"Sebelum ibu resign, sebaiknya ibu selesaikan tugas terlebih dahulu, kita akan ada pertemuan dengan dinas perdagangan terkait, Bu. sudah itu produk baru kita akan segera didaftarkan, apa ibu tidak bisa menunggu?""Tidak, Ren. Kalau bisa, besok aku langsung resign."Renita hanya memaklumi, walaupun nanti tugas yang akan dia emban semakin berat tanpa adanya Mutia, tetapi dia juga tahu bagaimana kondisi atasannya selama ini. Ketika hari sudah menjelang siang, Renita segera mengajak Mutia untuk menemui pegawai dinas perdagangan. Ada beberapa produsen makanan yang juga diundang oleh dinas perdagangan ke kantornya, mereka membicarakan kemungkinan perusahaan untuk melakukan ekspor produk ke beberapa negara.Pertemuan berlangsung hingga malam, karena yang dibahas bukan masalah perusahan eksportir yang bekerja sama dengan perusahaannya, tetapi juga mengenai regulasi dan kewajiban pajak PPN dan juga pajak bea cukai. Ketika keluar dari kantor dinas perdagangan tersebut, hari sudah menjelang pet
"Eng, anu ... sore itu, Bu Mutia masuk ke ruangan Bapak," jawab cleaning servis itu sesuai fakta yang dia lihat."Kurang ajar! apa ini cara kamu menghancurkan perusahaan ini, Mutia! awas saja kamu!"Tangan Tommy mengepal, jelas kemarahan tergambar di wajahnya. Dia benar-benar heran dengan istri pertamanya ini, kenapa sekarang jadi banyak tingkah seperti ini, padahal selama ini dia gampang sekali menekan dan membuat wanita itu tak berkutik. Sepertinya dia sudah nggak peduli sama neneknya, ya? Lihat saja apa yang akan dia buat nanti.*****Pagi ini Mutia bangun tidur dengan perasaan hampa, bagaimana nasibnya ke depan benar-benar dia tidak tahu. Dia sudah resign dari perusahaan Tommy, dia juga akan segera menggugat perceraian nanti siang sekiranya kantor PA sudah buka. Mutia segera mengambil air wudhu yang ada di kamar mandi luar, di kamar kosnya ini, kamar mandi hanya ada satu dipakai oleh enam kamar, jadi dia harus bergegas keburu keduluan penghuni lain. Setelah salat subuh, Mutia be
"Halo?""Mutia! sungguh kelewatan kamu, ya? sekarang lekas pergi ke kantor! apa ini maksudmu akan mengundurkan diri setelah kamu berhasil menghancurkan perusahaan?" "Menghancurkan perusahaan? apa maksud kamu?""Lekas ke kantor dan beri penjelasan, kalau tidak aku akan melaporkan kamu ke polisi, biar kamu dipenjara sekalian!" Mutia terhenyak mendengar bentakan Tommy, apa yang terjadi? kenapa lelaki itu bersikap seperti itu? apa dia tidak dia mengundurkan diri? tetapi kenapa melibatkan polisi segala!"Dengar apa kataku? cepat datang ke kantor, tiga puluh menit kau tidak sampai di sini, polisi yang akan menjemputmu!"Mutiara menatap layar ponsel yang sudah menghitam dengan nanar, seperti biasa lelaki itu akan mematikan ponselnya sepihak. Mutiara buru-buru masuk menemui Neneknya yang kini tengah berbaring tanpa melakukan apapun."Nenek, aku akan ke kantor dulu untuk menemui Tommy," pamitnya. "Tommy? siapa Tommy?" Mutiara menghentikan langkah, dia lupa kalau neneknya tidak mengenal To
"Tommy, aku tidak pernah mencuri data itu! aku ke ruanganmu hanya untuk memberikan surat pengunduran diri__" "Diam kamu! Sekarang, pergi kamu dari sini. Aku tidak membutuhkanmu lagi!" teriak lelaki itu bahkan sudah melempar semua map di atas mejanya ke arah Mutia."Pergi kamu, Pengkhianat!" Tommy bahkan mendorong tubuh Mutiara dengan kasar, sehingga wanita itu terjerembab dan jatuh ke lantai. Tak cukup disitu saja, lelaki itu bahkan menyerat tubuh Mutiara hingga ke memasuki lift, tangan wanita itu terasa sangat sakit karena dicengkeram oleh lelaki itu."Tommy, lepaskan! aku bisa pergi sendiri," hardik Mutia sambil melepaskan cengkraman tangan lelaki itu.Tetapi lelaki itu hanya bergeming, hingga tiba di lantai dasar, di jam istirahat yang sebentar lagi berakhir, para karyawan yang baru selesai dari kantin perusahan yang berada di lantai bawah, melihat bosnya datang bersama istri pertama yang ditarik kasar, mengalihkan atensi mereka pada pasangan tersebut. Kebetulan di pintu masuk Ha
Seorang wanita cantik dengan tubuh tinggi semampai dan modelan rambut panjang dan ikal diujungnya berjalan melewati lobi sebuah kantor dengan desain interior yang terbilang sangat mewah. Di depan menunggu dua petugas resepsionis wanita yang berpenampilan rapi dan juga dandanan yang tidak kalah cantik, tetapi wanita yang baru datang jelas berdandan bukan memakai pakaian kerja ala wanita kantoran."Selamat siang, Mbak ...," sapa wanita tersebut dengan suara merdu dan seulas senyum yang begitu manis sehingga membuat dua orang wanita itu tertegun karena terpesona."Selama siang, Bu. Ada yang bisa saya bantu?""Saya mau menemui Pak Diaz Alfares. Apa beliau ada?""Apa ibu sudah membuat janji?""Janji? tentu saja, saya akan membicarakan kontrak sebagai ambasador produk kosmetik yang unggulan perusahaan ini," ujar wanita dengan tatapan bahasa yang sopan dan lemah lembut."Oh, baik, Bu. Saya akan memberitahukan sekretaris Pak Diaz dulu agar beliau yang mengatur pertemuan anda," ujar resepsioni
"Selamat siang, Pak Diaz ...," sapa Siska, dia sebisa mungkin menekan agar suaranya tidak bergetar karena gugup.Lelaki itu menoleh, mata tajam setajam elang itu seperti menguliti setiap sendi Siska, sudah beberapa kali bertemu, ada perasaan Siska ingin menggodanya, tetapi tatapan mata itu selalu membuat nyalinya ciut."Bu Siska Artamevia ... ada apa anda menemui saya?"Tidak ada yang salah dengan perkataan Diaz, lelaki itu bahkan mengatakan itu dengan suara pelan, tetapi tekanan dari kata-kata itu membuat Siska serasa sesak napas."Pak Diaz, saya sudah melakukan apa yang anda perintahkan. Perempuan itu sekarang pasti sudah dicampakkan oleh Tommy. Sekarang saya menagih janji anda untuk memberikan kontrakambasador produk kosmetik the Glowing.""Anda tidak perlu kuatir, saya pasti sudah berjanji, jadi pasti saya tepati."Lelaki itu membuka laci meja, kemudian mengeluarkan sebuah berkas dan menyodorkan pada Siska. "Ini kontraknya, silahkan dibaca dengan seksama. Karena kalau anda tidak
Mutiara begitu lemas melihat tagihan yang tertera di atas kertas itu, empat puluh juta rupiah. Ini tagihan sebulan kemarin, sementara sejak neneknya siuman Mutiara menempatkannya di kelas dua. Mungkin untuk membayar tagihan berobat nenek ketika sudah siuman, Mutiara masih ada simpanan. Tetapi uang empat puluh juta, dia akan mendapatkan dari mana? Sementara tabungan dia hanya tinggal delapan juta, karena dia juta sudah dia pakai untuk membayar kost dan keperluan sehari-hari.Kepala Mutiara mendadak pusing, dia sudah berusaha mencari pekerjaan tetapi sampai saat ini belum ada panggilan, dia jadi ingat perkataan Tommy yang mengatakan kalau namanya akan di blacklist dari semua perusahaan. Ah, mungkin lelaki itu sungguh-sungguh dengan perkataannya. Jadi Mutia harus putar otak bagaimana dia akan mencari uang. Mutia akhirnya kembali ke ruangan nenek. Ruangan terasa sangat bising, di sebelah pasien batuk terus sehingga mengganggu istirahat pasien lain termasuk nenek, sementara di sebelahnya
Mutia hanya melongo mendengar perkataan dokter, maksudnya memindahkan ke ruang VIP? dari mana dia akan mendapatkan uang untuk biayanya? sementara untuk tagihan Minggu lalu saja di tidak memilikinya. Tiba-tiba kepala Mutia berdenyut nyeri memikirkan semua ini, jika saja dia tahu kondisi neneknya akan demikian, dia tidak akan berulah pada Tommy, agar lelaki itu tetapi membayar biaya perawatan neneknya, biarlah dia akan babak belur disakiti lelaki itu lahir dan batinnya. Sampai dokter meninggalkan bangsal tempat neneknya di rawat, Mutia masih saja berdiri dengan tatapan mata kosong ke arah perginya dokter itu. Hingga dia dikejutkan dengan panggilan seseorang. "Bu Mutia!" Mutia menoleh ke arah suara, dahinya mengernyit ketika mendapati orang yang dikenal menghampirinya. "Siapa yang sakit, Bu? Kenapa anda berada di rumah sakit?" tanya sang lelaki. "Benar, apa mbak Mutia sakit?" tanya sang wanita. "Oh, Nenek saya yang sakit. Pak Rio dan Bu Novita sendiri kenapa ke rumah sakit? apa a