"Baik. Jadi, ini yang Mas Arfi bilang calon istri?" tanya Nilam membuat Mimi kaget.“Bu_”“Iya. Nama dia ada di daftar pasien hari ini,” potong Arfi cepat. Dia tak ingin wanita yang ada di depannya itu menganggunya lagi dan memilih untuk mengakui Mimi sebagai calon istrinya. “Oh, ya, tentu. Mimi Hayati. Sudah menikah? Janda?” tanya Dokter Nilam yang tadinya akan dijawab Mimi tetapi lagi lagi Arfi gegas memotong jawaban Mimi.“Maaf, Dok, apa calon istri saya boleh langsung konsultasi masalah kulit saja? Sepertinya hal pribadi tidak perlu ditanyakan lagi,” ucap Arfi yang lagi lagi malas membahas hal tak penting.“Oh, tentu. Mas Arfi bisa tunggu di luar, saya mau melakukan scan dan uji kulit Mbak Mimi terlebih dahulu.”“Saya ingin menamani dia, boleh?”“Mas, tunggu di luar ya? Aku bisa di sini dengan baik kok,” ucap Mimi tak enak.“Kamu yakin?” Arfi mengusap tangan Mimi di depan Nilam, sengaja ingin menunjukan dirinya yang sudah memiliki pasangan pada Nilam.“I-ya.” Mimi merasa aneh den
“Ugh … alhamdulillah.”Arfi sangat senang bisa menikmati makan siang bersama dengan Mimi. Kali ini dia menikmatinya karena Mimi menceritakan semua hal yang tadi dilewatinya di salon kecantikan milik temannya itu.“Habis ini ke mana kita?” tanya Mimi.“Aku mau mampir ke rumah. Kamu temani aku pulang, ya?”“Nggak apa apa memangnya?” “Nggak lah, emangnya kenapa? Ibuku sangat baik dan nggak mudah untuk bertemu dengan orang baru. Kamu pasti akan senang bertemu dengan Ibuku.”Mau tidak mau Mimi diajak Arfi ke rumah orangtuanya. Ada rasa canggung awalnya. Namun, dia meyakinkan bahwa dia diajak oleh Arfi karena memang dia sedang menemani bisnis.“Mampir butik bentar ya?” ajak Arfi.“Butik? Mau apa?”“Ganti baju. Ibuku memang baik, tapi kadang mbahku yang suka cerewet komentarin penampilan orang. Meski mbah baik, cuma antisipasi aja kesan pertama. Siapa tahu pertemuan selanjutnya, kamu langsung cocok dengan keluargaku.”Mimi merasa tak enak. Tentu dia merasa minder setelah Arfi mengatakan kel
“Mama hobi banget menistakan anaknya sendiri.”“Emang kamu bodo, Fi. Kamu ini selalu saja pergi lama kalau marah. Udah gitu, pulang pulang bawa cewek. Udah kayak anak badung aja kamu. Kamu lamar dia kalau memang sudah jelas bibit bobot dan bebetnya. Kamu mau menikah dengan Arfi, Nak?” tanya Oma.“Oma, apaan sih? Mimi baru saja main, udah ditanya begituan.” Arfi mencoba membuat Mimi nyaman dengan keadaannya.“Nggak apa, Mas. Aku maklum kok, santai aja,” jawab Mimi.Ucapan orang tua seperti Oma memang tidak bisa terlalu dipikirkan. Selain otaknya sudah tua, orang yang sudah lanjut cenderung mempunyai tingkat emosional yang tidak menentu. Terlebih jika menyangkut masa lalu. Orang manula cenderung sensitif dan lebih memilih menasehati daripada dinasehati.“Iya, nih, Oma. Dateng dateng langsung diajak nikah. Kalau Mimi takut gimana? Lebih baik kita ngobrolin yang lain di taman aja. Di sini oma resek,” ajak Tiara.“Lah, bocah jaman sekarang. Dikasih tahu ngeyel. Oma ikut…”Arfi tersenyum sa
“Nggak ada. Hanya bahas mengenai Mas Arfi dulu pas masih kecil.”“Pasti dia dinista kan ibunya sendiri, kan?” kekeh Alvin.“Mama emang gitu ama anaknya yang ganteng ini. Eh, Vin. Jadi ini deal ya ganti posisi si Mimi?” tanya Arfi.“Bukan ganti, tapi double. Siap nggak kamunya, Mi?” tanya Alvin.“Jadi model plus marketer, bisa nggak tuh?” tanya Santi memastikan.“Dicoba dulu kali ya? Aku nggak tahu bisa apa nggak kalau belum dicoba. Rasanya penasaran aja kalau gitu ‘kan? Lagian aku tuh di sini kerja. Apapun yang kalian perintahkan akan aku lakukan. Asal aku mampu dan bisa bantu.”"Yakin nih? Ikhlas kan kerja double?" tanya Santi."Siap lahir batin, Mbakayu," kekeh Mimi.“Ya sudah kalau gitu, kita coba tapi nggak usah kasih tahu Mona dulu. Kita coba satu bulan ini dengan ambil Mona jadi tambahan modal kita. Selepas itu kita akan putuskan apa kita akan lanjut dengan Mona atau pilih dengan Mimi setelah dia bisa nanti.” Alvin mengambil keputusan.Mimi hanya tersenyum dan selalu setuju de
“Kenapa dia, Bu? Aneh amat buru buru gitu perginya,” tanya Mimi pada ibunya.“Mana Ibu tahu. Dia tadi bilang mau pulang karena dah gelap ‘kan? Ya udah, ndak usah mikir macam macam. Kamu mandi sana, sholat habis itu makan. Ibu udah masak lalapan. Habis makan kamu tidur, besok mau pergi katanya.”“Mas Arfi udah iizin ya?”Irah tersenyum dan mengangguk. DIa tak akan mengatakan sekarang menangani apa yang Arfi katakan dan dia sarankan tadi. Keadaan Mimi masih lelah dan belum bisa untuk langsung Irah nasehati.“Ya sudah, Mimi ke kamar dulu.”Mimi langsung ke kamar mengajak Laela, menemani anak nya mencari mukena untuk ke mushola bersama dengan teman teman dan neneknya.“Mah, besok kerja?” tanya Laila saat dia sudah dipakaikan kerudung oleh Mimi.“Iya. Kenapa memangnya?”“Pulangnya jangan malam malam. Laela takut Mama capek.”“Nggak kok. Semua Mama lakukan ini semua biar Laela bisa sekolah. Laila belajar yang giat, biar lelahnya mama terbayarkan dengan kamu yang berprestasi dan bisa Mama ba
"Ibu berangkat dulu. Kamu hati hati di jalan dan jangan lupa pesan ibu. Jaga diri dan ingat untuk selalu terlihat baik dalam setiap langkah kamu," ucap Irah."Iya, Bu. Laila, sekolah yang pintar dan rajin ya. Biar bisa bahagiakan Mama sama nenek nanti.”“Siap, Ma.”Laila salim dengan Mimi, juga Mimi yang bersalaman dengan Irah. Keduanya berangkat lebih dulu karena Arfi akan menjemputnya jam 9 nanti.[Udah siap dijemput?] Arfi mengirimkan pesan saat dia baru saja siap untuk berhias. [Udah di jalan memangnya?] balas Mimi.[Nggak, lagi di rumah. Mungkin sebentar lagi sampai.][Gak mungkin. Dari rumah ke sini itu setengah jam lebih. Mana mungkin langsung ada di depan rumah.][Yakin? Coba kamu buka pintu rumah kamu.]Mimi tersenyum dan langsung membuka pintu. Dia melihat Arab yang sudah berdiri di depan rumahnya."Katanya masih di rumah. Tahu-tahu udah sampai aja.""Iya emang. Rumah, rumah kamu maksudnya.""Dasar ih! Mobilmu nggak kedengeran suaranya. Di parkir di mana?""Depan sana, so
Pekerjaan kali ini tentu bukan pekerjaan mudah. Begitu sampai Mimi langsung dihadapkan dengan pekerjaan luar biasa yang belum pernah dia kerjakan sebelumnya. Hanya lulusan SMP dan tidak mempunyai bakat apapun selain hanya berjualan, membuat Mimi merasa minder saat berdiri berdampingan dengan ARfi yang tangkas dan cerdas dalam melakukan pekerjaannya.“Silahkan kalau kamu mau menambahkan penjelasan, Mbak Mimi” ucap Arfi.Mimi tersenyum dan mengangguk. Waktu seperti inilah di mana adrenalinnya terpacu dan harus berjuang melumpuhkan rasa minder dan tremor menghadapi banyak orang. Dia memperkenalkan diri lalu mulai melakukan presentasi.“Terimakasih atas kesempatannya, Pak Arfi. Saya merasa bangga dengan produk yang satu ini. Selain simple dan mudah mengaplikasikan di wajah, harganya pun murah di kantong. Bisa Ibu lihat bagaimana penampilan saya dulu dan sekarang. Bukan lantaran pake sekali langsung glowing ya, karena sejatinya skincare itu untuk merawat wajah agar sehat dan bersih. Pemaka
Keduanya akan segera tiba di rumah pengusaha ternama yang akan diajak kerjasama. Pengusaha yang menjadi tujuan mereka jauh-jauh datang dari Cilacap."Kamu kenal baik sama orangnya, Mas?" tanya Mimi."Tidak mengenal baik tapi kenal. Semoga ada kesepakatan yang terjadi dan ada titik kebahagiaan yang bisa kita dapatkan. Kita harus bersikap tenang dan harus bisa mengikuti arus bagaimana nanti dia akan mempertanyakan banyak hal tentang kita. Kamu jawab aja Jika kamu adalah orang terdekatku. Jangan sampai kamu bilang kalau kita hanya partner," ucap Arfi."Kenapa?" Arfi diam. Sebenarnya dia ingin mengatakan jika orang yang akan ditemuinya kini adalah Ayah dari wanita yang pernah hendak dia nikahi. Namun, kekecewaannya terlalu berat terhadap gagalnya pernikahan itu."Ada alasan yang tidak bisa aku ceritakan kepadamu. Intinya, lelaki itu pasti akan menanyakan apa hubungan kita dan kamu jawab saja jika kita memang dekat dan akan menjalin hubungan serius.""Tapi aku nggak bisa berbohong untuk h