Share

KILLER MASK
KILLER MASK
Author: Degitarius

Mystery of The Masked Woman

     Di sepetak ruangan yang gelap, terdapat sebuah meja berbentuk lingkaran. Meja itu berukuran besar dan hanya diterangi oleh cahaya yang berwarna kekuningan, berasal dari langit-langit atap. Beberapa lembar kartu poker dan tumpukan uang senilai 5 juta tergeletak di atas meja. Seorang pria berkumis tebal mengenakan trench coat hitam dan topi fedora berjenis homburg, duduk menyilangkan kaki di depan seorang wanita dengan jarak 3 meter.

     Iris mata tajam dimiliki oleh wanita yang menatap pria berkumis tebal, jaket kulit berwarna hitam pekat dan topi baseball hitam membalut tubuhnya. Wanita kelahiran 5 Januari 2001 itu bernama Aghata Yudistira. Ia mempunyai karakter yang jenius, pemberani, tenang, dan tak pandang bulu dalam hal apa pun. Kegeniusan yang dimiliki membuat Aghata lihai dalam segala hal termasuk meretas.

   Dibalik nama Aghata yang indah, terdapat arti yang mendalam. Kata Aghata diambil dari bahasa Kanada yang artinya kejut, kata kejut juga mengartikan setiap hal yang Aghata lakukan penuh dengan kejutan. Sedangkan kata Yudistira diambil dari nama belakang ibunya yaitu Mimi Yudistira.

   “Aku dengar kamu banyak dicari oleh pengusaha-pengusaha kaya untuk ditantang bermain kartu poker. Apa hanya itu jumlah uang yang kamu bawa? Sedikit sekali!” ucap pria berkumis tebal di akhir kata sambil mencibir. Ujung alisnya sebelah kiri terangkat sedikit, pria itu menyeringai hingga menunjukkan sebagian gigi yang berwarna kuning.

   “Entahlah, padahal tidak ada yang istimewa dariku. Dan kamu? Kenapa juga kamu mencariku sampai ke kota ini?” Aghata melirik jumlah uang yang dibawanya. “Sedikit katamu? Dengan modal segini, aku bisa membuat penuh isi tasku dengan uangmu. Kita lihat saja nanti, bagaimana aku membalikkan keadaan!”

     Mata pria berkumis tebal membelalak, semua gigi terlihat ketika tawanya menggelegar sampai penjuru ruangan. Hanya dengan beberapa detik ruangan itu kembali menjadi hening. Huruf x di kaki pria itu terpisah, bersamaan dengan kedua siku tangan diletakkan di atas meja.

   “Mari kita lihat, apa kamu bisa mendapatkannya?” Tantang pria berkumis tebal. Telapak tangan yang besar menepuk segepok uang miliknya di atas meja. Suara uang yang ditepuk membuat Aghata semakin bersemangat.

     Pria berkumis tebal menetapkan permainan selama 5 ronde, dan pemain dengan kemenangan terbanyak akan menjadi pemenangnya. Kini sudah memasuki ronde ke empat, Aghata sengaja mengalah 2 ronde untuk memperseru keadaan. Sekali-kali ia mengalah untuk memuaskan lawan. Toh, akhir permainan akan dimenangkan oleh Aghata.

   Dan ternyata benar, pria berkumis tebal yang ada di depannya terlihat senang. Ekspresi wajahnya menunjukkan tingkat percaya diri yang tinggi, seolah ia berhasil mengimbangi kemampuan Aghata yang tersohor.

   Suasana kembali mencekam, ronde terakhir ini adalah ronde penentuan. Apakah analisa Aghata kali ini tepat? Bahwa ia pasti menang? Atau dia sedang menggali kuburannya sendiri?

   Pria berkumis tebal itu mengerutkan keningnya, ia sedang memperhitungkan kartu Aghata yang sudah terbuang. Dan setelah beberapa menit menimbang-nimbang, ia merasa yakin bahwa kartu yang dipegang oleh Aghata tidak akan lebih bagus dari kartu miliknya!

   “Maaf bocah, aku harus mengeluarkan kartu ini yang membuatmu kalah!” Pria berkumis tebal menyeringai sambil meletakkan kartu three of a kind. Ia mengangkat kaki kiri, dan meletakkannya di atas lutut kaki kanan yang menekuk.

   “Sayang sekali ... kenapa kamu mengeluarkan kartu itu?” Aghata berkata sambil memasang ekspresi sedih. Ia membuka kartu yang sedang dipegangnya lalu tertawa terbahak! Kartu yang dibuka menunjukkan kartu full house! Dan mengalahkan kartu three of a kind yang dipegang oleh pria berkumis tebal itu.

   Dalam permainan kartu poker, terdapat urutan kartu poker terbaik untuk memenangkan permainan. Urutannya mulai dari yang tertinggi sampai paling rendah yaitu royal fulsh, straight fulsh, four of a kind, full house, fulsh, straight, three of a kind, two pair, pair, dan high card.

   Pemain harus menyerahkan kartu terbaik dengan posisi yang lebih tinggi dari kartu lawan, dengan begitu pemain bisa mengalahkan lawannya. Sama seperti dengan Aghata, ia menyerahkan kartu full house yang merupakan kartu terbaik dengan posisi lebih tinggi dari three of a kind.

     Terpampang jelas kemarahan yang menggebu-gebu di wajah pria berkumis tebal, ia menatap Aghata yang sedang terkekeh. Telapak tangan Aghata terbuka lebar meraup uang yang berserakan di atas meja, tas hitam di tangannya siap menampung beban. 

   Sebelum pergi, Aghata sempat berkata, “Baru-baru ini aku sedang menyukai bahasa Italia, dan ada kata-kata mutiara yang cocok untukmu. ‘Goditi la vita in sicurezza’ yang artinya nikmati hidup dengan aman! Ingatlah kata-kata itu, Tuan Baron!” Mata Aghata menatap tajam.

     Kaki Aghata berjalan mundur membuka pintu ruangan, bibirnya mengulas senyum untuk meninggalkan jejak sebelum pergi dari ruangan itu. Ketika Aghata sudah keluar dari ruangan, pria dengan nama Baron berdiri dari tempat duduknya. Ia meraih ponsel di saku celana untuk melakukan sebuah panggilan pada seseorang.

   “Bobi, bunuh seorang wanita bernama ...”

   Brakk!!!

   Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka lebar. Baron berdiri tepaku melihat seorang wanita bertopeng dengan tubuh yang cukup tinggi masuk ke dalam ruangannya. Wanita itu berjalan mendekati Baron. Di tangannya melekat sebuah pistol desert eagle yang membuat jantung Baron berdegup kencang.

   “Siapa kamu?” Suara Baron terdengar gemetar.

   Wanita itu menyeringai melihat ketakutan di wajah Baron. Kaki Baron perlahan mundur sampai ia tersandung dan jatuh ke lantai. Baron membenarkan tubuhnya untuk berlutut di depan wanita itu. Pistol yang di tangan wanita itu diletakkan di kening Baron. Sementara jari lentiknya menarik pelatuk yang siap untuk meledakkan kepala Baron kapan saja.

   “Halo! Tuan Baron? Siapa wanita yang Anda maksud, Tuan?” Terdengar suara samar Bobi di seberang sana. Namun Baron tidak mampu mengatakan apapun. Kondisinya sudah di ujung tanduk. Sekali saja ia mengucapkan sepatah kata, bisa dipastikan isi kepalanya akan tertumpah keluar.

   “Matikan teleponnya, dan jangan bertindak apapun!” perintah wanita itu.  

   Tak ada yang bisa dilakukan selain menuruti perintah wanita itu, Baron menutup teleponnya dengan Bobi. Ia pikir bisa mengambil sisi lengah wanita itu dengan menyelipkan ponsel di saku belakang, bersamaan dengan sebuah revolver yang diambil. Tangannya berusaha cepat mengkokang peluru. Akan tetapi ...

   DOR!!!

   Pistol desert eagle yang dipegang wanita itu memuntahkan peluru lebih dulu. Darah segar bersimbur dari kepala Baron. Percikan darah yang keluar memberi motif pada dinding putih ruangan itu. Tubuh Baron tersungkur ke lantai.

   Wanita itu berjalan menghampiri genangan merah yang mengalir berasal dari kepala Baron. Ia menendang tulang kering kaki Baron, memastikan Baron sudah meninggal.

   “Kamu terlalu banyak bicara!” Wanita itu memendam desert eagle di balik sabuk celana dekat kantong belakang. Kakinya yang panjang menghancurkan ponsel Baron sampai berkeping-keping. Ia meninggalkan Baron yang sudah tak bernyawa sebelum polisi datang.

***

     Di kota E, terdapat tumpukan tanah menjulang tinggi yang jauh dari keramaian. Hanya ada satu rumah yang berdiri tegak dengan dinding plesteran. Tidak terlalu sempit dan juga besar, bangunan itu cukup rapi dan terkesan sederhana. Rumah itu adalah tempat yang ditinggali oleh Aghata. 

     Di kursi panjang Aghata duduk bersila, tangannya terus mengeluarkan uang yang didapatkan dari Baron. Tak ada senyum yang timbul dari bibir merah mudanya, raut wajah Aghata hanya datar seperti kertas tak bermotif. Sedangkan pria di sebelah Aghata, ia masih terperanjat sejak Aghata pulang membawa tas hitam.

     Pria itu bernama Andi Purnama. Dia adalah pria yang tampak ceroboh, penakut, dan terlihat seperti orang bodoh. Karena suatu alasan, di mana Aghata menyelamatkan nyawa Andi 1 tahun lalu, pada akhirnya Andi terus berada di sisi Aghata. Walaupun selalu berada di sisinya, bukan berarti ia tahu semua hal yang dilakukan Aghata.

   Ada sebuah pepatah, jangan menilai makanan dari rupanya, tapi menilai rasa dari makanan itu. Andi memang tampak seperti orang bodoh, tapi kebodohan itu merupakan suatu trik untuk memanipulasi lawan. Dia memiliki kepribadian ganda yang tangguh dan bisa diandalkan.

   “Wah! Apa kamu menang dalam permainan lagi?” tanya Andi. Matanya terus membelalak melihat nominal uang di tangan Aghata.

   “Tentu saja!” Tas hitam dilempar begitu saja setelah uang di dalamnya keluar semua. Aghata mendorong tubuhnya bersandar di bantal yang ada di belakang. 

   Andi kerap melirik Aghata, raut wajahnya memang tidak terlihat menyembunyikan sesuatu, akan tetapi Andi merasa aneh setiap kali Aghata pulang membawa tas berisi uang. “Kamu tidak berbuat hal yang membahayakan dirimu, ‘kan?”

     Aghata hanya membalas dengan senyum setengah, ia beranjak dari kursi mengambil minum di atas meja belakang. Segelas air penuh diteguk dengan segera, tubuh Aghata berbalik ke belakang melihat Andi sambil berkata, “Tenang saja, aku tidak mungkin membahayakan diriku sendiri.”

   Gelas di tangan Aghata kembali diletakkan di atas meja, ia bergegas untuk membersihkan dirinya. Sedangkan Andi, ia sibuk membereskan barang yang baru saja dipakai oleh Aghata. Tangannya hampir saja menyentuh sepatu Aghata, akan tetapi terdapat bercak darah di ujung sepatu yang dikenakan Aghata.

   Andi mengangkat sepatu Aghata dengan satu tangan, jari telunjuk sebelahnya mengusap darah itu. Warna darahnya terlihat merah pekat dan masih segar. Ia mendekatkan jari telunjuk yang terkena darah ke hidung, bau anyir dari darah itu membuat kening Andi berkerut. Sebenarnya apa yang dilakukan Aghata sampai ada bercak darah di sepatunya?

   "Andi?" panggil Aghata.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status