"Segarnya." Setelah keluar dari kamar mandi aku ke ruang makan, lalu kubuka tudung saji.
"Kok kosong? kamu nggak masak mah?" Aku melihat ke ruang tamu. Istriku masih tiduran di sofa sambil sesekali tertawa melihat hpnya."Mah?"Rina tidak menengok, asyik sekali sepertinya tontonan di hpnya. Aku hampiri dia lalu mencolek pundaknya."Mah, mamah nggak masak?" Dia pun langsung terduduk. "Oh iya, tadi habis mandiin adek mamah rencana mau masak malah kelupaan," katanya sambil cengengesan."Kita beli aja ya pah? Udah males mau masak. Aku belum mandi juga," dia berkata sambil menggaruk rambutnya yang berantakan.Kuhembuskan nafas lagi. Perut sudah keroncongan, rumah berantakan, mau makan nggak ada makanan. Sempurna sekali hari ini."Ya sudah mamah mandi sana, biar aku yang beli makanan, aku udah laper banget. Biar kakak sama adek aku ajak sekalian.""Oke bos," katanya sambil cengengesan tak bersalah."Ayam bakar aja ya pah, paha atas, sambelnya yang pedes. Lagi pengen yang pedes-pedes nih."Aku hanya menggumam menjawab permintaannya.Aku mengambil kunci motor, mengambil kursi khusus anak untuk dipasang di bagian depan motor. Kemudian kuajak kedua putraku untuk ikut mencari makan.Adzan magrib berkumandang, agak ku kebut motor agar cepat sampai. Setelah sampai di rumah langsung kumasukkan motor ke garasi lalu masuk ke dalam."Kemana istriku tidak kelihatan, apa sedang shalat ya?" batinku. Aku segera ke ruang makan untuk meletakkan makanan.Astaga! Sampai kaget aku melihat sosok berambut panjang awut-awutan di depan kamar mandi. Istriku ada di depan kamar mandi dengan handuk di pundak, masih dengan daster bunga-bunganya."Astaga mah, belum mandi juga?" Aku benar-benar tidak habis pikir dengan Rina. Adzan magrib sudah berkumandang, tapi malah masih santai dengan hp di tangannya."Eeh papah sudah pulang ya, nggak kedengeran suara motornya. Ada ayam bakarnya kan pah?""Ada." Kuletakkan bungkusan plastik di meja makan. "Buruan mandi sih mah, udah maghrib juga. Hpnya ditaruh dulu," aku berkata sambil cemberut dan berkacak pinggang."Iya. Iya."Barulah dia beranjak masuk ke kamar mandi. Sedang aku mengajak kedua anakku ke masjid dekat rumah untuk shalat berjamaah.End Pov Andra***Pov RinaAku Rina, ibu rumah tangga berusia 35 tahun yang bersuamikan seorang manajer di perusahaan ekspedisi. Kami mempunyai dua orang anak laki-laki yang tampan dan menggemaskan, mirip sekali dengan papanya.Kehidupanku sebagai ibu rumah tangga sangat monoton, dari pagi sampai malam aku lebih sering di rumah karena anak keduaku masih 2 tahun. Walaupun tidak jarang juga suamiku pada hari libur mengajak kami keluar sekedar makan atau jalan-jalan agar aku dan anak-anak tidak bosan di rumah.Awalnya aku install aplikasi tiktok untuk sekedar hiburan diriku kalau lagi bosan sama pekerjaan rumah. Tapi ternyata scroll tiktok itu bikin nagih. Sampai kalau sehari nggak buka tiktok rasanya ada yang kurang. Pekerjaan rumah sering tertunda gara-gara itu. Tapi nggak apa-apa, suamiku itu selain tampan juga baik sekali, dia sering membantuku mengerjakan pekerjaan rumah. Aku jadi semakin cinta. Aku sangat beruntung bersuamikan mas Andra."Assalamualaikum."Nah itu dia suamiku tercinta sudah pulang. Aku yang sudah selesai memakaikan baju untuk Reza langsung keluar untuk menyambutnya. Dia sedang duduk di sofa, di samping pakaian yang baru kuangkat dari jemuran. Sepertinya suamiku lelah sekali, tapi tetap saja tampan. "Hihi," aku terkikik sendiri dengan pikiranku."Sudah pulang mas." Kataku sambil mencium tangannya. Reza yang melihat papahnya langsung minta digendong. Aku menyerahkan Reza pada mas Andra. "Haah, akhirnya bisa main HP," batinku. Aku langsung duduk di samping mas Andra dan mengeluarkan hp dari kantong dasterku."Aku mau mandi dulu mah, risih banget. Emang mamah udah mandi?""Ya belumlah, mana sempat aku mandi. Yang penting anak-anak kan sudah mandi," kataku, sambil melihat video di tiktok."Assalamualaikum." Ah itu dia anak pertamaku Fikri, yang sudah berusia 7 tahun. Aku melihatnya sekilas sambil menjawab salamnya dengan pelan. Fikri mencium tanganku dan papahnya, dan mulai bercerita kegiatan ngajinya di TPQ, katanya gurunya memujinya karena mengajinya sudah lancar, lebih bagus dari anak-anak yang lain. Aku pun tersenyum bangga mendengarnya."Iyalah, siapa dulu mamanya," kataku."Ya sudah papa mandi dulu ya, adek Reza main sama kak Fikri dulu."Kulihat suamiku meletakkan Reza di karpet lalu ke kamar mengambil handuk dan menuju ke kamar mandi."Lucu sekali orang ini memparodikan polisi tidur." Aku tertawa terpingkal-pingkal dibuatnya. Aku pun semakin asyik scroll tiktok sampai mas Andra mencolek pundakku dan bertanya, "Mah, mamah nggak masak?""Oh iya," kataku sambil menepuk dahiku. "Tadi habis mandiin adek mama rencana mau masak malah kelupaan." Sampai lupa aku kalau belum masak, mana udah sore lagi."Kita beli aja ya pah? Udah males mau masak. Aku belum mandi juga." Kulihat mas Andra cemberut, tapi nggak lama langsung mengiyakan perkataanku.Suamiku memang terbaik. Ku lihat dia membawa kedua anak kami naik motor untuk membeli makan malam kami. Aku pun mengambil handuk dan berjalan ke kamar mandi. Kubuka ikatan rambutku yang sudah panjang sepinggang. Tanggung sekali mau mandi, layar hp ku sedang menampilkan seorang tiktoker yang sedang berakting sedih menceritakan kehidupan ibu rumah tangga yang diselingkuhi, mana selingkuhannya sahabatnya sendiri lagi, sampai ikut gregetan melihatnya.Scroll... Scroll... Scroll..."Astaga mah, belum mandi juga?" Sampai kaget aku mendengar suamiku yang sepertinya juga kaget melihatku di sini."Eh papah sudah pulang ya, nggak kedengeran suara motornya. Ada ayam bakarnya kan pah?""Ada." Suamiku meletakkan bungkusan plastik di meja makan. Harum aroma ayam bakar menyeruak. "Jadi lapar," batinku sambil menelan air liur."Buruan mandi sih mah, udah magrib juga. hpnya ditaruh dulu." Suamiku mulai ngambek sepertinya melihatku belum juga mandi setelah ditinggal beli ayam bakar. "Iya. Iya." Tanpa lama langsung ku taruh hp di meja makan dan masuk ke kamar mandi.End Pov RinaBersambungAndra terusik dari tidurnya saat sayup-sayup terdengar suara musik yang lumayan keras. "Mah, Jam berapa sih belum tidur?" Dapat kulihat cahaya dari hpnya yang masih menyala. Dia masih menikmati suguhan di layar gadget bergambar apel digigit itu. "Jam satu pah," jawabnya cuek."Udah malam tidurlah, besok lagi juga masih bisa lihat hpnya," kataku sambil menutupkan selimut ke tubuhnya. "Iyaa, sebentar lagi. Papa tidur aja."Bagaimana aku bisa tidur kalau suara musik itu masih berbunyi. Terpaksa ku tutupkan bantal ke telingaku agar tidak mendengarnya lagi. Kriiiing... Kriiiing... Kriiiing...Alarmku sudah berbunyi. Jam berapa ini? 05.10. Ya Tuhan, ternyata alarm yang kusetel dari jam empat sudah terlewat beberapa kali. Rina masih tertidur di sampingku, sepertinya dia juga tidak mendengar alarmku berbunyi."Mah, sudah jam lima lewat. Bangun," kataku sambil menggoyangkan tubuhnya. "Heeem." Dia hanya menggumam. Entah tidur jam berapa dia. Tentu saja jadi telat bangun kalau dia tidur saja me
Aku sampai di rumah tepat saat adzan magrib berkumandang. Saat masuk rumah apalagi kalau bukan rumah berantakan yang menyambutnya. Bisa dia rasakan lantai rumah terasa berdebu. "Bisa-bisa anak-anak sakit karena ini," batinku sambil mendesah lelah.Fikri dan Reza sedang main kejar-kejaran sambil tertawa. Istriku sedang melipat pakaian sambil melihat hp yang diletakkannya di meja, menonton drakor. Sampai nggak nengok saat menjawab salamku. Mungkin aktor korea itu lebih tampan dariku, sampai aku dianggap seperti angin lalu. Sepertinya dia belum mandi kalau melihat penampilannya yang masih awut-awutan. Daster coklat yang sudah robek di bagian ketiak masih dipakainya. Padahal waktu jalan-jalan minggu lalu, aku sudah belikan dia daster baru. "Daster lama itu enak, nyaman dipakai pah, daster barunya biar awet jangan keseringan dipakai lah." Itu alasannya kalau aku memintanya ganti pakaian dengan yang lebih layak.Padahal aku belikan yang baru karena sumpek melihat dia pakai baju robek-robe
Prang!Bruk!Mataku terbuka mendengar suara keras. Aku langsung terbangun membuat kepalaku jadi pusing. Aku tertidur setelah subuh karena mengantuk, semalam tidak bisa tidur lagi setelah menenangkan Reza. Jam dinding menunjukkan pukul setengah enam. Reza masih ada di sebelahku, tidak terganggu sama sekali dengan bunyi keras barusan.Aku berdiri dan menuju sumber suara, dari dapur sepertinya. Istriku mencuci piring sambil mendengarkan lagu. Diapun bersenandung kecil mengikuti lirik lagu itu. "Ku menangis, membayangkan. La la la la la..." Mungkin dia tidak hafal liriknya. "Suara apa tadi mah, kok keras banget, papah sampai kaget," kataku setelah sampai di dapur."Piring sama cobek jatuh pah." Jawabnya tanpa menghentikan aktivitasnya mencuci piring. Dari nada suaranya sepertinya dia marah. "Mamah marah ya?""Nggak."Sudah ku tebak. Apalagi kalau bukan marah. Dia yang salah yang harusnya instrospeksi diri, akhirnya aku yang minta maaf juga. Pagi-pagi sudah bikin energiku terbuang untuk
Lampu rumah masih gelap. Padahal hujan deras begini, mendung menggantung begitu pekat, "Kemana Rina?" Aku mengerutkan keningku saat membelokkan mobilku memasuki halaman rumahku.Setelah memasukkan mobil ke garasi, langsung aku bergegas masuk ke dalam rumah. Kemana istri dan anakku, kenapa rumah sepi sekali. Benar juga tadi aku tidak melihat motor Rina di garasi, berati kemungkinan dia keluar. Apa jangan-jangan dia kabur gara-gara perkataanku kemarin. Kuambil hp di dalam tasku, lalu mulai mencari kontak Rina dan langsung menekan tombol telepon. Tuuut ... Tuuut ... Tuuut ...Tersambung tapi tidak diangkat. Apa dia pulang ke rumah orang tuanya. Tapi nekat sekali membawa kedua anakku naik motor. Kuacak rambutku karena cemas. Apa ku telepon saja mertuaku. Aku harus bilang apa pada mereka. Iya kalau mereka bertiga di sana kalau tidak bagaimana? Malah hanya membuat kedua orang tua itu khawatir saja. Aku masih berusaha menelepon Rina. Sekali, dua kali, tiga kali. Tetap tidak diangkat. Dia k
[Aku hanyalah manusia biasa yang tak pernah lepas dari-]Ringtone hp Andra berbunyi pagi-pagi sekali. Andra melihat hpnya, terlihat nama 'ibu tersayang' sedang memanggil. Andra menjawab panggilan ibunya dengan segera."Assalamualaikum bu.""Wa'alaikumussalam Ndra. Lagi ngapain?""Baru mau mandi ini bu. Tumben ibu telepon pagi-pagi bu. Ada apa?""Ibu kangen sama cucu ibu. Ibu pengen kesana ya nanti sore. Jemput ibu di stasiun.""Apa ibu nggak capek nanti kalau kesini? Nunggu weekend aja ya, nanti Andra sekeluarga kesana.""Nggak ah, ibu pengen nginap di rumah kamu, pengen main sama cucu. Kalau nunggu hari sabtu atau minggu nanti nggak puas. Nanti anak-anak malah kecapekan, Fikri kan udah mulai sekolah SD.""Ya sudah, nanti kabarin aja ya bu, Andra bakal jemput ibu di stasiun.""Nah gitu dong. Ya sudah salam buat Rina ya." "Iya bu."Andra mencari Rina untuk memberitahukan soal kedatangan ibunya nanti sore."Mah," Rina menoleh, "Barusan ibu telepon katanya nanti sore mau ke rumah.""Ibu
Hari-hari ku jalani seperti biasa. Kedatangan ibu membawa berkah pada perubahan Rina. Hampir-hampir aku tidak melihatnya menggenggam hp saat di rumah kecuali sebentar. Saat malam pun dia tidak tidur terlalu larut karena takut bangun kesiangan.Rina juga sepertinya lama-lama capek marah padaku. Mungkin karena ibu juga memberikan satu atau dua nasehat rumah tangga untuk kami, menceritakan rumah tangga beliau dulu dengan almarhum ayah yang bisa awet sampai empat puluh tahun. Lima hari sudah ibu menginap, siang nanti rencananya ibu akan pulang naik kereta. Aku menawarkan ingin mengantarnya pakai mobil tapi ibu menolak. Katanya naik kereta sekarang nyaman dan lebih cepat sampai, naik mobil harus macet-macetan apalagi hari weekend. Kami dari pagi sudah bersiap mau jalan-jalan dulu sebentar dan membawa ibu makan di luar sebelum mengantarnya ke stasiun. Setelah sarapan kami langsung berangkat ke sebuah tempat wisata baru di kota. Banyak permainan anak-anak dan spot foto yang menarik. Setela
Setelah terbangun dari tidur soreku, aku keluar kamar dan mendapati Rina sedang tiduran menonton drakor sambil menangis. Drama perselingkuhan suami dengan perempuan yang lebih muda apa iya begitu menyedihkan. Bukannya biasanya ibu-ibu geregetan kalau nonton film genre begitu.Aku menuju ke dapur untuk mengambil minum. Sudah sore begini Rina belum masak. "Nonton orang berantem kok nangis sih." Aku duduk di depan Rina dan berkomentar. Rina hanya melihatku sekilas dan lanjut nonton. "Mamah marah sama papah?" Tidak ada jawaban. "Dek Rina? Jangan begini terus dong. Kalau ada masalah dibicarakan, jangan aku didiamkan begini."Rina bangun dari tiduran dan duduk melihatku dengan sengit. "Yuni itu yang mas maksud rekan kerja cantik ya? Sampai nganterin ke rumahnya segala." Tepat. Itu yang bikin dia marah. "Kan tadi papah udah bilang waktu itu hujan deras. Papah cuma ngasih tebengan aja, kebetulan rumah Yuni searah sama rumah kita. Jadi kan sekalian jalan." "Terus kenapa nggak cerita sama aku
Aku kecewa dengan Rina yang semakin hari justru semakin menjadi. Aku pikir kemarin dia kelelahan, ternyata setelahnya dia justru semakin keterlaluan. Awalnya dia bilang capek karena selama beberapa hari ibu di rumah dia tidak bisa istirahat. Tapi ternyata kebiasaannya bermalas-malasan kembali lagi.Benar juga, bagaimana aku bisa berharap dia berubah hanya dalam semalam. “Padahal dia begitu takut aku berselingkuh hanya karena aku mengantarkan Yuni pulang.” Kuhela nafas panjang merebahkan diriku di samping Rina yang sedang meninabobokan Reza.Aku melihat ke langit-langit kamarku, teringat kejadian siang tadi. Aku mendengar Yuni dan Sari yang sedang mengobrol di pantry saat istirahat siang. Sari sedang menenangkan Yuni yang sepertinya sedang sedih, hanya sekilas aku mendengar karena tidak enak berdiri terlalu lama di dekat mereka.“Mas Arya keterlaluan Sar, hari minggu kemarin aku dan Kia bertemu dengannya di mall. Kia langsung berlari ke arahnya dan memanggilnya ayah, tapi bisa-bisanya