"Anakku. Anakku."Darryl tidak bisa berhenti bergumam sambil menatap kaca mobil. Dia memerhatikan penampilannya sebelum kemudian melirik ke arah rumah Elena. Hari ini, Darryl memutuskan untuk datang lagi. Dia ingin menyelesaikan kesalahpahaman sekaligus memastikan apakah Elena benar-benar hamil anaknya atau tidak. Dia juga berharap Elena mau bicara dengannya. Setelah mempersiapkan diri dan mental, Darryl akhirnya turun dari mobil. Dia berjalan gugup menuju pintu rumah. Tidak seperti waktu itu, keadaan rumah tampak sepi. Tidak ada Elena. Wanita itu sepertinya waspada dan takut dia datang lagi. Darryl merasa sedih. Elena sampai tidak mau melihatnya, tapi dia tidak bisa menyerah. Dia akan terus memperjuangkan wanita itu. Begitu berdiri di depan pintu rumah, Darryl langsung mengetuknya. Namun dia tidak bicara dan memilih diam. Saat tak ada jawaban, Darryl kembali mengetuk pintu. Dia berharap Elena ada di dalam dan mau membukanya. "Ya, siapa? Tunggu sebentar!"Mata Darryl melebar saat d
"K-kak Marcell!"Elena yang melihat kedatangan Marcell, terkejut bukan main dan segera melepaskan pelukan Darryl. Dia tidak mau sepupunya salah paham, tapi belum dia sempat mendekati Marcell, pria itu tiba-tiba berlari dan langsung memukuli Darryl. Elena menjerit kaget karena kejadian berlangsung sangat cepat. Apalagi saat Darryl jatuh begitu saja."AKH! KAK MARCELL BERHENTI!" jerit Elena yang mencoba menarik Marcell. Dia ingin memisahkan dua orang itu. Elena tidak mau rumahnya jadi arena perkelahian, apalagi Darryl tampak bernafsu untuk membalas pukulan Marcell. "Sialan, kau berani padaku?""Kau pikir aku takut! Aku akan membalas apa yang kau lakukan selama ini! Bajingan!" balas Marcell sambil berteriak. Matanya melotot. Dia menunjukkan kemarahan yang besar. "CUKUP! Hentikan! Jangan berkelahi di rumah!" teriak Elena yang masuk ke antara Marcell dan juga Darryl. Dia berusaha menengahi mereka. Menatap satu persatu dengan mata melotot. Elena tampak kesal. "Ini bukan arena perkelahian!
Marcell duduk sendirian di ruang tengah. Dia dari tadi diam sambil memikirkan tentang kedatangan Darryl. Rasa kesalnya semakin menjadi. Apalagi Elena belum keluar. Wanita itu mengunci dirinya dari tadi siang sampai jam makan malam sekarang. Entah apa yang dipikirkan Elena, tapi Marcell benar-benar tidak suka dengan sikap lunak sepupunya terhadap Darryl. Seandainya saja Marcell menyadari kalau mobil hitam yang mencurigakan dan yang dilihatnya beberapa hari lalu adalah orang suruhan Darryl, dia pasti bisa mengelabuinya. Sayangnya dia terlalu bodoh dan tidak menyadari itu. Gara-gara ayahnya. Darryl benar-benar sangat licik. Memanfaatkan kematian ayahnya untuk mengetahui lokasinya."Sialan!" umpat Marcell sambil mengusap kasar wajahnya dan mendesah. Dia berusaha mengenyahkan rasa kesalnya dan segera bangkit dari duduknya. Marcell melangkah mendekati kamar Elena dan bersiap mengetuknya. Dia ingin wanita itu segera keluar. Namun baru saja tangan Marcell terangkat dan hampir mengetuk pintu
Lima hari kemudian. "Ayah!"Suara teriakan anak kecil terdengar dari arah pintu. Mengalihkan perhatian Darryl yang sedang duduk di sofa. Dia melihat kedatangan putranya bersama dengan kedua mertuanya. Mereka kembali setelah jam makan malam. Darryl tersenyum lembut, dia sedikit terhibur dengan kehadiran putranya setelah tadi dia sedih karena Elena tidak mau ikut pulang. "Ezekiel, Ayah kira kamu masih mau menginap bersama Kakek dan Nenek.""Tidak, Yah, Iel mau nemenin Ayah saja. Iel sudah rindu sama Ayah." Ezekiel tersenyum sambil memeluk Darryl dan merangkak naik ke pangkuannya. Sudah lima hari sejak nenek dan kakeknya menjemputnya. Ezekiel pun memilih menginap dan bermain bersama mereka. Baru hari ini, dia akhirnya kembali ke rumah. Menemui sang ayah tercinta. Ezekiel terlihat begitu ceria. Tentu saja karena begitu banyak mainan yang dia bawa, tapi saat memerhatikan wajah sedih ayahnya, dia terdiam. Ezekiel menyadari ada beberapa lebam di wajah Darryl. Tangan mungilnya sontak meny
"Dah, Ayah! Hati-hati di jalan!"Darryl terdiam. Dia berkedip heran saat melihat senyum putranya dan lambaian tangannya. Darryl merasa ada yang salah di sini, kenapa dia diusir sedang Ezekiel dibiarkan untuk masuk bahkan diizinkan untuk menginap? Pandangannya kemudian beralih pada Elena yang berdiri di sebelah Ezekiel dan merangkul putranya. Senyum manis membingkai bibir wanita itu. "Elena, apa maksudmu ini? Aku ingin bicara denganmu.""Aku tidak mau. Pergilah dan kau bisa datang lagi besok jemput Ezekiel.""Apa? Tapi kenapa?""Kau bilang Ezekiel merindukanku. Jadi aku ingin menghabiskan waktu dengannya," jawab Elena sambil melirik bocah kecil yang tersenyum lebar dan memeluk kakinya. Lalu kembali beralih pada Darryl yang menganga. Pria itu terlihat tidak bisa berkata-kata. "I-ini, kau tidak bercanda 'kan? Bagaimana jika kau kembali padaku dan kita pulang ke rumah? Elena, aku mohon.""Ezekiel, kamu masuk ke dalam, nanti Tante nyusul."Darryl yang mendengar perkataan Elena, segera men
"Bawa saja keponakan saya! Dia yang akan menjadi jaminannya!" seru Martin dengan gila, sebelum empat orang pria berbadan besar menangkapnya. Dia yang berada di belakang keponakannya, memegangi bahu Elena dan tak memedulikan tatapan kaget keponakannya itu."Apa? Apa yang Om katakan?""Diam! Kamu diam saja! Nurut sama Om!" Martin mendesak, lalu mengalihkan perhatiannya pada empat orang di depannya. Dia mencengkeram dagu gadis itu serta menunjukkan wajah Elena. "Kalian bisa membawa Elena. Lihatlah! Dia cantik, Bos pasti suka! Saya janji akan melunasi semuanya nanti."Elena tersentak. Dia melotot kaget mendengar perkataan pamannya yang bicara seolah dia adalah barang. Bagaimana bisa pamannya bersikap seperti ini? Dia bahkan baru saja pulang kerja saat kegaduhan terjadi dan melihat pamannya dipukuli, gara-gara tidak mampu melunasi utang yang sudah menunggak hingga ratusan juta. Dia juga sedang bernegosiasi untuk mencari jalan keluar terbaik agar utang pamannya bisa dilunasi, tapi apa yang
"Siapa yang menyuruh kalian membawa gadis ini?""Maafkan kami, Bos, pria tua itu menjadikan keponakannya sebagai jaminan. Dia bilang, Anda bisa melakukan apa pun padanya dan dia harus membicarakan masalah utangnya dengan anaknya."Ugh.Suara percakapan samar-samar terdengar di telinga Elena yang kini dalam kondisi setengah sadar. Dia berusaha kuat membuka matanya, tapi sangat sulit. Rasa pusing di kepalanya juga sangat terasa. Tubuhnya lemah."Jaminan? Dia memberikan keponakannya?""Iya, kami rasa, tidak ada salahnya. Kalau dia kabur, kita bisa jual keponakannya dan kita bisa menangkapnya. Bos juga bisa bersenang-senang dengannya. Pria itu bilang dia masih perawan.""Perawan, huh? Kalian bertindak di luar perintah.""Maafkan kami, Bos. Jika Bos tidak mau, kami akan mengembalikannya dan menangkap pria itu.""Tidak, biarkan aku memeriksa. Apa gadis ini berguna atau tidak."Seorang pria dewasa sekaligus bos mereka, yang berumur sekitar tiga puluh delapan tahunan itu, tampak melirik ke ar
"Non, Nona, apa Anda sudah selesai?" tegur sebuah suara, pada Elena yang kini melamun.Emma, pelayan yang dari tadi membantunya menyiapkan keperluannya, termasuk membangunkan dia yang sempat tidur di kamar mandi, kini menatapnya khawatir. Membuat perhatian Elena pun langsung teralihkan. Dia tersadar dari lamunannya."Apa?""Jika Anda sudah selesai makan, saya akan merapikan kembali penampilan Anda. Tuan akan segera ke sini.""Tuan? Maksudmu, pria tua tadi? Ini sudah malam, apa yang akan dia lakukan? Lalu, Emma, bisakah aku mendapatkan pakaianku lagi? Ini terlalu terbuka!"Ada banyak sekali pertanyaan di kepala Elena saat ini. Dia tidak mengerti sama sekali kenapa Darryl akan ke kamarnya. Setelah membuatnya ketakutan, pria itu bahkan sulit dia temui. Sekarang, Darryl malah akan menemuinya dan dia memakai pakaian tipis begini.Elena tidak suka. Gaun tidur yang dia dikenakan juga hanya sebatas paha dan sangat menerawang, juga memperlihatkan tubuh bagian atasnya. Dia seperti wanita penghi