Share

05 | Lagi-lagi Kamu!

"Gila lo cantik banget, Mei!" puji Naya saat melihat presensiku. Gaun coklat pastel selutut yang kukenakan nampak sempurna, seolah tercipta untuk menghiasi tubuhku. Meski bagian punggungnya sedikit terbuka tapi aku tak memungkiri bahwa kini aku nampak seperti putri-putri Disney. Jika saja keluarga Haji Syamsudin tahu aku memakai dress ini pasti mereka langsung menyebutku kebarat-baratan dan memancing fitnah. Huh, dasar kolot!

"Perasaan kalo gue pake ini, gaunnya jadi biasa aja, kenapa kalo lo pake jadi kelihatan mewah gini sih, ih sebel!" lanjutnya. "Bikin iri aja deh lo!"

Naya memang seorang fashionista, ia menyukai gaun dan pakaian yang dikeluarkan oleh rumah mode ternama. Kadang suaminya sampai geleng-geleng kepala dengan kebiasaan shopping Naya yang suka tidak lihat dompet. Dari semua gaun pesta di walking closet miliknya, Naya memilihkan gaun yang kukenakan saat ini. Tak tanggung-tanggung, gaun ini pernah masuk dalam video klip artis KPop.

Aku hanya tertawa, "I'm definition of fashion it self." Kemudian aku memutar tubuhku, memamerkan bagaimana dress ini membuat level kecantikanku naik. Sialan, sebuah baju ternyata mampu merubah suasana hati seseorang. Pantas saja banyak yang picky dan pilih-pilih dengan pakaian dan OOTD yang mereka kenakan. "Makasih buat pinjaman bajunya, Nay."

Naya mengibaskan tangannya, "Sama-sama. lo ambil juga gak apa-apa, Mei. Gue jarang pake ini sih."

Kedua netraku berbinar, "Seriously? Beneran buat aku?" Aku melongo, "Tapi ini kan mahal banget, kamu gak mabok kan?"

"Anjir, dikira mabok gue." Naya mengacungkan jempolnya, "Serius ini buat lo, itung-itung sedekah buat yang habis kena sial dan diputusin pacarnya."

"Kurang ajar," aku mendelik saat Naya mulai membahas nasib hidupku yang sepertinya tidak kunjung menemukan bahagia. Seolah kesenangan hanyalah wacana yang tak akan terealisasi. Mimpi tiada menjadi nyata. Duh, aku jadi teringat lagi dan mulai mengeluh.

"Wow, kembaran gue cantik banget!" seru Marvin di ambang pintu. "Gila lo juga Nay, jangan cantik-cantik. Lo mau godain siapa lagi? Inget suami lo masih dinas di Jepang, senpai!"

Naya mendecih saat mendengar suaminya yang kini masih terikat kontrak kerja di Jepang selama satu tahun ke depan. "Gue setia ya sama si Aksa! Emang kayak lo yang hobi memanfaatkan tampang buat mematahkan hati perempuan!" Kemudia ia mendady berbinar, dan berdiri di samping Marvin, "Anjrit, kenapa lo jasnya Aksa cocok banget buat lo. Perasaan Aksa kalo pake ini gak berubah jadi Jaehyun NCT!"

Tanadaksa Prayogi, nama suami Naya. Memiliki pekerjaan bergengsi di salah satu start up di Jepang setelah menamatkan kuliahnya di sana. Naya dan Aksa bertemu saat sepupuku ini mengikuti student exchange, merasa cocok dan sama-sama suka anime, Naya dan Aksa semakin dekat. Mereka tidak berpacaran dan hanya bersahabat, hingga saat Naya hendak kembali ke tanah air, dengan manis Aksa melamar sepupuku dan berjanji akan menikahinya saat mereka menyelesaikan studi masing-masing.

Sudah dua tahun mereka menikah, sebulan atau tiga bulan sekali, Naya pergi mengunjungi suaminya karena Long Distance Relationship. Naya kini bekerja sebagai salah supervisor marketing kosmetik yang menyasar anak muda, sementara Aksa menjadi back end developer. Ah, aku tidak terlalu paham pekerjaan suami sepupuku itu. Naya bilang, suaminya akan menyelesy kontrak akhir tahun ini dan pulang ke Indonesia.

"Mata lo cakep, Nay! Tau aja kalo gue ganteng," celetukan Marvin disambut getokan di kepala oleh Naya.

"Dipuji sekali aja belagu lo!" gerutu Naya.

Marvin terkekeh kemudian ia berkata, "Ladies sekalian, ini udah pada selesai belum dandannya? Sopir ganteng udah siap nemenin!"

Aku dan Naya reflek gumoh mendengar ujaran Marvin.

"NYESEL GUE MUJI LO!"

"Gak kenal, dia bukan kembaranku!"

***

Pernikahan sahabat Naya sangat mewah dan megah. Kata Naya, untuk acara akad mengusung adat Sunda sementara saat resepsi memakai tema modern. Garden party seperti pernikahan para selebriti Hollywood. Hutan pinus dan cemara berpadu dengan lampu neon dan dekorasi putih gading serta coklat. Mejanya mewah dengan sentuhan gaya bohemian. Sementara podium dan panggung kecil dipenuhi bunga-bunga.

Mewah dan sangat aesthetic.

Makanannya pun super lengkap dan banyak. Sepertinya masakan satu nusantara tumpah ruah di sini. Masakan Jawa, Bali hingga masakan Padang menjadi favorit dan primadona di sini. Untung saja meskipun mengusung konsep modern, hidangan dan sajian di sini tetap masakan nusantara. Rendang dengan daging empuk dan bumbu super legit sangat menggoda, sementara sate Madura dan Padang juga menggoda untuk dicicipi. Jangan lupakan soto lamongan dan gulainya. Marvin sudah makan piring ke tiga.

Aku tidak bisa menghitung berapa banyak dana yang dikeluarkan untuk pesta pernikahan mewah ini. Pastinya sudah membuat jiwa miskinku ingin dicabut saja jika melihat nominalnya. Sewa tempat, dekorasi, hingga konsumsi tentu menghabisi banyak biaya. Aku heran sekali dengan orang kaya, menghabiskan bajyak uani untuk memuaskan keinginan yang kadang konyol.

"Temen kamu yang mana sih?" tanyaku pada Naya. Aku penasaran sekaya apa orang tuanya hingga mampu menggelar pesta pernikahan ala anak Presiden bahkan Raja Arab. Jangan-jangan mereka memiliki gunung emas atau memiliki pulau pribadi yang terbuat dari intan dan permata.

"Yang cowok itu punya adik, nah adiknya itu temen gue dulu pas exchange ke Jepang." Naya menunjuk pengantin pria yang berwajah oriental dengan postur tinggi dan berbagi lebar. Selain kaya raya pasangan pengantin itu memiliki wajah yang luar biasa tampan. Wajahnya mirip Park Seojun dan ia menjadi jajaran orang terkaya di Indonesia. Hidup sangat tidak adil, bagaimana bisa ada orang yang memiliki segalanya semeny ada yang tak mempunyai apa-apa. Hukum Tuhan kadang membingungkan.

"Gila pergaulan lo elit banget, Nay," kata Marvin setelah mengambil lontong dan sate. "Emaknya temen lo ada yang janda gak? Gue pengen dinikahin jadinya. Hidup santai-santai gak pake kerja."

Naya langsung menyumpal mulut Marvin dengan kerupuk udang dari nasi rames di piringnya. "Gue gak mau punya sepupu ipar tante-tante, gak usah ngadi-ngadi lo, Marvin Cokroaminoto!"

Marvin segera mengunyah kerupuk dengan wajah kesal. "Namanyhaaaa jughaaa usahhaaa, Bhuuu. Masha ghaak bolheeeeh."

"Oh ya Nay, kira-kira kamu ngenalin aku sama yang mana nih? Temen kamu yang kebelet nikah," tanyaku memutuskan perdebatan Naya dan Marvin yang jika dibiarkan bisa mengakahy sinetron Tukang Bubur Naik Haji.

"Benar-bentar, dia bilang tadi masih mau ketemuan sama temennya sih," kata Naya, lntas celingukan.

"Ada fotonya gak? Aku penasaran gimana orangnya," kataku. Aku tidak tahu apapun tentang pria yang ingin dikenalkan Naya padaku. Naya bilang pria itu super pintar dan ahli di bidangnya. Usianya dua tahun lebih tua dari aku, Marvin, dan Naya.

Naya menggeleng, "Dia gak suka difoto, padahal ganteng banget. Tatapan matanya tajam dan bikin deg-degan, pokoknya bikin ja—" Ucapan Naya terpotong saat gawainya berdering, sebuah nama dengan emoticon hati muncul.

Sial, kenapa di saat penting seperti ini Aksa harus menelpon.

"Gue angkat dulu, nanti Aksa ngamuk lagi," kata Naya, "lo pergi ke area dessert aja deh, pura-pura ambil es atau apa gitu. Temen cowok gue kayaknya pada di sana. Dia kayaknya di sana juga." Begitu saja Naya pun menjauh dari keramaian bersembunyi di antara pohon pinus demi mengangkat panggilan suaminya. Dasar!

Aku menatap Marvin yang fokus menikmati sate dan lontongnya. Merasa diamati Marvin menatapku, "Aphaaa? Ghueee ghak mhauu berbhaghii shaaate!" Mulutnya penuh dan ia berbicara. Kebiasaannya sangat buruk, ck ck ck.

Aku menggeleng, Marvin tidak bisa diandalkan. "Kamu mau apa buat dessert? Aku ambilin sekalian."

"Es krim yang di box itu enak deh, Mei. Ambilin itu dong," katanya setelah suapan terakhirnya ia telan. Kemudian ia meraih gawaiinha dan bermain game di sana

Aku memberi tanda oke dan menuju tempat dessert. Mencari pesanan Marvin dan mencari kesukaanku. Menilik segala makanan ada di sini, seharusnya dessert dengan sentuhan yoghurt juga ada dong, ini kan pernikahan sekelas Raja Minyak. Aku celingukan mencari dimana keberadaan teman-teman yang Naya ceritakan. Karena entah bagaimana tempat dessert sepi. Semua orang sibuk melihat souvenir emas batangan atau berdansa kala lagu Akad dicover oleh Raisa.

"Gimana sih Naya, katanya mereka ada di sini!" gerutuku sembari mengambil pesanan Marvin. Tapi dwinetraku yang sejeli elang, menemukan deretan salad buah dengan yoghurt di dalamnya, tersisa tiga box. Tapi aku merasa aneh, seperti sesuatu memaksaku untuk menoleh ke samping, mencari tahu apa yang mengusik diriku. Aku tak bisa mengabaikan keinginan dalam diriku. Aku pun memiringkan wajah. Tak kusangka pandanganku menemukan dia.

Lagi-lagi dia!

Jelas aku masih ingat dengan cowok yang mendoakanku dengan nada sarkas. Dia yang ingin merebut yoghurt milikku di mini market waktu itu. Aku menyipit memandang penuh kekesalan. Tapi kekesalanku luntur saat melihat lelaki dengan setelan semi formal, jas biru tua dan kaos dari merk ternama Gucci tersemat. Dandannya sangat mewah dan ia lumayan tampan juga. Tunggu, aku seperti pernah melihat pemuda itu selain di toserba. Dimana kami pernah bertemu?

Hah apa-apaan ini? Kenapa dia jadi ganteng kayak gitu. Ah sial!

Aku melihatnya, menatap sayu dengan dan beberapa tetes air mata yang membasahi pipi. Aku mengikuti arah pandangannya. Aku terkejut saat mendapati objek apa yang ia lihat. Rupanya ia menatap presensi kedua mempelai yang nampak tersenyum bahagia dan pamer kemesraan saat bercengkrama dengan para tamu undangan.

Dia menangis di pernikahan?

Apa mungkin mempelai wanitanya adalah mantan kekasihnya.

Gila, mantannya secantik super model dan kaya raya!

Aku berdecak.  Merasa iba sekaligus kesal pada lelaki yang bisa-bisanya menangisi wanita yang sudah menjadi istri orang lain. Ia menyedihkan saat menangis sendiri. Dia mengingatkanku pada diriku sendiri saat menangisi persenglingkuhan Adi.

Segera kuraih tiga salad buah dengan siraman yoghurt tadi  Aku melangkah lebar-lebar menuju ke arahnya. Berdiri tepat di sampingnya, ikut menyaksikan moment manis Sang Raja dan Ratu sehari itu.

Ia belum menyadari presensiku, hingga akhirnya aku berdeham.

Responnya?

Tentu saja kaget dan buru-buru menghapus setitik air matanya dengan kesal. Kemudian ia menoleh kepadaku. Kedua netranya yang memerah melotot seolah ingin keluar. Mengerikan juga melihatnya marah seperti itu, air mukanya persis dengan dosenku saat melihat judul penelitian untuk tugas akhirku yang sangat ngawur dulu.

"Kamu yang mencuri yoghurt saya kan." Ia berdecak, "Lagi-lagi kamu!  Ngapain kamu di sini, huh!"

Aku merotasikan kedua netraku, "Yang mencuri siapa? Aku bayar, bukti pembayaran belanjaannya aja masih ada di mobil Marvin!" ketusku sengit. Tidak mau kalah darinya yang tiba-tiba menyembur penuh kekesalan. Dasar, rupanya ia memiliki ingatan yang kuat dan seorang pendendam.

Ia mendengus, masih menatapku kesal dengan pandangan matanya yang tajam.

Aku langsung mengangsurkan dua kotak salad dengan yoghurt itu kepadanya. Ia menatapku dan dua box itu secara bergantian. Belum sempat ia bertanya aku lebih dulu menyahut ketus. "Salad buah extra yoghurt, satu buat ganti yoghurt yang di minimarket ...."

Ia menatapku bingung tapi entah bagaimana terlihat ganteng, hah!

"....yang satunya buat penghibur karena ditinggal nikah," lanjutku.

Ia membeku sesaat, air mukanya tak terjelaskan, entah cemas, entah takut, entah ingin marah, tapi ia hanya diam. Tatapannya itu tajam tapi menawan.

Aku menepuk bahunya pelan, "Kalau gak siap lihat mantan nikah ya gak usah kondangan, dari pada nangis ngenes di pojokan kayak gitu mending nonton anime atau streaming serial Netflix aja di rumah."

Pemuda itu masih membisu mendengar ejekanku.  Ia terpaku dan tak berkutik sama sekali.

Aku tertawa jahat dalam hati. Rasanya menyenangkan bisa membuat pria yang hobi menggerutu itu tak bisa berkutik. Aku melangkah menjauhinya dan tersenyum penuh kemenangan hingga Naya menghampiriku dengan senyum cerah, ia melambaikan kedua tangannya. Aku hendak membalas lambaian Naya yang terlihat sangat anggun dan elegan. Tapi sebuah sapaan yang keluar dari mulutnya membuatku tertegun.

"Mas Tresna ganteng!"

Mas?

Tresna?

Ganteng?

Hah?

Naya memanggil seseorang di belakangku. Gadis itu segera berlari kecil dan mendekatiku sembari berbisik di telinga, "Wah, lo tadi udah ngobrol sama Mas Tresna, langkah bagus."

Langkah bagus?

Ini bencana, Nay!

Gadis itu mengamit lenganku dan mengajakku berjalan mendekati pemuda yang ternyata bernama Tresna ini. "Mas Tresna, ini Meilavia. Sepupu yang kemarin aku ceritain."

Pemuda itu menatapku dengan seringai, senyumnya sinis namun tampan secara bersamaan. Aku sepertinya gila karena sempat mengagumi wajah cowok ini. Hah, aku baru menyadarinya sekarang.

Tiba-tiba gawai Naya berdering lagi, "Waduh bentar ya Mas, ini suami gue nelpon lagi."

Naya meninggalkan kami dan sekarang rasanya aku ingin teleportasi ke Wakanda saja.

"Kamu mengejek saya karena menangis di pernikahan orang," ujarnya dingin. Kemudian ia melanjutkan, "Tapi kamu menangis kencang seperti orang gila di cafe kemarin."

Hah? Bagaimana dia bisa tahu?

[]

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status