Kelopak mata Faryn mengerjap pelan. Cahaya matahari seolah menusuk tepat di bola matanya mencoba membangunkannya.'Lima menit lagi aku akan bangun', batin Faryn setengah sadar.Ia masih enggan untuk membuka mata dan bangun dari kasur nyamannya ini. Punggungnya pun berbalik mencari posisi yang nyaman. Lalu dahinya berkerut dengan manik masih terpejam.'Sepertinya Hakam menginvasi separuh dari kasur ini', pikirnya kesal. Tangganya terulur hendak mendorong punggung Hakam. Tangannya terus maju dan tidak menyentuh apapun kecuali kehampaan.Perlahan maniknya membuka. Cahaya menyilaukan membuat matanya kembali memejam kembali lalu menyipit. Bola matanya menatap sekitar secara menyeluruh mencari sosok Hakam.Tidak ada. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Hakam.Dan yang paling membuatnya terkejut hingga membuatnya mendelik lebar adalah tempatnya kini berada sangat berbeda dengan kamarnya.Ini bukan kamarnya.Karena Faryn bangkit dengan gerakan yang begitu cepat, kepalanya jadi sedikit pusing. Se
Hakam tidak bisa menyembunyikan senyumnya tatkala memandang wajah lelap Faryn di sisinya. Maniknya terus-terusan mengamati setiap lekuk wajah manis itu.Apakah ia sudah berhasil mengganti kenangan pahit yang lalu dengan kenangan indah malam ini? Oh tentu saja. Hakam sangat percaya diri dia sudah membuat Faryn tidak akan bisa melupakan ikatan mereka malam ini dan seterusnya.Hakam masih bisa mendengar lenguhan yang meluncur dari bibir tipis Faryn saat mereka sama-sama mencapai kenikmatan itu. Dan rasanya ia ingin mengulanginya lagi.Faryn memang sudah tidak perawan lagi saat mereka menyatu. Dan itu karena ulahnya. Hanya saja bagi Hakam sensasi yang diberikan saat mereka melakukannya lagi kali ini, rasanya jauh lebih menyenangkan dibandingkan dengan perempuan lain yang pernah tidur bersamanya.Bahkan Paras sekalipun.Baru kali ini hati dan pikirannya benar-benar tercurah hanya untuk Faryn."Besok boleh minta lagi nggak, ya?" tanya Hakam pelan pada dirinya sendiri. Faryn sama sekali tidak
Hakam tidak melanjutkan tidurnya lagi. Justru dirinya terjaga tanpa merasakan kantuk sama sekali. Sesekali ia membaca artikel di gawainya atau buku-buku yang menarik minatnya di kamar Faryn.Meski sudah melakukan banyak hal agar dirinya kembali tertidur, mengingat malam masih panjang, matanya tak kunjung terpejam. Lalu dia melirik ke arah Faryn yang masih terpejam rapat."Dia mimpi apa, ya? Masa setelah bersenang-senang malah mimpi buruk?" ujarnya tidak terima.Bukankah seharusnya wanitanya ini bermimpi sangat indah hingga tersenyum dalam tidurnya? Dia sudah mengerahkan yang terbaik untuk menyenangkan mereka berdua. Tidak cukupkah?Karena pemikiran itu, Hakam malah tersenyum lebar. "Kalau nggak cukup, bukannya harusnya dia minta diulangi?" Setelah itu ia tertawa kecil sendirian.Isi kepalanya tidak jauh-jauh dari perihal ranjang saja hari ini.Karena sudah tidak berkeringat lagi, akhirnya Hakam memutuskan untuk mandi. Setidaknya itu bisa mengurangi aroma khas yang menyekap di kamar in
Gal menyesap rokok di antara jemari telunjuk dan jari tengahnya. Matanya menatap sekitar dengan malas. sedangkan Hakam di seberang meja bundar di kafe tempat mereka bertemu, sedang menekuni kertas di tangannya."Ini sudah semua?" tanyanya dengan dahi berkerut dan tatapan mata setengah tidak percaya pada Gal.Rokok di tangan Gal ditekan hingga apinya padam pada asbak di atas meja. "Nggak banyak informasi tentang Larva. Dia ...," belum sempat menyelesaikan, Hakam lebih dulu menyanggah ucapannya."Lava. Namanya Lava. Bukan Larva," sahutnya membetulkan kalimat Gal. Tatapannya datar.Temannya ini memang pandai mencari informasi. Meski begitu, ajaibnya Gal sering sekali salah menyebutkan nama saat bersama kliennya. Tapi tentu saja informasinya yang dia dapatkan benar seperti yang dikehendaki penyewa jasanya.Prinsip Gal adalah cari, temukan, dan lupakan."Iya Lava. Dia menghilang sejak berusia dua belas tahun. Tidak ada laporan polisi dan tidak ada pihak keluarga yang mencari. Jelas hanya se
"Kok bisa sih dia yang dipilih jadi sekertaris?""Pasti dia yang merayu sih. Aku yakin. Dari mukanya saja sudah kelihatan kalau dia tipe cewek-cewek yang suka menggoda."Selentingan-selentingan itu terus terdengar saat Faryn masuk ke ruangan hingga ke meja kerjanya.Semua manik mata di ruangan HR menatap ke arah Faryn dengan tatapan beragam. Ada yang tak percaya, menghujat, bahkan ada yang sampai menatap tak suka secara terang-terangan. Berita tentang dirinya yang diangkat menjadi sekertaris dari Bahari, sang pemilik perusahaan, jelas menjadi topik panas di ruangan itu.Sebagai anggota HR, Faryn jelas sangat tahu bahwa segala informasi di dalam perusahaan akan sampai pertama kali di ruangan ini, sebelum akhirnya menyebar secara merata di kalangan karyawan lainnya.Yang dia tidak tahu, Bahari secepat ini mengangkatnya menjadi sekertaris."Eh, itu beneran sekertaris Pak Bahari yang dulu dipecat karena kasus video tak senonoh di kantor?""Iya. Tapi nggak keliatan sih siapa lawan mainnya.
Hakam sudah membaca informasi di lembaran kertas itu berulang kali. Dan setiap kali ia membaca, ia semakin merasa sedih atas nasib yang diterima oleh Faryn."Anak sekecil ini ... bagaimana bisa?"Ia mengusap wajahnya. Lalu membiarkan dirinya lalu dalam perasaannya terhadap Faryn. Sebenarnya semua informasi yang didapatkannya ini lebih detail dibanding sebelum ia mengenal istrinya. Andai ia lebih tahu tentang semua ini, mungkin Hakam tidak akan mengeluarkan kalimat-kalimat kasar di pertemuan pertama mereka.Ada hal yang mendasari kenapa Faryn sampai nekat menjadi selingkuhan Linggar."Tapi ... tetap saja itu nggak dibenarkan, kan? Kenapa harus jadi selingkuhan kalau dia bisa mencari pria lainnya yang belum berstatus? Aku, misalnya. Kenapa dia nggak mendekati aku saja dari awal?"Hati dan logika Hakam saling berbenturan. Ada sedikit rasa cemburu tiap kali logikanya membenarkan tindakan Faryn selama ini."Eh, tunggu dulu. Waktu itu kan aku juga susah berstatus tunangannya Paras," sanggah
"Aku ... aku hanya nggak bisa membayangkannya."Hakam gemas dalam hati. Kalau berdasarkan masa lalunya, seharusnya Faryn tidak sepolos ini. Tapi yang terjadi malah sebaliknya.Wanitanya terlalu polos.Hakam kembali mengulum bibirnya. "Haruskah kita praktik sekarang?" tawarnya."Eh?""Kalau kamu mau tahu, lebih baik kita praktikan saja langsung. Aku nggak bisa menjelaskan kalau hanya dengan kata-kata," katanya datar.Sungguh, Hakam tahu wanita itu hanya penasaran. Dia hanya tidak bisa mengendalikan rasa gemasnya pada Faryn.Faryn menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Aku bukannya ingin melakukannya. Aku hanya penasaran." Kini Faryn sadar ia sudah melakukan kesalahan dengan bertanya pada Hakam."Nggak apa-apa. Aku bisa membantu kamu menuntaskan rasa penasaran itu."Faryn menggeleng cepat. "Nggak ... nggak perlu. Aku sekarang sudah nggak penasaran." Lebih baik dia menghentikan pembicaraan ini sampai sini saja dan kembali fokus untuk menghabiskan makanan."Ayo, segera habiskan. Aku ingin s
Apa yang diajarkan Hakam padanay semalam, tidak banyak membantu. Meski pria itu memang tidak sampai meminta haknya, namun, godaan yang diberikan pada Faryn, malah membuatnya semakin berpikir jauh.Ia tidak sepenuhnya bisa menikmati godaan itu. Akhirnya, Hakam menghentikan semua kegiatan mereka dan mengatakan bahwa sebenarnya yang dibutuhkan oleh Faryn dalam menuntaskan rasa penasarannya adalah dengan tidak lagi memikirkannya."Ck, memangnya semudah itu bisa melupakan rasa penasaran?" decak Faryn sedikit kesal kala mengingat perkataan Hakam.Saat ini, Faryn sudah resmi duduk di kursi sekertari yang berada tepat di samping depan ruangan Bahari. akan lebih mudah baginya sekarang untuk mengintai dan mencari tahu lebih dalam mengenai Bahari."Hari ini rapat jam berapa, Faryn?"Faryn yang masih disibukan dengan pikirannya sendiri, mendongak sedikit. Mendapati Bahari yang tengah berdiri depannya, sedikit membuatnya gugup.Dalam alam bawah sadar, ia etap merasa bahwa Bahari sebagai pemimpin y