Di sebuah kelab malam mewah dan berkelas, terlihat seorang pria dewasa sedang asyik minum di sebuah meja. Dia adalah Darryl. Dia datang ke kelab malam seorang diri dan lebih memilih memerhatikan sekitar dengan saksama tanpa minat. Tidak juga ikut menari di lantai dansa. Dia merasa tak memiliki gairah selain menikmati apa yang ada di hadapannya dan melepas penat setelah seharian disibukkan pekerjaan. Sayangnya, saat Darryl sedang sibuk sendiri di mejanya sambil minum, dia melihat seorang wanita cantik memandangnya dari arah meja bartender. Kedipan mata genit terlihat. Dia berusaha mengabaikannya, tapi tak lama kemudian, wanita itu mendekati mejanya. "Permisi, Tuan, apa saya mengganggu?"Darryl melirik wanita itu melalui ujung matanya. Dia tahu wanita itu tersenyum padanya. "Tidak, ada apa?""Sepertinya Anda sendiri. Saya juga datang sendiri, bisakah kita mengobrol?"Darryl ingin mengusirnya, tapi dia juga tidak terlalu peduli. "Terserah."Wanita itu tersenyum dan duduk dengan anggun
Matahari perlahan masuk menyinari kamar Elena melalui gorden yang sedikit terbuka. Mengusik ketenangan wanita itu yang sedang berbaring di ranjang. Hingga dia semakin menyusupkan kepalanya dan memeluk erat gulingnya. Nyaman. Itulah yang Elena rasakan, sampai beberapa saat kemudian, dia mendengar suara desahan serta sentuhan lembut di pipi. "Sial, bangunlah!"Bisikan halus terdengar dan membuat Elena tersenyum dalam tidurnya, tapi dia terlalu mengantuk untuk sekadar membuka matanya. Justru Elena memeluk gulingnya dengan erat. Hingga sosok yang dipeluk menjadi kelabakan. "Sialan. Bangunlah! Jangan memelukku!" seru Darryl yang langsung mendorong tubuh Elena sambil meringis. Dia yang menjadi guling hidup wanita itu, merasa sangat terusik karena Elena terlalu dekat. Wajahnya sedikit memerah dan tubuhnya agak panas. Darryl merasa tergoda. Elena pasti sengaja melakukannya. Namun saat dia melirik wanita itu yang kini mengusap wajahnya, dia mendadak terdiam. Bibir Elena merengut dan matanya
"Iel mau maafin Ayah kalau kita pergi liburan!""Apa? Liburan?"Elena tersentak dan menatap Ezekiel yang kini meminta sesuatu yang tak terduga. Itu membuatnya terkejut. Begitu juga dengan Darryl. Dia bisa melihat pria itu terpaku di tempat. Dampak dari keributan tadi pagi akhirnya mencapai puncaknya saat siang hari. Elena menikmati tontonan gratis Darryl yang mengemis maaf pada Ezekiel di ruang tengah. Ini lebih seru dari pada drama yang ditontonnya di TV. "Iya, Iel mau keluar dari rumah ini. Iel mau ke pantai. Kalau Ayah kabulkan, Iel maafkan Ayah.""Kamu mau ke pantai? Berdua dengan Ayah?""Tidak, bertiga sama Tante!""Apa?" Elena yang sedang asyik menyantap kacang sambil menonton pertengkaran ayah dan anak, dibuat terkejut. Dia refleks merespon. "Tante juga?""Iya! Kita liburan!"Ini kesempatan emas. Elena mencoba menyembunyikan senyumnya dan melirik Darryl. Dia mungkin akan bertemu temannya jika itu terjadi, atau mungkin dia bisa kabur. Walau Elena menyangsikan hal tersebut. Yah
Seminggu kemudian. Pada akhirnya Elena ditinggal berlibur oleh Darryl dan juga Ezekiel. Dia tidak tahu kapan keduanya kembali, tapi sepertinya itu akan memakan waktu yang lama. Ezekiel pasti senang karena ini pertama kalinya jalan-jalan keluar. Berbeda dengannya yang masih terkurung tanpa bisa melakukan apa-apa. Elena hanya menghela napas kasar dan memandangi bunga tanpa minat di taman belakang. Tangga yang ditemuinya dulu untuk memanjat tembok, kini sudah tidak ada. Dia juga tidak bisa mendekati gerbang yang seperti biasa dijaga ketat. Hanya di sinilah satu-satunya tempatnya untuk menghabiskan waktu, sampai Emma yang melihatnya, berjalan mendekatinya. "Nona pengasuh? Apa yang terjadi?""Ah, Emma." Elena mengalihkan pandangannya dan mencoba tersenyum tipis. "Tidak terjadi apa-apa. Aku hanya bosan. Tidak ada Ezekiel.""Tuan dan Tuan Muda pasti sedang menikmati liburan mereka. Saya terkejut Tuan Muda meminta liburan."Elena tidak terkejut. Dia berpikir jika mungkin Ezekiel penasaran
Di dalam kamar, tepatnya di depan cermin, Kathleen baru saja selesai mandi dan masih mengenakan handuk. Dia yang telah beristirahat sebentar, kini memutuskan untuk menghubungi pemilik rumah yang tidak ada di tempat. Tak butuh waktu lama baginya panggilan itu terjawab. "Kak Darryl, ini aku Kathleen." Kathleen mulai menyapa Darryl melalui telepon sambil tersenyum. "Kathleen, ada apa menghubungiku? Kau sudah sampai?""Yah, aku sudah di kamar yang Kakak siapkan untukku. Rasanya sekarang lebih baik setelah jetlag." Kathleen menyandarkan tubuhnya di kursi dan mencoba bicara santai dengan Darryl. "Tapi sayangnya, aku tidak bisa menemuimu, Kak.""Maafkan aku, Ezekiel meminta liburan. Aku akan menyambutmu nanti. Tiga hari lagi aku akan pulang."Kathleen tertawa kecil memikirkan Ezekiel. Dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengannya. "Begitu, ya, sepertinya keponakanku sudah besar. Nikmati saja waktu liburanmu dengan anakmu, Kak.""Yah, kau juga istirahatlah. Kalau kau butuh sesuatu, kau bisa
Tiga hari berlalu. "Aku membuat masalah. Aku membuat masalah."Elena terus mengulang kalimat itu beberapa kali sejak tiga hari terakhir ini. Dia merasa gelisah karena telah membuat kesalahpahaman pada Kathleen hingga wanita itu menjadi tidak nyaman dengannya. Jika seperti ini, dia tidak akan bisa berteman dengannya. Bahkan setelah kejadian di dapur waktu itu, Kathleen tidak mau mendekatinya. Wanita itu juga menolak bertemu beberapa kali. Kini yang bisa dilakukannya hanya menatap tanaman dan menyesali apa yang dilakukannya. Elena merasa sangat bosan. "Kapan Ezekiel kembali?"Di bawah pohon rindang dan beralaskan tikar, Elena memejamkan matanya. Dia mencoba untuk tidur siang dan menikmati waktunya bermalas-malasan, karena tentu tidak ada yang bisa dilakukannya. Namun tanpa sadar, Elena kini justru malah tertidur pulas. Dia tidak bisa menahan rasa kantuknya. Di sisi lain, tepatnya di dalam mobil yang menuju ke arah rumah, ada Darryl dan Ezekiel bersama sopir yang menjalankan kendaraann
"Tante! Tante habis dari mana? Iel nyariin Tante!"Sebuah suara penuh semangat terdengar saat Elena melangkah masuk ke dalam rumah, tepatnya ke ruang tengah. Dia terkejut ketika melihat di sana sudah ada Darryl dan Ezekiel. Di meja juga terdapat beberapa makanan ringan serta kotak yang cukup besar. Kapan sebenarnya mereka pulang? Kenapa dia tidak tahu? Dia sepertinya tertidur terlalu lama. Namun Elena merasa senang melihat Ezekiel kembali. Dia langsung mendekat anak itu dan ditarik duduk oleh Ezekiel. "Tante tadi di halaman belakang. Dari kapan kamu pulang, Ezekiel?""Dari tadi, Tante. Tante memangnya lagi apa di sana?""Hmm, tidur," ucapnya sambil meringis malu. "Dia hanya tahu bagaimana caranya bermalas-malasan, Ezekiel" celetuk Darryl yang tadi diabaikan Elena dan tidak dilirik. Dia menampilkan ekspresi kesal. "Apa? Apa kau sedang menyindirku?" Elena menoleh dan menatap Darryl dengan kesal. "Aku 'kan tidak bisa ke mana-mana.""Tidak apa-apa kok, Tante, tapi kalau mau tidur lagi,
Tok-tok-tok. "Ini aku. Elena.""Masuklah!"Elena membuka pintu ruang kerja Darryl dengan pelan dan gugup. Dia juga sebenarnya sedikit kesal karena harus datang ke sana malam ini, tapi dia tidak bisa mengabaikan perintah Darryl. Hingga terlihatlah tak jauh dari tempatnya berdiri, Darryl tengah duduk di mejanya dengan kacamata yang bertengger di hidungnya. Pria itu tampaknya sibuk bekerja sebelum kedatangannya. "Ada apa?""Kau datang juga. Kemarilah!"Elena mendekat dengan enggan. Dia menghembuskan napas kasar saat tiba di hadapan Darryl. Hingga tanpa banyak bicara, pria itu menarik pinggangnya dan mendudukkannya di paha. Elena harus berpegangan pada bahu Darryl karena terkejut akan apa yang dilakukan pria itu. "K-kenapa seperti ini? Aku tidak nyaman.""Diamlah."Elena tidak bergerak. Dia diam mengikuti instruksi Darryl, sampai pria itu mendekat. Sejenak Elena mengira Darryl akan melakukan sesuatu padanya, tapi pria itu menjauhkan dirinya beberapa menit kemudian dan menatapnya lekat.