Share

Pengagum Wanita Berhijab

Duhai sang gadis berhijab yang mempunyai senyum yang manis, yang duduk dibangku taman.

aku hampiri dia “ka boleh kenalan” ucap aku,

dia hanya melemparkan senyuman saja kepada ku,

dan menjawab “boleh kok, nama kamu siapa”, ucap dia.

Sungguh bergetarnya hatiku ketika dia langsung menanyakan namaku,

aku menjawab “nama aku tias ka, boleh minta kontaknya gituh ka, w******p atau apalah”

sambil tersenyum malu, tak lama dia memberi potongan kertas kepadaku yang berisikan nomer telpon.

Wanita itu adalah Suci. Suci adalah wanita yang baik, ramah, percaya diri, saat itu aku mulai mendekatinya, sama sama memberi perhatian, dan pada akhirnya aku meminta dia untuk menemani aku untuk pergi futsal dan mengambil mesin vespa untuk dipasangkan diallysa.

Saat aku jemput didepan rumahnya, dia hanya melemprakan senyum kepada ku dan naik ke motor ku, aku mengobrol di motor sambil menyetir, bercanda bareng, saling tertawa.

“karena pada dasarnya cowok yang ganteng bakal kalah sama cowo yang slalu bikin tertawa”.

Dilapangan futsal aku mulai mengganti pakaian ku dengan seragam team futsal. Dia hanya melihat ku saat bermain, saat kulihat dia sambil tersenyum, dia membalasku dengan senyumannya.

aku berfikir apakah dia menaruh harapan kepada ku? dan apa bisa aku miliki hatinya?

Futsal pun selesai aku mengganti pakaian ku, lalu aku pamit kepada temanku,

“woi bro gue langsung caw yah, mao ngambil mesin dlu” ucapku,

“oke iya iya siap” ucap teman temanku.

Aku bergegas pergi kerumah ade bersama suci untuk mengambil mesin allysa.

Aku pun menuju arah pulang dengan membawa mesin yang dipangku oleh suci, suci wanita yang tak mengeluh, jarang wanita yang seperti itu.

“Pada dasarnya wanita jaman sekarang hanya ketelan jaman, stylenya yg pura pura jadi orang kaya padahal orang tuanya banting tulang kesana kemari”.

Suci bukan lah sepeti itu dia apa adanya, sama seperti aku apa adanya, berpakaian apa adanya tak melebih lebihi ekonomi keluarganya.

sesampainya dirumahku aku menggotong mesin berdua dengannya untuk memasukan kedalam rumah ku, aku melihat tangannya penuh dengan oli, aku langsung mengambil kain lap untuknya.

dijalan aku bertanya “nih gpp ci, diomelin engga nanti kotor” ucap aku dengan rasa takut nanti dia dimarahi ibunya.

“engga papa kok tenang aja” jawab suci sambil tersenyum lebar.

Sesampainya aku dirumah, Ade menelpon ku

“yas malem minggu ajak aja dia jalan jalan dari pada kita batangan mulu” ucap ade lewat telephone,

“iya siap santai aja” jawab aku,

Malam minggu pun tiba aku mulai mengajak suci untuk berjalan jalan menaiki allysa,

sesampainya aku dan ade kerumah suci, suci datang dan menghampiri kita, aku pun langsung mengajak dia untuk duduk disamping ade, dan aku hanya duduk disamping mesin mengamati kipas mesin muter dan knalpot yang amat bising dan menuang oli campur kedalam karburator, itu sudah jadi nasib seorang kenek.

Tak apa apa aku sadar bahwa itu bukan motor ku aku hanyalah seorang kenek.

seketika ade mulai terbiasa dengan suci disitu lah perjuangan aku mundur untuk mendapatkan hatinya suci, karena aku bakal sadar aku bakal kalah, tapi aku tidak marah dengan kawan ku ade,

meski dia sudah menikung ku aku tetap mengganggep dia sebagai kawan seperjuangan ku, karena kita kemana mana selalu bareng, susah senang bareng tidak seperti teman yang slalu menghilang ketika kita sedang susah.

Ketika ade sedang mendekati suci aku berusaha tidak kecewa, aku mencoba tegar, dan aku slalu tertawa meskipun sakit. Kita bertiga berjalan jalan menikmati suasana angin malam yang terus berhembusan.

kita bertiga dipandangi terus menerus oleh orang orang yg menaiki kendaraan mereka sendiri. Atau mungkin karena suci berpakaian tertutup, main dengan orang seperti kita berdua,

ade bertanya pada uci “ci kamu ga malu main sama kita naik motor kaya gini, kita diliatin mulu dilampu merah”,

“kenapa harus malu aku kan make baju” ucap suci agak kesal dan aku hanya bisa tersenyum

Masyaallah sungguh indahnya suci, dapat berbicara seperti itu, membuat hati aku dan ade merasa sangat kagum dengannya. Pulang dari taman barito, kita pulang melintas jalan gandaria,

saat berada di daerah gandaria kami mulai merasa lapar dan kami minggir melihat warung nasi, pada akhirnya kita beli nasi 2 bungkus dan kita makan bertiga, dipinggir jalan,

seperti layaknya gembel jalanan karena kita tidak pernah malu untuk itu, malu lah ketika kita pura pura kaya.

Ketika ade sedang mendekati suci, aku pun hanya terpaku tersenyum melihat mereka berdua, mereka saling memberi perhatian, tapi tidak saling memiliki seperti aku.

Entah apa aku sudah mulai jenuh dengan suci, atau karena aku cemburu atau apa, aku mulai menjauhinya, dan ade sedang berjuang keras untuk mendapatkan hatinya.

“jika kamu sudah berharap kepada menusia. Berarti kamu juga harus siap terluka olehnya”

Ade yang tak pernah lelah mengejar suci, sampai akhirnya dia telah lemah melihat suci mengupload nama seseorang menggunakan emotion love.

Aku dan ade mulai jenuh, kita salah jatuh cinta kepada orang, Karena ternyata suci sudah ada hati yang tersimpan.

Aku berfikir sebuah lentera di jiwa menusuk kalbu. Akankah siluet datang menyinari kalbu hatiku. Ataukah hanya bayangan hitam yang terus hitam.

“Aku kalah masalah percintaan”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status