Wolf bergegas melangkah keluar diikuti Reza di belakangnya. Langkahnya yang besar dan tergesa membuat sang sekretaris kesulitan untuk mengejar. "Brengsek!" umpat Wolf kesal dikala melihat semua karyawan berkumpul layaknya penonton sebuah konser.Reza yang sudah berada di belakang Wolf lekas membelah kerumunan dan memberikan bosnya jalan. Jantungnya berdegup kencang memikirkan kemarahan yang akan mengguncang seluruh isi perusahaan. Tepat berada di depan, Wolf melihat dua orang wanita sedang menarik paksa tangan Yuriko. Beruntung, ada Nana yang membantu menahan."Apa yang kalian lakukan pada istriku?!" bentak Wolf murka.Teriakannya berhasil membuat semua orang terdiam. Apalagi dua wanita yang menarik tangan Yuriko. Mereka berdua langsung membeku bagai bongkahan es di kutub."I-istri?" batin semua orang bertanya-tanya. Mereka menatap Yuriko tidak percaya.Sejak kapan Yuriko menjadi istri dari CEO di perusahaan itu? Sejak kapan wanita berwajah pas-pasan seperti Yuriko mengalahkan wanita
Jantung Yuriko seolah ingin melompat keluar. Bagaimana kalau Wolf semakin penasaran dan menarik tangannya? Lalu, bagaimana kalau Wolf melihat riasan wajahnya yang berantakan hingga hampir menunjukkan wajah aslinya?"Aku tanya kenapa kau diam saja, Yuri?" tanya Wolf membuat Yuriko semakin panik."Ti-tidak ada," sahut Yuriko terbata."Kalau memang tidak ada apa-apa, ya sudah lepaskan tanganmu," ujar Wolf masih berencana membongkar wajah asli Yuriko."Tidak mau," tolak Yuriko.Penolakannya bertepatan dengan pintu lift terbuka. Jadi, Yuriko langsung berlari keluar berusaha menyelamatkan diri. Meskipun demikian, ia tetap tidak akan bisa lari jauh. Tujuannya adalah ruang kerja Wolf karena jika kembali ke bawah, akan ada banyak karyawan yang memergokinya."Astaga, Yuri-Yuri," gumam Wolf gemas sambil menggeleng pelan. Ia berjalan perlahan mengikuti Yuriko sampai di ruangannya."Aku pinjam toilet sebentar, Mas," kata Yuriko sambil melangkah ke arah kamar mandi yang ada di ruangan itu."Untuk a
Yuriko melempar surat perjanjian itu ke wajah Wolf. Ia benar-benar kecewa dengan apa yang telah Wolf lakukan padanya. Ingin rasanya ia membayar royalti dan lepas dari perjanjian itu, tetapi jumlahnya tidak bisa dibayangkan. Sepuluh kali lipat dari yang telah ia terima saja ia tidak mampu, apalagi harus menggantinya sampai seratus kali lipat."Kenapa kau diam saja? Jawab! Jawab!" Yuriko melangkah maju dan mencengkeram kerah kemeja Wolf. Kemudian, ia lanjut bertanya sambil mengguncangnya, "Kenapa? Kenapa kau melakukan ini padaku, huh?!""Karena aku mencintaimu, Yuri. Aku melakukan semua ini karena aku ingin kau menjadi milikku," jelas Wolf.Akhirnya, terlontar kata cinta itu meski sebelumnya Wolf ragu untuk mengutarakan perasaannya. Awalnya, ia takut cintanya akan bertepuk sebelah tangan dan ia juga takut akan ditolak. Dan sekarang, ia terpaksa mengutarakannya karena situasi."Apa? Cinta? Cinta kau bilang?" Yuriko tertawa terbahak-bahak mendengar kata cinta keluar dari mulut Wolf, "Kau
"Yuri? Apa benar begitu?" tanya Nenek Yuana. Ia sama sekali tidak berpikir bahwa rencana Wolf akan terbongkar begitu cepat."Maksud Nenek?" Yuriko mengerutkan keningnya balik bertanya."Sejak awal, nenek tahu kalau Wolf berusaha menjebakmu dengan adanya nikah kontrak," sahut Nenek Yuriko menjelaskan.Ia merasa Wolf tulus mencintai Yuriko. Bahkan sejak awal, ia sudah yakin kalau Wolf tidak main-main dengan perasaannya. Itulah alasan mengapa ia mendukung seratus persen rencana Wolf. Dan sekarang, di saat Yuriko sudah tahu segalanya, sudah saatnya baginya untuk meyakinkan cucu semata wayangnya."Apa?" terkejut Yuriko.Dengan manik mata dan mulut yang terbuka lebar, Yuriko menatap neneknya. Ia tidak tahu apa yang ada di pikiran neneknya sampai-sampai mendukung rencana Wolf untuk menipunya. Padahal, sang nenek tahu kalau ia sangat-sangat tidak menyukai pria berparas tampan."Kalau tahu, kenapa Nenek diam saja? Kenapa tidak bilang sama Yuri?" tanya Yuriko tidak habis pikir."Sebentar." Nene
"Tolong jangan bercanda, Nek, ini sama sekali tidak lucu. Yuri benar-benar tidak suka candaan Nenek kali ini." Yuriko mengguncang pelan lengan neneknya. Namun sayangnya, sang nenek justru bersikeras untuk memejamkan matanya, "Baiklah kalau Nenek ingin Yuri menerima Mas Wolf sebagai suami dan memperlakukannya dengan baik. Yuri janji, Yuri akan melakukannya, tapi Nenek harus bangun. Sudah cukup bercandanya," imbuhnya berjanji.Meski tidak mendengar suara nafas dan pergerakan apa pun dari sang nenek, bahkan jantungnya pun sudah berdegup kencang mengetahui sesuatu yang buruk terjadi. Namun, Yuriko berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa sang nenek hanya tertidur saja."Nenek mengantuk? Ya sudah, Nenek tidur saja dan Yuri akan menemani Nenek di sini." Yuriko kembali duduk dan menatap neneknya sambil tersenyum.Kedua sudut bibirnya dinaikkan sempurna, tetapi tatapan matanya tidak bisa bohong. Manik matanya memancarkan kesedihan yang teramat dalam dan kaca-kaca penghalang pandangan siap un
Perlahan, dengan tangan yang gemetar Yuriko membuka lipatan kertas itu. ["Untuk cucuku tersayang, Yuriko."Baru melihat kalimat pembuka, air mata Yuriko kembali menetes. Di sana, tertulis namanya dengan kata sayang yang akan selalu ia rindukan nanti.["Sebenarnya setelah operasi, perut nenek masih sering terasa sakit. Nenek menanyakannya pada dokter dan diperiksa. Kemudian dokter menyarankan agar nenek dioperasi lagi, tapi nenek menolak."Manik mata Yuriko terbuka lebar-lebar. Bagaimana bisa ia tidak tahu kalau sang nenek masih mengalami sakit perut meski sudah dioperasi?["Nenek pikir, nenek sudah terlalu tua. Meskipun melakukan operasi ulang dan sembuh, nenek yakin akan muncul penyakit lainnya. Nenek lelah merepotkanmu terus-menerus. Jadi nenek mohon, jangan salahkan dokter atas apa yang menimpa nenek."Air mata Yuriko sudah langsung menganak sungai. Demi Tuhan, ia tidak pernah merasa direpotkan sama sekali. Ia justru ingin neneknya sembuh, tidak peduli dengan cara apa ia mendapatk
["Yuri, cucuku sayang. Ada hal penting yang harus kau tahu. Sebenarnya bukan ayahmu yang selingkuh, tapi ibumu. Beberapa tahun setelah kau dilahirkan, nenek memergoki ibumu bermesraan dengan seorang pria dan ternyata ayahmu pun sudah tahu.""Ma-mama? Bagaimana bisa? Kenapa kesedihan dan luka Mama justru sangat terlihat bukannya Papa. Sumpah demi Tuhan, aku tidak bisa membayangkan betapa hancurnya Papa dulu," bisik Yuriko dalam hati.Mata dan mulut Yuriko terbuka lebar. Air matanya mengalir begitu deras membayangkan bagaimana ia membenci ayahnya selama ini. Padahal, orang yang seharusnya mendapat kebencian darinya adalah sang ibu.["Setelah kau beranjak dewasa, Ibumu memutarbalikkan fakta dan menyalahkan ayahmu. Hingga pada akhirnya, kalian mengalami kecelakaan.""Mama benar-benar kejam. Kenapa di mobil waktu itu Mama bersikap seolah Mama orang yang paling menderita? Seharusnya Papa ... Seharusnya Papa yang menderita karena kecurangan Mama," batin Yuriko menangis. Air matanya jatuh me
Wolf sedikit menjauhkan tubuhnya. Ia kembali menyentuh jemari Yuriko dan meremasnya perlahan. Lalu, ia menatap manik mata indah wanita yang sangat dicintainya."Aku ... Aku apa, Yuri?" tanyanya tidak sabaran."A-aku ma-mau mencoba menjadi istri sungguhanmu," jelas Yuriko terbata.Meskipun masih terdengar sangat ragu-ragu, tetapi Wolf tidak mempermasalahkannya. Yuriko sudah mau mencoba menjadi istri yang sesungguhnya saja sudah membuatnya sangat bahagia."Baiklah, mari kita coba," ujar Wolf bersemangat."Tunggu! Apa kau tidak marah?" tanya Yuriko terkejut. Ia pikir, Wolf akan marah atau kecewa karena hubungan pernikahannya dijadikan sebagai bahan percobaan. Akan tetapi, ia justru mendengar jawaban di luar bayangannya."Kenapa aku harus marah?" tanya Wolf sambil mengedikkan bahunya."Tidak, sih. Hanya saja ... Ah, sudahlah. Sekarang bawa aku pulang ke rumah dulu," sahut Yuriko bingung."Rumah yang mana? Rumah kita?" tanya Wolf tidak paham.Awalnya, Yuriko langsung merapikan posisi dudu