Perasaan Aditya langsung tersentuh, begitu dengar Safira menyinggung kondisi diriku sekarang ini, maka dia langsung berusaha memencet tombol Hpnya, menghubungi Hpku. Berulang kali dia memencet tombol Hpnya, tapi berulang kali nada tidak aktif terdengar dari Hpku. Aditya menjadi bingung setengah mati. Dia tidak tau bagaimana cara menjumpai atau menghubungi diriku kini. Untuk menjumpai diriku dipemondokannya dia tidak berani, mengingat pesanku melarangnya dengan keras untuk datang kepemondokannya. Mengingat hal ini, terlintas di benak Aditya pikiran buruk tentang hubungan antara laranganku dengan gosip itu, sehingga menimbulkan keragu-raguan Aditya. Tapi Aditya berusaha menepis pikiran buruk tersebut.
“Hp Ana tidak aktif Fir,” ucap Aditya lemah.
“Sudahlah, nanti aku bantu kamu cari tau tentang Ana. Aku akan menjumpai Ana dan akan bicara dari hati ke hati untukmu Dit.”
“Terima kasih Fir, kamu sungguh baik padaku.”
&l
Pulang Kampung. Sesampainya di rumah aku lihat ibuku sedang duduk, sembari melipat pakaian yang baru saja diangkatnya dari jemuran. Akupun langsung membenamkan wajahku ke pangkuan ibuku. Tangisku langsung meledak di pangkuan ibuku. Ibuku mengelus rambutku dengan lembutnya. Dia cukup paham akan tabiatku. Memang kebiasaanku kalau sedang tertekan langsung membenamkan wajahku di atas pangkuan ibuku. Dibiarkannya aku menangis sepuasnya, agar aku menumpahkan seluruhnya ganjalan yang menyumbat dadaku. Setelah tangisku reda dan dadaku tidak sesak lagi, baru ibuku mulai bertanya padaku.“Ada apa nduk, kok kamu begitu sedih…?”Masih dalam dekapan ibuku, aku menghapus sisa-sisa air mata yang mengalir di pipiku, sembari mengadu akan deritaku.“Aku difitnah orang Bu.”“Fitnah bagaimana maksudmu, nduk?”“Masa aku digosipin kumpul kebo dengan Andrew di pemondokan.”“Tapi kamu
“Hai Ana, kapan sampai? Kok tak memberi kabar padaku kalau kamu mau pulang?” tanyanya, sembari menyandarkan motornya.“Huh… tak aku beritaupun kamu sudah tau aku berada di rumah, gitu. Aku lihat kamu seperti memiliki indra keenam ya Gie? Atau kamu pakai paranormal untuk memantau keberadaanku ya?” sidirku.“Huuu, kamu mengada-ngada saja Ana… Emangnya aku dukun apa?” balas Gilang.“Kaliiii.”“Kalau aku dukun sudah aku buat kamu jadi isteriku dari dulu-dulu Na.”“Tak uk,uk, yaouuu…”“Eh, ngomong-ngomong tumben kamu pulang ke kampung di saat begini, ini pasti ada apa-apanya nih?” tanya Gilang mengalihkan pembicaraan, sembari duduk di sampingku.Aku terdiam begitu Gilang menyinggung perasaanku, aku lantas membuang pandanganku jauh ke lembah bukit, ke arah perkampungan di bawah sana.Perubahan rona wajahku tak luput dari per
“Tenang Drew, peluangmu masih terbuka untuk mendapatkan Ana,” ujar Joni.Semangat Andrew kembali bangkit, begitu dia dengar dirinya masih berpeluang mendapatkan diriku, menurut Joni.“Peluang bagaimana Joni?” tanya Andrew dengan antusias.“Huh!!! Giliran dibilang masih punya peluang langsung bersemangat. Dasar babudung,” dengus Anton.“Iya ini Andrew, giliran terjepit ketakutan kayak tringgiling,” timpal Raka.“Tenang kawan. Andrew kan teman kita, ya nggak?” sela Joni, sembari menepuk-nepuk bahu Andrew. “Nah, kewajiban kita untuk membantu memuluskan harapannya, ya nggak?”“Bantu, ya bantu. Tapi kalau bantu membawa celaka, lain ceritanya. Bayarannya pun ya harus mahal juga, setimpal dong dengan usaha yang dilakukan,” celetuk Raka.“ Tenanglah kawan, masalah bayaran itu kecil. Jangan takut, aku tanggung beres nanti,” tukas Andrew.
Safira dapat membaca kesedihan hati Aditya dari roman wajah Aditya yang mengkerut. Aditya merasa bersalah tidak mampu bertindak selayaknya, sebagai orang yang sangat dekat dengan diriku, bisik Safira.“Tapi dari hasil pembicaraanku dengan Widya dan Cinthya, aku lihat dibalik gosip yang beredar ini, kelihatannya ada konspirasi untuk mendeskreditkan dan mempermalukan Ana,” sambung Safira.Aditya terperangah dengar omongan Safira. Dia tidak duga ada orang yang setega itu untuk menjatuhkan harga diri diriku. Makanya dia langsung menoleh menatap tajam Safira, ingin tau kelanjutan dari perkataan Safira.“Di sini ada persekongkolan dengan maksud tidak baik terhadap Ana maupun dirimu.”“Maksudmu Fira?”“Ada dua pihak yang berkepentingan di balik penyebaran gosip ini. Satu pihak menginginkan Ana menyingkir dari sisimu dan satu pihak lagi menginginkan Ana jatuh dalam perangkap dirinya.”&
“Sorry Gie, jika pertanyaanku ini menyinggung perasaanmu. Ternyata Gilang yang kocak dapat juga merasakan sedih, ya!”“Tidak apa-apa Ana. Inilah masalahku. Aku terlalu banyak menghabiskan waktuku hanya untuk hura-hura, sehingga kuliahku menjadi tercecer. Belum lagi kedua orang tuaku sekarang ini sering sakit-sakitan. Sebagai orang batak, kamu kan tau sendiri. Aku sebagai anak pertama tentu sangat diharapkan sebagai penerus keluarga. Untuk itu, mereka sangat mengharapkan aku segera menikah. Orang tuaku sangat berharap dapat menimang cucu dariku,” ujar Gilang dengan serius. Ternyata dia bisa juga serius.“Lha, masalah kedua kan mudah kamu lakukan, bukannya kamu sudah menjalin hubungan dengan Nania. Kawin saja kalian, kan beres. Kalau masalah pertama, maka kamu harus lebih serius belajar. Nah, kalau kamu sudah terikat dalam ikatan suami-isteri dengan Nania, tentu sifatmu yang suka hura-hura, main cewek dan jalan akan terkendali. Kamu bisa leb
“Lantas, kalau orang yang dicurigai itu sudah aku dapat, apa aku harus melabrak mereka Gie?”“Ya jangan Ana. Malah kamu bisa makin terpojok nantinya karena kamu tidak punya barang bukti,” tukas Gilang. Lalu lanjutnya, “Jika kamu telah mengetahui orang dan motifnya membuat gosip itu, maka dapat kamu jadikan dasar bagaimana sikap dirimu untuk mengantisipasi perkembangan gosip itu.”“Mauku itu, nama baikku segera dibersihkan dan dipulihkan, sehingga orang tidak menduga yang macam-macam padaku, Gie.”“Maksudmu seperti di infotainment yang disiarkan tv itu, dengan melakukan klarifikasi begitu.”“Ya semacam itulah.”“Ana, Ana… Tidak semudah itu, seperti yang kamu inginkan. Kecuali kamu dapat memaksa dalang penyebar gosip mengakui perbuatannya dan meminta maaf padamu. Untuk membuktikan siapa dalangnya saja kita sangat kesulitan, bagaimana kita mau memaksanya mengakui perb
Induk semangku ini sama saja dengan cucunya yang selalu membuat diriku menjadi kesal juga. Aku sungguh direpotkan dengan keinginannya yang suka main perintah dan harus dipatuhi segala. Seharusnya induk semangku ini ngaca diri, bahwa aku ini bukan apa-apanya dan aku di sini itu bayar pemondokan. Daripada aku semakin pusing, maka aku berniat untuk menolak perintahnya itu.“Maaf amangboru, aku tidak bisa memenuhi keinginan amangboru. Aku rasanya mau istirahat dulu, badanku terasa sangat letih dan aku pun harus mempersiapkan diri untuk kuliah nanti.”“Ah, ini masalah penting Ana. Istirahatmu tunda saja nanti malam. Perempuan itu tidak baik kalau terlalu banyak tidur siang. Nanti badanmu bisa bongsor kayak si Ratna ini,” sergah induk semangku.“Ih, amangboru mengapa pula aku dibawa-bawa segala. Tidak ada itu kaitannya antara tidur siang dengan ukuran tubuhku. Ukuran tubuhku ini memang sudah turunan dari kedua orang tuaku,” potong R
Ketika jam sudah menunjukkan hampir pukul satu siang, aku masih uring-uringan di atas pembaringan. Perasaan tak enak tiba-tiba menyelusup ke dalam hatiku, sehingga membuatku enggan untuk memenuhi keinginan induk semangku itu. Kebetulan saat ini, aku sendirian di kamar pemondokanku. Sedangkan Ratna sudah pergi ke kampus untuk mengikuti perkuliahan.Saat aku masih uring-uringan, tiba-tiba pintu kamar pemondokanku di ketuk orang dari luar. Dengan perasaan berat, aku turun juga dari atas tempat tidurku. Aku membuka pintu kamar pemondokanku dan ingin melihat siapa yang mengetuk pintu kamarku barusan. Ternyata pembantu induk semangku membawa pesan dari majikannya untuk memanggilku dengan embel-embel “segera”.Dengan perasaan gondok, aku suruh pembantu itu pergi duluan dan aku menyusul belakangan. Aku ingin mandi dulu, ujarku. Akupun dengan terpaksa memasuki kamar mandi untuk mengguyur tubuhku dengan air dingin. Aku guyur sekujur tubuhku dengan air sepuasku. Aku i