Share

JURNALIS JENIUS MENGUNGKAP MISTERI PEMBUNUHAN
JURNALIS JENIUS MENGUNGKAP MISTERI PEMBUNUHAN
Penulis: HADAZTA

Kedatangan di Desa Tumbal

Danu menggenggam tali kulit usang tas selempangnya saat jip tua yang dikendarainya bergemuruh melewati jalan tanah berliku, dengan dedaunan lebat menyelimuti di kedua sisinya. Semakin jauh dia masuk ke dalam Desa Tumbal, udara terasa semakin berat dengan suasana menyeramkan dan penuh ancaman.

Dia sudah mendengar cerita-ceritanya, tentu saja – bisikan-bisikan rumor yang pertama kali menarik minatnya di kota besar tempat tinggalnya. Penduduk desa yang menghilang tanpa jejak saat bulan purnama, nasib mereka terselubung misteri. Kutukan kuno, kata sebagian orang, sebuah perjanjian gelap dengan kekuatan di luar pemahaman manusia. Inilah jenis cerita yang membangkitkan insting jurnalis Danu, mendorongnya untuk melakukan perjalanan ini demi mengungkap kebenaran.

Ketika jip berhenti di alun-alun desa, Danu merasakan tatapan banyak mata yang mengawasinya. Penduduk setempat dengan wajah yang terbakar sinar matahari, penuh curiga, berhenti dari kegiatan sehari-hari mereka untuk mengamati pendatang baru itu. Ketenangan menyelimuti alun-alun yang biasanya ramai, dan Danu hampir bisa merasakan ketegangan di udara.

Dengan bahu tegap, Danu turun dari kendaraan, pandangannya menyapu bangunan-bangunan beratap jerami sederhana dan pohon-pohon tinggi yang mengelilingi desa seperti penjaga diam. Udara dipenuhi aroma asap dan tanah basah, dan ada dingin yang merayap di tulang belakangnya, seolah-olah tanah itu sendiri memperingatkannya untuk berbalik.

"Kamu pasti jurnalis yang dibicarakan semua orang," sebuah suara dalam menggema dari belakangnya.

Danu berbalik dan melihat seorang pria tua berdiri di pintu salah satu bangunan yang lebih besar, wajahnya yang berkeriput dihiasi dengan janggut yang rapi. Mata pria itu, gelap dan tajam, seolah-olah menembus jiwa Danu.

"Benar," jawab Danu, menegakkan badannya. "Nama saya Danu, dan saya datang untuk menyelidiki hilangnya beberapa penduduk di desa Anda."

Kening pria tua itu berkerut, dan dia menghela napas berat. "Saya Pak Tarman, kepala desa. Saya harus menyarankan kamu untuk mempertimbangkan kembali tujuanmu di sini. Ada... hal-hal di tempat ini yang sebaiknya tidak diganggu."

Danu merasakan dorongan perlawanan di dalam dirinya. "Dengan segala hormat, Pak Tarman, saya sudah datang terlalu jauh untuk hanya berbalik sekarang. Hilangnya penduduk ini telah menarik perhatian seluruh daerah, dan saya berniat untuk mengungkap kebenaran, apapun itu."

Pak Tarman menatapnya lama, ekspresinya tak terbaca. "Baiklah," katanya, mengangguk singkat. "Tapi saya peringatkan kamu, jawaban yang kamu cari mungkin lebih dari yang kamu perkirakan."

Tanpa kata lain, Pak Tarman berbalik dan kembali masuk ke dalam bangunan, meninggalkan Danu untuk merenungkan peringatannya yang suram.

Sambil menyesuaikan tali tas selempangnya, Danu mulai menjelajahi desa, dengan indra yang semakin tajam dan pikiran yang dipenuhi pertanyaan. Penduduk desa, setelah menyadari bahwa dia tidak mudah dihalau, mulai keluar dari rumah mereka, mengamatinya dengan campuran rasa ingin tahu dan ketakutan.

Saat dia berjalan di jalan setapak yang sempit dan berliku, Danu tidak bisa tidak merasakan beratnya tatapan mereka padanya. Udara seolah-olah bergetar dengan energi tak terlihat, seolah-olah esensi tempat itu hidup dan sadar akan kehadirannya. Suara tawa dan percakapan yang biasanya ada di komunitas pedesaan terasa hilang, digantikan oleh kesunyian yang dalam dan menggelisahkan.

Danu tertarik ke pinggiran desa, di mana bangunan beratap jerami digantikan oleh hutan lebat yang tidak bisa ditembus. Pohon-pohon tampak menjulang di atasnya, dengan cabang-cabang yang berkelok-kelok dan berbelit, menebarkan bayangan panjang yang menari di tanah. Danu merasakan gemetar di tulang belakangnya saat menatap kegelapan hutan, imajinasinya membayangkan berbagai kemungkinan yang menyeramkan.

"Hati-hati, orang asing," suara tiba-tiba memanggil, mengejutkan Danu. "Hutan itu menyimpan banyak rahasia, dan tidak semua rahasia itu untuk mata yang ingin tahu."

Danu berputar dan melihat seorang wanita muda berdiri di belakangnya, matanya yang gelap menyipit penuh curiga. Penampilannya cukup sederhana, dengan rambut pendek dan tubuh kekar, tapi ada ketegasan di rahangnya yang menunjukkan kekuatan karakter.

"Kamu pasti jurnalis yang dibicarakan semua orang," katanya, menyilangkan tangan di dadanya. "Saya Sari, dan saya tahu kenapa kamu di sini."

Danu merasakan lonjakan rasa ingin tahu dan optimisme hati-hati. "Mungkin kamu bisa membantu saya," katanya, melangkah ke arahnya. "Saya sudah mendengar rumor, tapi saya perlu memahami kebenaran di balik hilangnya orang-orang ini. Bisakah kamu memberitahu saya apa yang sebenarnya terjadi di desa ini?"

Ekspresi Sari menjadi gelap, dan sejenak, Danu mengira dia akan menolak untuk berbicara. Tapi kemudian, dengan desahan yang pasrah, dia mengangguk. "Ikut saya," katanya, berbalik dan berjalan kembali menuju desa. "Saya akan membawamu ke ibu saya. Dia tahu sejarah tempat ini lebih baik dari siapa pun."

Saat Danu mengikuti Sari melalui jalan setapak yang berliku-liku, dia tidak bisa tidak merasa cemas. Tatapan penduduk desa tampak menekan dari segala sisi, dan kesunyian yang menekan hanya semakin meningkatkan rasa takutnya. Apapun rahasia gelap yang disimpan Desa Tumbal, dia bertekad untuk mengungkapnya, apapun harganya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status