Laureta tersenyum. “Sama-sama, Kian.”Rasanya tidak mungkin jika Laureta juga menyebutnya dengan panggilan sayang. Apakah itu hanya sekedar panggilan atau memang Kian juga sedang menyatakan perasaannya? Laureta tidak berani berharap banyak.Setidaknya, hari ini di mana Laureta merasa sedang sedih dan kecewa, ada Kian yang menemaninya dan membuatnya senang. Pria itu selalu mengajaknya makan ke tempat yang terbaik.Laureta tidak akan pernah lupa saat hari pertama pernikahannya, Kian memesan makanan tengah malam karena tahu jika Laureta tidak bisa makan apa-apa seharian. Apakah itu salah satu bukti bahwa sebenarnya Kian adalah orang yang baik hati? Ya, Kian memang pria yang baik hatinya.Pagi itu, seperti biasa Laureta dan Kian sarapan bersama di ruang keluarga. Laureta berdoa dalam hati agar ia tidak bertemu lagi dengan Erwin dan ibunya yang menyeramkan. Namun, ternyata kehidupan kadang tidak semudah itu.Mungkin Erwin sudah memutuskan untuk selalu bangun pagi hari. Entah apa tujuannya.
“Halo? Reksi? Reks? Kamu bisa mendengar suaraku?” tanya Laureta.Saluran telepon pun terputus. Laureta mencoba menghubungi Reksi lagi, tapi tidak bisa karena Reksi sedang dalam panggilan telepon. Mungkin telepon mereka saling bertabrakan karena sama-sama menelepon di waktu bersamaan.Laureta menunggu supaya Reksi yang meneleponnya kembali. Setelah ia tunggu beberapa saat, Reksi mengiriminya pesan singkat.“Ta, tadi tiba-tiba tidak ada sinyal. Jadi, bagaimana? Kamu tidak akan ke studio lagi? Ya sudah, tidak apa-apa. Aku mau berangkat dulu ya sekarang. Dadah.”Laureta balas mengetik, “Iya, Reks. Maaf ya. Aku ada urusan dulu dengan mertuaku. Aku akan menceritakannya besok. Sampai bertemu ya, Reks. Terima kasih sudah menggantikanku selama ini.”Ada sedikit rasa tidak enak hati saat mengetik pesan singkat pada Reksiana. Selama ini, Laureta selalu meminta pertolongan sahabatnya itu. Ia terpaksa melakukannya karena tidak tahu harus meminta pertolongan siapa lagi.Usai menelepon, Laureta pun
Cahaya matahari bersinar cerah, membuat suasana hati Kian semakin ceria. Rasanya, ia tidak pernah sebahagia ini dalam hidupnya. Kian terus menerus mengingat saat Laureta mengungkapkan perasaannya.“Aku jatuh cinta padamu.”Kata-kata itu terus menerus terngiang-ngiang di kepalanya hingga Kian tak bisa berhenti tersenyum. Laureta benar-benar wanita yang sangat manis. Ternyata wanita yang berbadan kekar bisa semanis itu, Kian jadi semakin menyayanginya.Sayangnya, Kian terlalu gengsi untuk mengakui perasaannya yang sebenarnya pada wanita itu. Ia berpikir jika ia menyatakannya sekarang, ia jadi tampak seperti pria yang lemah, terlalu mudah luluh pada wanita.Sebenarnya, memang begitu kenyataannya. Ia memang telah luluh di hadapan Laureta. Wanita itu berhasil membuat seorang Kian yang memiliki harga diri yang tinggi menjadi pria yang ceria dan senang bercanda.Semua yang ia lakukan untuk Laureta semata-mata sebagai tanda perhatiannya yang khusus untuk Laureta. Andai saja wanita itu bisa me
Kian tidak mendongak sedikit pun, matanya masih terus menatap layar ponsel, menanti Laureta membalas lagi pesannya.“Tunggu sebentar. Kamu ke sana saja lebih dulu. Nanti aku menyusul,” ucap Kian.“Baik, Pak.”Clara pun keluar dari ruangan itu sambil menutup pintu. Kian masih menunggu. Ia ingin tahu apa Laureta akan membalas pesannya dengan stiker lucu lagi atau tidak.Kian menggerak-gerakkan jemarinya dengan tidak sabar. Ia mendongak dan menyadari jika ia telah membuang-buang waktu. Ia harus segera ke aquarium untuk melihat para putri duyung beraksi.Langkahnya lebar-lebar saat melewati ruang kantornya, lalu ia pun bergegas menuju ke aquarium yang letaknya berada di bagian tengah restoran. Ia naik tangga ke atas untuk bertemu dengan Tania dan Erika.Kedua wanita itu sudah mengenakan pakaian putri duyung yang seksi, tapi masih tergolong sopan. Mereka mengenakan pakaian ketat tangan panjang yang sewarna kulit untuk menutupi belahan dada mereka.Bagian roknya berupa ekor ikan yang sangat
Selama ini, Kian tidak pernah membeli motor untuk dirinya sendiri karena memang ia jarang sekali mengendarai benda itu. Saking lamanya, Kian sepertinya sudah lupa seperti apa caranya mengendarai motor. Ia selalu pergi ke mana-mana dengan mobilnya.Saat tiba di dealer motor, Kian melihat-lihat berbagai macam jenis motor. Sang sales menjelaskan setiap keunggulan motor dengan bahasanya yang terkesan dilebih-lebihkan. Kian bingung harus memilih yang mana karena sebenarnya ia tidak yakin jika Laureta suka motor yang mana.Ia tahu jika motor Laureta itu adalah sejenis motor manual yang sudah tampak ketinggalan zaman. Setengah badannya baret terkena gesekan aspal. Kian masih merasa bersalah jika mengingat hal itu.Kali ini, ia akan membelikan Laureta motor dengan edisi terbaru. Supaya kaki Laureta tidak pegal, ia akan membeli motor matic yang tampaknya keren, tidak terlalu besar, tidak juga terlalu kecil. Tubuh Laureta cukup besar dan tinggi untuk ukuran wanita Indones
Kian meminta pelayan untuk menyiapkan makan malam untuk Clara. Wanita itu ingin makan daging steak wagyu. Hal itu bukanlah sesuatu yang sulit. Selama ini, Kian makan di rumah sudah seperti makan di restoran. Apa saja tersedia di rumah ini.Tidak perlu menunggu lama, steak itu langsung disajikan lengkap beserta kentang goreng wedges berbumbu dan salad. Wajah Clara benar-benar sumringah saat menerima makanan itu.Kian sibuk melihat ponselnya, mencoba memantau keberadaan Laureta. Ia sudah mengiriminya pesan singkat, tapi Laureta tidak membalasnya. Ia berusaha berpikir positif, mungkin Laureta sedang berada di jalan dan tidak sempat menjawab pesannya.Meski Kian menemani Clara makan di sana, tapi ia tidak sedikit pun tertarik untuk ikut makan. Hatinya cemas menanti Laureta pulang ke rumah.Akhirnya, Clara selesai makan. “Pak, saya sungguh berterima kasih atas jamuan makan malamnya yang spesial ini. Makanannya enak sekali. Terima kasih, Pak.”
“Apakah kamu bertemu dengan ayahmu?” tanya ibunya Kian pada Laureta.“Hmmm, ya kami sempat bertemu sejenak, tapi kemudian dia harus pergi lagi,” jawab Laureta yang tidak terkesan terlalu berbohong. Ia dan ayahnya memang hanya bertemu sebentar sekali, setelah itu ayahnya mengusirnya pergi.“Kasian sekali kamu, Laureta. Kamu pasti sangat merindukan ayahmu, ya kan. Apalagi ibumu sudah tiada,” ucap ibunya Kian dengan wajah sedih. “Kamu boleh memelukku kalau kamu butuh pelukan seorang ibu.”Laureta terkekeh. “Tidak apa-apa, Ma. Aku baik-baik saja. Meski aku jauh dari orang tuaku, tapi aku bersyukur karena aku punya Kian yang sangat baik padaku.”Ibunya Kian tersenyum. “Kamu pasti sangat mencintainya.”Laureta terkekeh malu-malu. “Iya, Ma.”“Kamu tahu, aku sangat bersyukur karena akhirnya Kian bisa menemukan seorang istri yang baik sepertimu. Selama ini, dia selalu sendirian. Semua adik-adiknya sudah menikah, hanya tinggal dia seorang. Aku pikir, dia hanya akan melajang selamanya.“Dia terl
Apa pun lagu yang Erwin putar, tidak akan mampu meluluhkan hati Laureta. Meski harus ia akui kalau Erwin ternyata mau berusaha juga untuk mendapatkan hati Laureta. Sayang sekali, tidak ada jalan kembali. Laureta hanya akan mencintai Kian.Hanya butuh waktu sebentar saja hingga mobil keluar dari pintu tol dan berbelok ke tempat yang Laureta cukup yakini akan Erwin datangi. Ya tentu saja. Erwin berhenti di depan sebuah café tempat pertama kali mereka berkencan.Waktu itu, Erwin mengajaknya makan ke café itu. Lalu mereka berciuman di taman yang ada di belakang café tersebut yang menghadap ke pemandangan kota Bandung yang cantik.Jika mengingat hal itu, Laureta bukannya senang, tapi malah jijik. Ia malu sekali karena pernah membiarkan Erwin mencium bibirnya. Seharusnya bibirnya ini hanya untuk Kian seorang.Namun, tak ada gunanya menyesali hal yang sudah terjadi. Setidaknya, Laureta termasuk cukup berpengalaman kalau soal berciuman. Ia ja