pengawas tengah menyorotnya. Ia mendekat lalu membelai rambut Venus dengan lembut. Venus masih terlihat sangat cantik meski sedang tak sadarkan diri.
“Bangunlah, Sayang,” ucap pria itu dengan lembut. Sentuhannya membuat Venus membuka matanya. Ia cukup kaget melihat pria asing lain di depannya.
“Siapa kamu?”
Pria itu diam membeku memandang Venus. Venus tengah memandanginya dengan raut kebingungan. Pria itu masih diam memandang dan rasanya tak ingin berkedip.
“Venus? Dewiku?” pria itu menyebut nama Venus dan makin mendekat. Venus masih diam dan sedikit memiringkan kepalanya. Ia berusaha mengingat-ingat siapa pria yang sedang mendekatinya. Pria tersebut dudu di pinggir ranjang Venus dan makin dekat dengannya.
“Kamu ....”
“Ini aku, Sayang. Dion. Aku adalah suamimu!” ucap pria tersebut dengan senyuman yang meyakinkan. Venus tertegun dan melihat dari atas sampai separuh badan pria bernama Dion tersebut. Melihat Venus yang sepertinya bingung, Dion kembali tersenyum lalu membelai pipinya.
“Aku sangat merindukanmu, rasanya ingin mati saat kamu seperti ini,” ucap Dion dengan lembut. Dion sudah mengawasi Rex Milan selama berbulan-bulan. Ketika ia mengetahui jika Venus sedang mengalami amnesia akibat kecelakaan yang dialaminya, Dion langsung bergerak.
“Benarkah kamu suamiku?” jawab Venus masih sangat ragu. Dion mengambil sebelah tangan Venus dan mengenggamnya. Matanya tak lekang sama sekali dari Venus.
“Tentu saja. Hanya aku yang mencintaimu. Kita seharusnya masih bersama tapi kamu malah mengalami kecelakaan. Apa kamu tidak mengingatnya, Sayang?” Venus menggeleng pelan.
“Entahlah, aku bingung. Aku ingin pulang.” Venus menunduk dan rasanya ingin menangis. Dion tersenyum dan mengulurkan lengannya untuk memeluk Venus. Venus tak menolak dan ikut memeluk Dion. Dion sedikit menoleh ke pintu. Jika ia tidak keluar sekarang, seseorang akan datang dan memergokinya.
“Jangan bingung. Aku akan membawamu keluar dari sini, bagaimana?” Dion menawarkan bantuannya pada Venus yang gamang dan kebingungan. Venus hanya mengangguk saja dan Diom pun melepaskannya. Dion bahkan berani mengecup kening Venus seolah ia adalah kekasih yang sesungguhnya.
Setelah Dion pergi, Venus kembali beristirahat. Ia masih membuka matanya dan mencoba mengingat. Namun sosok Dion belum dapat diingatnya.
Keesokan harinya, Rex Milan datang berkunjung seperti biasanya. Hari ini ia membawa buket bunga mawar merah kesukaan Venus. Mungkin dengan begitu, Venus akan mengingat dirinya.
“Selamat pagi, Sa—” Rex Milan terperangah kebingungan. Venus tidak ada di ruang perawatannya.
“Bukankah ini Hotel? Kenapa kita kemari?” tanya Venus dengan polosnya.“Kita akan tinggal di sini sementara waktu.” Dion turun lalu membuka pintu untuk Venus. Ia melarang doorman untuk membuka pintu bagi Venus karena semakin sedikit interaksi orang luar dengan Venus, semakin baik.“Biar aku bantu… Kita akan menginap di sini sementara waktu. Aku ingin kamu mendapatkan suasana tenang agar bisa pulih lebih cepat,” jawab Dion memapah Venus yang mengangguk percaya.Venus pun dibawa ke dalam oleh Dion melintasi lobi. Dion sudah merencanakan dengan baik termasuk menyewa kamar hotel untuk menyembunyikan Venus. Dengan sikap yang perhatian, Dion terus merangkul Venus dan membawanya ke salah satu kamar. Venus menurut dan masuk ke kamar tersebut.Lalu tiba-tiba seseorang menghubungin Dion dengan mengatakan bahwa Rex Milan sudah mengetahui pria yang membawa Venus, istrinya,“Sialan kau Rex!” Gumam Dion setelah mendapatkan kabar dari seseorang diseberang panggilan serta langsung memutuskan sambunga
“Venus,apa kamu di dalam?” Rex Milan menggedor pintu dan mendorong pintu yang terkuncirapat.Saatmenemukan kamar yang dimaksud, Rex Milan bergegas menggedor. Sambil mengaturnapasnya, ia terus berdoa dalam hati agar istrinya baik-baik saja.Didalam, Dion dan Venus yang tersentak kaget dan spontan menoleh ke arah pintu.“Siapaitu?” tanya Venus lembut berbisik pada Dion. Dion mendengkus kesal laluberdiri. Ponselnya juga bergetar dan ia memeriksa pesan yang dikirimkan Andrew.Sekarang Dion mengetahui jika Rex Milan berhasil mengejarnya ke hotel.“Biaraku periksa, kamu tunggu di sini saja.” Dion menghalangi Venus yang akanberdiri akan mengecek orang yang datang ke kamar mereka. Venus menurut saja danmengawasi Dion yang berjalan ke arah pintu lalu mengintip lewat peephole.Matanya memicing geram saat melihat Rex Milan datang bersama Sebastian Arson.“Venus,buka pintunya! Aku tahu Venus ada di dalam, buka pintunya!” Rex Milan kembalimenggedor dan sedikit berteriak dari luar.“Seb
“Bagaimanakeadaan Venus sekarang?” tanya Arjoona datar pada Rex Milan. Rex Milantersenyum dan menjelaskan singkat sebelum masuk ke kamar Venus bersama-sama.“Diasudah mengingat beberapa hal. Itulah mengapa aku membawa kalian kemari.”Arjoona hanya tersenyum tipis dan mengangguk saja. Begitu pula dengan Claireyang menggandeng lengan Arjoona dan masuk lebih dulu saat Rex Milan membukapintu.“Apakita kembali nanti saja, Joona? Venus sepertinya sedang tidur,” bisik Clairelembut pada Arjoona yang menggeleng kecil.“Kitaharus pastikan kondisinya dulu,” balas Arjoona balik berbisik.Diruang perawatan yang dijaga ketat, Venus tampak berbaring menyampingmembelakangi Rex Milan dan anggota keluarganya.“Venus....” panggil Claire lembut. Claire memperbaiki pelan-pelan selimut Venus danhal itu membangunkannya. Ia membuka matanya lalu berbalik dan kaget saatmelihat banyak orang yang datang mengunjunginya.“Venus,kamu sudah bangun? Maaf ya kami jadi mengganggu istirahat kamu,” ujar Rex
“Siapakamu? Untuk apa kamu memeluk istriku?” hardik Rex Milan berdiri di depan Venusdan Dion. Venus jadi berubah kesal dan tidak terima. Ia mendorong Rex Milan agarmenjauh dan dirinya, Venus turun dari ranjang dan berdiri berkonfrontasidengannya.RexMilan seketika marah dan beringsut ke depan menarik pundak Dion yang sedangmemeluk Venus. Venus terkejut demikian pula Dion.“Jangansembarangan kamu. Dia adalah suamiku!” sahut Venus bersikeras. Rex Milanterperangah tak percaya. Sementara Dion masih tenang memasang raut dingin tanpasenyuman. Ketika Venus menoleh padanya, senyuman Dion langsung mengembangtulus.“Venus,kamu adalah istriku!” balas Rex Milan menahan geraman. Venus tampak marah danmenggeleng cepat.“Tidak,kau adalah pria jahat yang menyekapku. Kamu mencuci otak kedua orang tuaku agarmengakuimu sebagai suami.” Venus mulai memberikan asumsi yang diberikan Dionpadanya.“Apa?”Rex Milan menyahut dengan kening mengernyit. Keadaan Venus jadi makin parahdari hari ke ha
“Ahk, sialan!” umpat Rex Milan kala memegangi hidungnya yang berdarah. Wajahnya membentur air bag cukup keras membuatnya kesakitan dan pusing. Tim ER datang bersama ambulans begitu sigap menolong Rex Milan serta mengeluarkannya dari mobil.“Tenanglah, Tuan! Jangan terlalu banyak bergerak!” ucap salah satu petugas medis yang mengeluarkan Rex Milan yang terjepit di mobil mewahnya yang lumayan ringsek bagian depannya.Sebastian Arson yang baru tiba lantas berlari ke arah ambulans. Terlihat Rex Milan sedang dinaikkan ke brankar dan diberikan penyangga leher.“Kamu baik-baik saja? Mana Venus?” tanya Sebastian sedikit terengah. Mata Rex Milan melirik pada Sebastian dan tampak kesal.“Bantu aku dulu. Perempuan itu malah lolos!” erangnya kesal. Sebastian tidak mengangguk. Ia ikut dalam mobil ambulans memastikan Rex Milan baik-baik saja.Rex Milan dibawa ke rumah sakit terdekat dan mobilnya diderek agar tidak mengganggu lalu lintas. Sedangkan Sebastian masih bingung dan mondar-mandir atas apa
“Apa yang kamu ingat, Venus?” tanya Dion dengan kening mengernyit dan raut serius. Ia punya harapan yang besar jika Venus bisa mengingat masa lalu mereka. Kedua tangannya menyentuh pipi Venus agar mereka bisa saling menatap. Akan tetapi, Venus malah meneteskan air mata.“Aku ... mobilnya tidak bisa dikendalikan. Ahhk, kepalaku─” Venus makin terisak. Dion tak tega dan langsung mendekap Venus dengan lembut. Sebuah kecupan diberikan Dion di ujung garis rambut Venus agar ia tenang.“Tidak apa-apa. Jangan diingat semuanya sekaligus. Dengarkan aku.” Dion sedikit menjarakkan Venus untuk bicara padanya. Jemarinya menyeka lembut air mata Venus yang masih jatuh membasahi pipinya.“Aku akan merawatmu sampai kamu pulih seperti dulu. Kamu akan mengingat semua hal dan kenangan yang kita miliki. Pernikahan kita, rumah kita, kebahagiaan kita─aku akan mengembalikan semuanya. Apa kamu mau menjalaninya bersamaku?” Dion meminta dengan tutur lembut dan pandangan tulus penuh keharuan.Venus masih memiliki
Sebastian Arson datang ke rumah sakit yang penuh dengan wartawan. Ia sempat tertegun sesaat sebelum mencari jalan lain untuk masuk ke dalam. Sayup-sayup ia mendengar pembicaraan soal Rex Milan yang mengalami kecelakaan. Setelah menunggu sejenak, barulah Sebastian Arson mendapatkan kesempatan untuk menemui Rex Milan.“Mengapa banyak wartawan di luar? Apa kamu mengumumkan jika kamu sekarat?” tanya Sebastian separuh mencibir. Rex Milan kembali ke tempat tidurnya dan duduk. Ia melirik sinis lalu mendengus dan menaikkan ujung bibirnya.“Venus pasti akan menonton berita tentangku. Dia akan kembali.” Rex Milan menjawab dengan yakin. Penyangga lehernya dibuka dan Rex Milan terlihat baik-baik saja. Sebastian hanya menarik napas panjang lalu menyerahkan sebuah dokumen hasil temuannya.“Dion yang kamu cari kemungkinan adalah Dion Juliandra, mantan suami Venus Harristian,” ujar Sebastian menyebutkan tanpa basa-basi. Sontak Rex Milan menoleh pada Sebastian lalu keningnya mengernyit. Ekspresinya cu
Ciuman Venus mendarat dengan manis di pipi Dion. Perlahan Venus melepaskan perlahan sambil terus memandang Dion. Dion hanya diam tertegun menatap Venus tanpa ingin berkedip.“Terima kasih untuk makan malamnya,” ujar Venus pelan dan lembut. Dion masih diam menyimpan senyuman dan keinginannya untuk membalas ciuman itu.“Selamat malam, Dewiku.” Venus masih belum melepaskan pegangannya pada lengan Dion. Ia masih memandang Dion hingga beberapa saat sebelum Dion sedikit menjauh. Pandangan mereka masih bertaut sebelum Dion benar-benar keluar kamar.Venus duduk perlahan di ujung ranjang dengan senyuman terkulum. Sikap Dion yang begitu baik memperlakukannya, membuat Venus merasa bahagia. Hatinya hangat. Cara Dion memandangnya seperti seseorang yang sangat mengenalnya. Hanya saja seperti ada hal yang masih mengganjal tapi Venus tak tahu apa.“Aku harus segera mengingat masa laluku. Jika memang Dion adalah bagian dari masa laluku, dia pasti punya catatannya.” Venus bermonolog pelan. Namun malam