"Ya, Mas, aku tentu saja percaya denganmu, bagaimana aku bisa lebih mmpercayai orang lain ketimbamg suamiku sendiri, ayo cepatlah Anita, jangan buang waktuku, kita tes sekarang juga , kalau memang terbukti kau berbohong bersiaplah untuk mendekam di penjara karena kau telah memfitnah suamiku! " ucapku dengan suara lantang pada Anita. Anita menatapku tak percaya, mungkin saja dia mengira jika aku adalah perempuan bodoh sehingga mampu ia bodohi dengan cara murahan seperti ini. Meskipun aku hanya tamat SMA, tapi otakku tetap berjalan, ck, dasar jalang murahan. "Aku, aku, itu aku sebenarnya..." ucap Anita terbata, sebelum Anita menyelesaikan kalimatnya, aku pun menyela. . "Aku tahu kau tengah berbohong, kau tidak hamil kan? Kau memfitnah suamiku, untuk apa? " Anita bergeming, tidak ada tanda-tanda dia ingin menjelaskannya. "Baik kalau gitu, ayo, Mas, kita buat pengaduan, jangan biarkan jalang kecil merusak kebahagiaan kita, " ajakku pada Mas Anam, aku sudah menarik tangan Mas Anam dan b
"Satu jawaban yang pasti, yaitu TIDAK! Pergilah, jangan ganggu keluargaku lagi, atau kau aku adukan ke polisi karena telah mengganggu kenyamananku dan keluargaku! " usir Mas Anam dengan tegas. "Sudah dengar kan? Baiknya sekarang kau pergi, tak ada tempat untuk ulat bulu sepertimu disini! " aku menarik tangan Anita untuk segera pergi dari rumahku, tak kupedulikan Anita yang terus meronta, entah aku mendapatkan kekuatan dari mana bisa sekuat ini menyeret tubuh Anita keluar rumah. "Pergi! Jangan pernah kembali, dan jangan pernah usik keluargaku, atau kau akan menyesal aku buat! " hardikku pada Anita sebelum akhirnya aku menutup pintu pagar rumahku dengan kondisi Anita yang terus berteriak memanggil nama Mas Anam"Awas kalian! Lihat saja! Aku tak terima kalian seperti ini padaku! Pantang bagi seorang Anita diremehkan oleh orang lain! Sialan! " maki Anita dari luar sana yang masih bisa kudengar suaranya, ck, dasar manusia tak tahu malu, murahan, dia kira aku takut! Riri yang sekarang buk
"Bibi yang memberitahu, dia bercerita tentang kalian tadi malam, bibi mendengar keributan di rumah ini, tapi Bibi tak berani keluar kamar sebab ia dengar kamu dan Anam tengah bersitegang, Bibi takut salah buat makanya ia cuman mendengarkan dari kamarnya aja, Mama tak habis pikir kok ada perempuan berpendidikan tapi kelakuan minus seperti itu ya?""Entahlah, Ma, Riri juga tak habis pikir, gimana bisa gadis cantik, berpendidikan dan mempunyai status sosial yang bagus bisa merendahkan dirinya seperti itu, untung Riri cepat tanggap, ada keanehan dari pengakuannya tadi malam, dan juga dari raut wajahnya yang seolah mengatakan ia senang akan keributan yang terjadi padaku dan Mas Anam. ""Syukurlah, kalau kamu masih bisa berpikir dengan tenang tidak menuruti emosi dan tidak gegabah, ujian rumah tangga itu banyak macamnya, ada yang suami baik tapi mertua dan ipar tak baik, ada yang ipar dan mertua baik tapi suami bejat, ada yang keduanya baik tapi tak segera diberi momongan, ada yang sudah le
"Lama banget sih bikin bumbunya? ' sungut Papa, sungguh wajahnya nampak sangat lucu."Ya orang bikinnya mampir ke Jerman dulu, Pa, makanya lama, " seloroh Mas Anam yang langsung aku cubit pinggangnya, dan ia pun mengaduh kecil sedangkan aku tertawa melihat ekspresinya. "Oh ke Jerman ya, Papa kira malah ke Dubai, hahahaha, " timpal Papa. Sedangkan Mama hanya tersenyum kecil melihat kekonyolan suami dan menantunya itu. Akhirnya kami semua bersama-sama memasak yang sudah disiapkan sedari tadi. Sembari menunggu masakan matang aku pun duduk di kursi teras, ah, betapa aku sangat bahagia melihat keluargaku seperti ini. Semoga seterusnya akan seperti ini. ***Empat bulan sudah usia kehamilanku saat ini, berarti sudah dua bulan semenjak kejadian Anita memfitnah suamiku, hingga kini tak ada lagi gangguan dari Anita. Baguslah, rumah tangga ku adem ayem tanpa adanya pengganggu, dan semakin hari Mas Anam tak pernah lupa melimpahkan kasih sayang dan perhatiannya untukku, justru ia bertambah over
Empat bulan sudah usia kehamilanku saat ini, berarti sudah dua bulan semenjak kejadian Anita memfitnah suamiku, hingga kini tak ada lagi gangguan dari Anita. Baguslah, rumah tangga ku adem ayem tanpa adanya pengganggu, dan semakin hari Mas Anam tak pernah lupa melimpahkan kasih sayang dan perhatiannya untukku, justru ia bertambah over protektif seiring bertambahnya usia kehamilanku, aku yang tak boleh capek, aku yang tak boleh makan pedas dan aku yang tak boleh stres, bahkan setiap seminggu sekali di akhir pekan Mas Anam selalu mengajakku untuk jalan-jalan sekedar menghilangkan penat selama seminggu saat ia harus bekerja dan kuliah. Rencananya lusa keluargaku akan mengadakan acara empat bulanan kehamilan ku. Dan saat ini aku dan keluargaku tengah disibukkan dengan segala persiapan, awalnya aku menginginkan acara sederhana saja sekedar pengajian kecil dan mengundang tetangga terdekat saja, namun Mama dan Papa yang menginginkan acara dibuat besar dengan alasan sebagai penebus waktu keh
"Aku tidak pernah terima kalian bahagia diatas air mataku! Mas Anam! Kamu harus tanggung jawab! " ucap Anita lagi dengan suara lantang, terdengar bisik-bisik dari para tamu undangan yang hadir. "Tolong jangan buat kegaduhan di acaraku! " ucapku sembari menatap tajam Anita. Sepertinya peringatanku malam itu padanya tidak mempan. Entah terbuat dari apa urat malu Anita ini, betul-betul sudah putus, bahkan ia rela mempermalukan dirinya sendiri dihadapan banyak orang seperti ini. "Diam kau wanita sialan! Gara-gara kau, Mas Anam acuh padaku! " maki Anita padaku, dan itu membuat alisku berkerut."Kau sudah gila Anita! " hardik Mas Anam. "Yah, aku gila, gila karenamu Mas! Apa kau tahu aku sampai tak bisa tidur nyenyak dan makan enak karena terus memikirkanmu! Tapi kau tak pernah peduli itu, tolong, Mas, sedikit saja peka terhadapku. " ucap Anita yang kini sudah berderai air mata. "Hahahahaha, ya Tuhan, terbuat dari apa manusia yang satu ini, " ucapku sembari terbahak dan memegangi perutku
"Ada apa kalian kesini? " tanya Mas Tio, terdengar jika ia tak suka dengan kehadiranku dan juga Papa. "Duduklah dulu, jika ada tamu itu seharusnya kau menyambutnya dengan baik, bukankah begitu ajaran yang Rasulullah SAW berikan? " ucap Papa sarkas. "Duduklah, dan katakan ada perlu apa kalian datang kemari!" ucap Mas Tio dengan suara yang cukup tegas menurutku, tapi itu tak menyurutkan keberanianku. "Jadi kedatangan kami kemari ingin meminta kalian segera meninggalkan rumah ini, " ucapku sembari menatap tajam Mas Tio dan Mbak Tiwi yng sudah duduk di depanku. "Atas dasar apa kamu menyuruh kita pergi dari sini? Rumah ini peninggalan orangtua ku, jadi sudah pasti rumah ini milikku. ""Mas lupa? Darimana rumah ini berasal? " "Ya aku tahu, uangnya dari Papa mu kan, tapi rumah ini atas nama orang tuaku, jadi akulah sebagai anak kandung yang mewarisinya bukan kamu, " ucap Mas Tio dengn senyum jumawa. "Oh ya? Lalu sekarang aku tanya dimana surat rumah ini berada? " "Ada kok a
"Dasar wanita serakah! Bukankah hartamu sudah banyak! Lalu untuk apa lagi rumah kecil yang kami tempati ini! Seperti itukah sikapmu terhadap saudara yang sedang sudah seperti kami ini! " langkahku terhenti saat mendengar makian dari Mbak Tiwi. Ck! Sungguh memuakkan, dasar manusia tak tahu malu, dia lupa jika dulunya dia lebih kejam dari pada aku? Karena terlanjur kesal aku kembali menoleh pada Mbak Tiwi, lantas aku mendekatinya dan tanpa tedeng aling-aling, aku merampas kembali uang yang baru saja kuberikan padanya untuk membayar kontrakan tadi."Ini definisi wanita serakah yang sebenarnya, bukankah aku sudah berbaik hati dengan memberikan sedikit uang untuk tempat kalian bernaung? Tapi sayang, manusia tak tahu diri sepertimu rasanya tak pantas untuk mendapatkan sedikit kebaikan dariku, " desisku sembari menatap tajam Mbak Tiwi."Hei, kembalikan uangku, bukankah kau sudah memberikannya pad kami! " pekik Mbak Tiwi.