Andrian mematikan panggilan dan beralih ke pesan singkat. Beberapa foto Cassandra terpampang di aplikasi pesan singkatnya. Andrian mengamati foto-foto Cassandra ketika tengah bercengkrama dengan beberapa anak kecil.Andrian menoleh pada istrinya sekilas yang masih tertidur pulas. Cassandra yang sederhana, hanya mengenakan kaos oblong dan celana jeans robek di bagian lutut, tampak jongkok sambil memeluk dua anak kecil."Anak siapa ini?" tanya Andrian pada dirinya sendiri. "Apa ini adik-adik atau keponakan Cassandra? Tapi, kenapa Carollo tidak membawa saudara Cassandra ketika kami menikah?" ulangnya retoris.Andrian kembali merebah di samping Cassandra. Dia mengusap bibir ranum sang istri dengan ibu jarinya, kemudian mencium bibir wanita itu sekilas.Cassandra menyipitkan mata dan terkejut mendapati wajah Andrian menempel di wajahnya. Telapak tangan Cassandra terangkat sedikit, lalu mengusap pipi Andrian sehingga membuat pria itu menghentikan ciumannya."Andrian, kamu belum tidur?" tanya
Selembar kertas di dalam bouquet bertuliskan, "Ti amo Cassandra", itu menarik perhatian Fiona. Dengan cepat disambarnya benda itu sambil tersenyum penuh arti.Krek! Fiona menarik kertas tersebut, meremasnya menjadi tak terbentuk, kemudian mengantonginya. Dia melirik sekeliling dan meraih kertas serupa dari dalam tasnya.Fiona segera menulis kalimat, "I love you, Fiona Magdalena, will you marry me?" Menirukan tulisan tangan Andrian. Selanjutnya, Fiona melipat kertas itu dan meletakkannya ke sela-sela rangkaian bunga. Juga, menyelipkan sebuah benda yang sudah disiapkan dari rumah."Perfetto!" ucapnya bangga.Dengan langkah santai, Fiona turun dari lantai dua. Di dekat anak tangga dia berpapasan dengan ART tadi. Fiona kembali tersenyum sinis, lalu mengibaskan rambutnya yang tergerai sebatas punggung."Berlama-lama dekat pembantu, membuat kulitku gatal! Seandainya laptopku tidak ketinggalan, aku tidak akan ke sini sekarang tanpa Andrian!" ejeknya kemudian melenggang pergi. ART berusia pa
Andrian menatap tajam Fiona dengan rahang mengeras. Di depannya, Cassandra hanya bisa diam memperhatikan interaksi keduanya. Cassandra mengerjap berkali-kali, mencegah air matanya yang hendak menyeruak jatuh ke pipi.Tidak. Dia tidak ingin menangis di depan mereka. Cassandra tidak ingin terlihat lemah dan cemburu. Meskipun hatinya terasa sakit mengetahui Fiona hamil anak Andrian.Sambil menyunggingkan senyum kemenangan, Fiona melangkah angkuh mendekati Cassandra. Gadis berambut pirang itu mengambil handphone dari dalam tasnya. Masih sambil tersenyum puas, dia mengotak-atik benda itu dan membuka rekaman suara."Kalau kamu sungguh-sungguh menyesal, aku terima kamu di sini. Baiklah, kita kembali menjalani hubungan ini. Tapi aku tidak bisa menikahimu karena Kakek akan menentangnya. Kakek lebih menyayangi perempuan itu, Fiona. Kamu tinggallah di sini, Cassandra tetap istriku dan kamu wanitaku!" Cassandra menatap Andrian dengan tatapan nanar. Andrian hendak merebut handphone Fiona, akan te
"Apa maksudnya tidak ada di kamarnya?" tanya Andrian tak percaya.Dia menyeruak memasuki kamar dan mencari keberadaan istrinya. Andrian membuka pintu kamar mandi, yang ternyata juga tidak menemukan keberadaan Cassandra.Laki-laki itu panik. Tiba-tiba perasaan takut menghinggapi Andrian. Dia mengusap wajahnya kasar, lalu berusaha menelepon Cassandra. Namun, berulang kali dia menelepon, tak juga mendapatkan jawaban.Andrian menggenggam kuat handphone itu. Di saat yang sama, handphone bergetar menandakan pesan masuk.["Aku pergi sebentar, nanti aku kembali."]Cassandra."Cassandra!" Tanpa menghiraukan tatapan penuh tanya dari Fiona, Andrian pun bergegas menuju ke carport. Seketika, mobil mewah miliknya melesat meninggalkan pekarangan rumah megah Andrian Petruzzelli.Mobil Andrian berputar-putar tak tentu arah. Dia menyusuri jalanan Distrik La Piazzetta, tempat tinggal Cassandra. Berkali-kali Andrian menghentikan mobil hanya untuk menanyakan keberadaan wanita dalam foto itu. Namun, setiap
Antonio menyambut sinis kedatangan Andrian. Kedua tangan laki-laki itu, terkepal erat di bawah meja menahan geram. Berkali-kali, Antonio tertawa mengejek mendengar ocehan Andrian yang berdiri di depannya."Sudah kuduga, Cassandra akan meninggalkanmu. Siapa juga yang tahan punya suami mata keranjang sepertimu, Andrian? Uang? Apa kamu pikir, uang dan kemewahan akan mengikat wanita bermartabat sepertinya? Jangan samakan dia dengan perempuan murahan macam Fiona itu!" balas Antonio santai."Kamu cukup katakan padaku, tidak perlu ceramah. Di mana Cassandra?" sentak Andrian tak kalah geram.Kembali Antonio tersenyum mengejek. "Lucu. Kamu kan, suaminya, kenapa tanya aku? Aku sudah beri peringatan padamu, Andrian. Sampai kamu menyakiti Cassandra, kubuat kamu masuk peti mati!" balasnya lagi sembari bangkit dan menyerang Andrian.Bugh!Bugh!Dua kali pukulan mengenai rahang dan sudut bibir Andrian yang tidak siap. Antonio memukuli Andrian bertubi-tubi, tanpa memberi kesempatan laki-laki itu untuk
"Astaga, Cassandra! Apa pun masalah kalian, kamu tidak berhak memisahkan anak dari ayahnya!" sentak Bella tidak suka. "Suka tidak suka, kamu harus terima takdir itu, Cassandra. Calon anakmu ini darah dagingnya Andrian."Cassandra kembali menggeleng kuat. "Aku tidak menginginkan hal itu. Tolong, hargai keputusanku, Bella!" Wanita itu tetap bersikeras sambil mengurai pelukan.Bella mendengus pasrah kemudian mengangguk lemah. Tidak ada gunanya dia memaksa Cassandra untuk paham. Dan juga terasa percuma menasihati orang yang masih emosi. Bella mengusap lengan Cassandra lembut. Cassandra segera bangkit dan kembali menyibukkan diri. Dia pun kembali bersiap-siap memulai pekerjaan pertamanya. Cassandra menatap miris botol perfume mewah itu, lalu menyimpannya."Cinta memang membuat orang menderita," komentar Bella sambil beranjak keluar dari kamar sahabatnya itu.Cassandra hanya menoleh sekilas dan memilih tidak menanggapi. Dia beranggapan, Bella sama sekali tidak mengerti perasaannya. Mulai ha
Andrian menggenggam erat perhiasan Cassandra. Kedua mata lelaki itu memerah menahan tangis dan kemarahan memuncak. Ternyata, Cassandra meninggalkan semua perhiasan dan juga kartu kredit pemberiannya."Inikah yang kamu inginkan, Cassandra? Baiklah, kalau kamu benar-benar mengambil jalan ini, aku kabulkan keinginanmu. Tapi kenapa kamu sebodoh ini? Apa kamu bisa hidup tanpa sepeser pun uang di luar sana?" Andrian membawa kotak perhiasan itu ke tempat tidur. Berkali-kali dia mengusap kasar wajahnya. Andrian bingung, dan juga tak mengerti dengan jalan pikiran kakeknya yang begitu antusias mempertahankan Cassandra. Padahal, keduanya baru bertemu ketika Andrian membawa pulang Cassandra ke villa waktu itu."Kenapa perempuan itu merepotkan?" ucap laki-laki itu kemudian meletakkan kotak perhiasan di dekatnya.Lalu, dia sendiri memutuskan merebah sambil mengotak-atik handphonenya. Beberapa pesan dan panggilan masuk sejak siang, luput dari perhatian Andrian. Merasa tidak mendapatkan kabar menge
"Fiona, maukah kamu menikah denganku?" tanya Andrian lagi sambil memeluk erat gadis itu.Seperti mimpi di siang bolong, Fiona menajamkan pendengarannya. Gadis itu berkali-kali mengerjap, kemudian menatap tak percaya pada Andrian."Apa aku sedang bermimpi, Amore? Bukankah hubungan kita tidak direstui kakekmu?" tanyanya ragu."Persetan dengan larangan itu. Yang menjalani hidup ini adalah kita. Aku akan segera mengurus perceraianku dengan Cassandra!" jawab Andrian tegas.Rasa sakit dan kecewa yang mendalam, membuat Andrian tidak peduli lagi akan tentangan sang Kakek. Dia berpikir jika Cassandra bisa bahagia, dia pun juga bisa melakukan itu dengan yang lain. Andrian tersenyum penuh arti. Uang berlimpah dan nama besar keluarganya, memudahkan Andrian mendapatkan apa saja yang dia mau. Termasuk mendapatkan perempuan dan membuang perempuan yang sudah tak diinginkan.*Verona, Italia.Bella meletakkan sendok dengan mata melotot ke arah televisi yang menayangkan sebuah wawancara. Bella menoleh