Ketika Mayra dihadapkan dengan masalah di mana ia harus serumah dengan 2 keluarga suaminya yang semua kebutuhannya minta dilayani, belum lagi suka keluar masuk kamar pribadi seenaknya. Ditambah sikap Romi selaku suamimya yang terlalu cuek, membuat Mayra menyerah. Hingga akhirnya ia membuat pilihan yang sulit di mana Romi harus memilihnya atau keluarganya, jika memang ia masih ingin mempertahankan rumah tangga.
Lihat lebih banyak“Bu Una tolong saya, itu suami saya sama Silvi ribut di rumah. Tolong pisahin Bu. Takut suami saya khilaf mukulin Silvi,” teriak Bu Tuti di rumah tetangganya.Bu Una yang baru saja bangun dari tidurnya pun masih mencoba untuk mengumpulkan kesadarannya. Apa lagi Bu Tuti yang panik dan sedikit tidak tahu diri ini asal masuk saja ke dalam rumah.Sontak saja Bu Una dan suaminya yang tengah tertidur di ruang keluarga cukup terkejut.“Ibu kok sudah di sini saja?”“Ya habisnya saya tadi ketuk-ketuk enggak ada yang nyahut!”tanpa peduli dengan apa yang terjadi dengan tetangganya Pak Budi yang baru saja mendapatkan kesadarannya kembali tampak mendecak kesal. Sepertinya Bu Tuti juga menyadari hal itu.Apa lagi saat Pak Budi bangkit dan malah pergi ke kamarnya dengan wajah yang tampak marah. Lagi pula siapa yang tidak akan terganggu jika ada orang yang langsung masuk ke rumah tanpa permisi. Mungkin bagi Bu Tuti hal
Melihat ekspresi suaminya yang tampak tegang sontak saja membuat May curiga. Ia mencoba untuk melihat ke sekeliling, mungkin saja ada sesuatu yang bisa memberinya petunjuk. Sayangnya, nihil tak ada sesuatu yang mencurigakan selain wajah suaminya yang kini tampak tersenyum paksa.“Abang abis ngapain?”“Enggak ngapa-ngapain kok, memang kenapa?”“Kok muka Abang begitu?”“Ini sudah biasa kok. Kamu yang aneh, Abang cuma tunggu kamu.”Saat itu karena ingin mengalihkan fokus istrinya Romi memilih untuk kembali melajukan mobilnya. Namun, saat itu hatinya mendadak berdentum-dentum tak karuan kala melihat Mayra mulai mengambil ponselnya.Melihat ada sesuatu yang salah ia pun mulai menatap Romi dengan dahi yang mengerut.“Kenapa sih lihatin terus?” tanya Romi.“Abang abis ngepoin hp aku ya?”“Enggak.”“Bohong.”&ldquo
Bahkan jika Bu Tuti begitu menyayangi putrinya, ia harus berpikir dua kali jika membiarkan kehilangan tambang emasnya. Sekarang dengan berat hati ia harus bersikap tegas pada Silvi. Lagi pula ia juga sangat menyayangi kalung pemberian putranya. Sebenarnya ia yang membelinya sendiri hanya saja uangnya dari Romi.“Ya sudah kasihkan kalungnya kenapa malah diem aja?” tanya Gani yang sudah marah bercampur malu dengan tingkah istrinya,Namun, entah apa yang dipikirkan Silvi ia tak segera melepaskan kalungnya. Seolah ia tidak ingin melakukannya. Sayangnya, meskipun begitu Gani dengan gemas langsung melepaskan kalung itu dari leher Silvi. Ia juga turut memberikan benda itu pada tangan ibu mertuanya.“Maaf ya Bu, lain kali ini enggak akan terjadi lagi,” ucap Gani.Mengingat karakter istrinya yang serakah, ia bahkan lebih percaya Bu Tuti.“Terus gelangnya mana Bu?” tanya Romi.Sebenarnya tanpa bertanya pun ia sudah
Mayra tersenyum saja, sebenarnya seberat apa pun masalah yang ia hadapi, tidak ada yang mengalahkan rasa sakit saat kehilangan kedua orang tuanya. Sendirian di dunia sebesar ini, bukanlah hal mudah untuk dilewati. Mereka datang tentunya tidak dengan tangan kosong. Ada banyak oleh-oleh yang sudah Romi siapkan.“Assalamualaikum,” ucap Romi.“Waalaikumsalam, kamu ngapain ke sini? Lebarannya udah lewat? Baru inget masih punya orang tua?”Mereka baru saja mengucap salam, tetapi sambutan Silvi begitu tak enak didengar.“Kenapa enggak disuruh masuk?” tanya Gani yang kebetulan tengah berada di ruang tamu.“I-iya Mas ini yang datang Romi sama istrinya,” sahut Silvi dengan sedikit gugup.Meski idul fitri akan menjadi momen yang baik untuk saling memaafkan, rupanya tak menjadikan hubungan keduanya lantas membaik. Sepasang suami istri itu bahkan masih tampak kaku satu sama lain.Begitu mendengar Rom
“Aku ingin berubah, Mas.” “Berubah jadi apa? Makin buruk. Aku juga bukan orang suci Silvi, kamu tahu aku pemabuk, tapi aku bisa ninggalin semuanya demi kalian. Apa enggak bisa kamu berhenti cari masalah?” “Aku enggak cari masalah.” “Ini apa? Bahan makanan sebanyak itu kamu buang. Kamu enggak tahu cari uang itu susah.” “Itu bukan aku yang beli, tapi dibawakan Romi.” “Ya Romi juga kerja buat beli semua itu. Bisa enggak mulai sekarang belajar menghargai uang mau sekecil apa pun itu.” “Aku pasti belajar Mas, aku juga sudah banyak berubah ‘kan?” “Apanya yang kamu pelajari, cantik itu enggak hanya kuku yang dicat! Ada banyak cara mempercantik diri kenapa malah begitu kelakuanmu.” “Aku cuma ikut-ikutan saja, Mas. Orang-orang juga bayak yang pakai.” “Ya terus kalau orang nyemplung sumur kamu mau ikut nyebur juga?” “Eng-enggak begitu juga.” “Tidur, aku malas berdebat.” “Aku mau nemenin kamu
“Kamu ini bagaimana sih katanya bisa masak?” keluh Bu Tuti yang sudah sangat kesal dengan kelakuan kedua putrinya yang manja itu.Baru sekarang ia merasa menyesal atas sikapnya yang memanjakan mereka selama ini. Lihat saja dampaknya sekarang, ia bahkan sudah sangat tergantung pada Mayra. Menantunya bahkan tak pernah mengeluh sedikit pun, meskipun ia kerap kali memberikan serentetan pekerjaan yang tiada habisnya setiap menjelang hari raya.“Namanya masak juga ada gagalnya Bu, chef juga begitu kok,” elak Silvi.“Diam kamu! Terus mana Gani! Kok jam segini dia belum pulang. Apa suamimu enggak pulang?” tanya Bu Tuti.“Sudah pulang kok.”“Terus mana sekarang.”“Lagi tidur?”“Sudah kamu kasih makan?”“Sudah indomie.”Bu Tuti hanya bisa menggelengkan kepalanya karena tak habis pikir. Setidaknya jika ia gagal membuat masakan lezat untu
[Buat apa sih kamu ke sana, lagian orang tua Mayra juga udah pada dikubur.]Sungguh dari sekian banyak kata kenapa ia harus menggunakan kata dikubur. Itu sangat menyakitkan. Kebetulan Romi dan Mayra memang sedang menepi di jalan karena tiba-tiba saja Mayra merasa pusing dan mereka lupa membeli minyak kayu putih untuk sekedar meredakan sakitnya. Namun, begitu pusingnya telah hilang, kini berganti hatinya yang sakit.Apa lagi ia tengah hamil, bahkan orang normal saja akan tersingung jika disindir tetang orang tua. Sadar jika istrinya mendengar apa yang dibicarakan ibunya, sontak saja Romi menjauhkan diri.“Abang nelepon di sana dulu ya.”“Iya,” ucap Mayra dengan wajah yang sendu, meskipun begitu ia masih saja memaksakan diri untuk tetap tersenyum.Setelah mengusap pucuk kepala May yang terhalang hijab itu, Romi pun segera menjauh. Ia memilih menelepon tepat di bawah pohon mangga, di sana juga cukup sepi pemudik, jadi suaranya
“Bu yang benar aja ini aku masak sendiri?” tanya Silvi.Ia bahkan nekat menerobos masuk ke kamar ibunya yang sedang ditutup. Sontak saja Bu Tuti yang tengah berganti pakaian mendadak menjerit karena terkejut.“Kamu ini loh memang enggak bisa ketuk pintu dulu?” tanya Bu Tuti yang masih menetralkan detak jantungnya yang masih tidak karuan.“Udahlah Bu, jangan bahas yang lain dulu. Ini ada yang lebih penting.”‘Apa?”“Itu aku masak semua ini sendirian gitu?”“Iya mau bagaimana lagi, ibu mau zakat.”“Ibu zakatnya lama enggak?”“Tergantung, kalau di sana ngantri ya lama.”“Emang biasanya ngantri? Bukannya di kota udah sepi.”“Udah ah, Ibu mau berangkat dulu. Takut keburu malam. Kamu udah zakat belum?”“Udah tadi sore.”“Ya sudah kamu yang masak.”Bu Tuti ya
"Sembab?” tanya Romi sembari mengerutkan keningnya.“Ia abis nangis kayaknya. Aku yakin banget, Mas.”Sejenak Romi pun menatap istrinya. Sontak saja merasakan keresahan suaminya perlahan Mayra mulai mengusap lembut lengan suaminya. Berharap itu akan sedikit menenangkan Romi yang sudah berpikir terlalu jauh.Devi dan Bambang juga memilih untuk berpamitan saat itu juga, mengingat banyak tempat yang harus mereka kunjungi di malam takbir. Terutama orang tua suaminya. Sepeninggalan Devi, bukannya memutuskan untuk langsung pergi, Romi malah terdiam sesaat.“Kenapa?” tanya May yang heran karena suaminya seperti sedang menahan diri, walau dalam hati mungkin ia ingin segera menemui ibunya.“Abang besok aja ke sananya.”“Bukannya Abang khawatir sama Ibu?”“Abang yakin ibu baik-baik aja.”“Mana ada yang baik-baik aja kalau sampai nangis.”“Kalau mem
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.