Antonio menyambut sinis kedatangan Andrian. Kedua tangan laki-laki itu, terkepal erat di bawah meja menahan geram. Berkali-kali, Antonio tertawa mengejek mendengar ocehan Andrian yang berdiri di depannya."Sudah kuduga, Cassandra akan meninggalkanmu. Siapa juga yang tahan punya suami mata keranjang sepertimu, Andrian? Uang? Apa kamu pikir, uang dan kemewahan akan mengikat wanita bermartabat sepertinya? Jangan samakan dia dengan perempuan murahan macam Fiona itu!" balas Antonio santai."Kamu cukup katakan padaku, tidak perlu ceramah. Di mana Cassandra?" sentak Andrian tak kalah geram.Kembali Antonio tersenyum mengejek. "Lucu. Kamu kan, suaminya, kenapa tanya aku? Aku sudah beri peringatan padamu, Andrian. Sampai kamu menyakiti Cassandra, kubuat kamu masuk peti mati!" balasnya lagi sembari bangkit dan menyerang Andrian.Bugh!Bugh!Dua kali pukulan mengenai rahang dan sudut bibir Andrian yang tidak siap. Antonio memukuli Andrian bertubi-tubi, tanpa memberi kesempatan laki-laki itu untuk
"Astaga, Cassandra! Apa pun masalah kalian, kamu tidak berhak memisahkan anak dari ayahnya!" sentak Bella tidak suka. "Suka tidak suka, kamu harus terima takdir itu, Cassandra. Calon anakmu ini darah dagingnya Andrian."Cassandra kembali menggeleng kuat. "Aku tidak menginginkan hal itu. Tolong, hargai keputusanku, Bella!" Wanita itu tetap bersikeras sambil mengurai pelukan.Bella mendengus pasrah kemudian mengangguk lemah. Tidak ada gunanya dia memaksa Cassandra untuk paham. Dan juga terasa percuma menasihati orang yang masih emosi. Bella mengusap lengan Cassandra lembut. Cassandra segera bangkit dan kembali menyibukkan diri. Dia pun kembali bersiap-siap memulai pekerjaan pertamanya. Cassandra menatap miris botol perfume mewah itu, lalu menyimpannya."Cinta memang membuat orang menderita," komentar Bella sambil beranjak keluar dari kamar sahabatnya itu.Cassandra hanya menoleh sekilas dan memilih tidak menanggapi. Dia beranggapan, Bella sama sekali tidak mengerti perasaannya. Mulai ha
Andrian menggenggam erat perhiasan Cassandra. Kedua mata lelaki itu memerah menahan tangis dan kemarahan memuncak. Ternyata, Cassandra meninggalkan semua perhiasan dan juga kartu kredit pemberiannya."Inikah yang kamu inginkan, Cassandra? Baiklah, kalau kamu benar-benar mengambil jalan ini, aku kabulkan keinginanmu. Tapi kenapa kamu sebodoh ini? Apa kamu bisa hidup tanpa sepeser pun uang di luar sana?" Andrian membawa kotak perhiasan itu ke tempat tidur. Berkali-kali dia mengusap kasar wajahnya. Andrian bingung, dan juga tak mengerti dengan jalan pikiran kakeknya yang begitu antusias mempertahankan Cassandra. Padahal, keduanya baru bertemu ketika Andrian membawa pulang Cassandra ke villa waktu itu."Kenapa perempuan itu merepotkan?" ucap laki-laki itu kemudian meletakkan kotak perhiasan di dekatnya.Lalu, dia sendiri memutuskan merebah sambil mengotak-atik handphonenya. Beberapa pesan dan panggilan masuk sejak siang, luput dari perhatian Andrian. Merasa tidak mendapatkan kabar menge
"Fiona, maukah kamu menikah denganku?" tanya Andrian lagi sambil memeluk erat gadis itu.Seperti mimpi di siang bolong, Fiona menajamkan pendengarannya. Gadis itu berkali-kali mengerjap, kemudian menatap tak percaya pada Andrian."Apa aku sedang bermimpi, Amore? Bukankah hubungan kita tidak direstui kakekmu?" tanyanya ragu."Persetan dengan larangan itu. Yang menjalani hidup ini adalah kita. Aku akan segera mengurus perceraianku dengan Cassandra!" jawab Andrian tegas.Rasa sakit dan kecewa yang mendalam, membuat Andrian tidak peduli lagi akan tentangan sang Kakek. Dia berpikir jika Cassandra bisa bahagia, dia pun juga bisa melakukan itu dengan yang lain. Andrian tersenyum penuh arti. Uang berlimpah dan nama besar keluarganya, memudahkan Andrian mendapatkan apa saja yang dia mau. Termasuk mendapatkan perempuan dan membuang perempuan yang sudah tak diinginkan.*Verona, Italia.Bella meletakkan sendok dengan mata melotot ke arah televisi yang menayangkan sebuah wawancara. Bella menoleh
Fiona nyengir sambil menatap kekasihnya itu. "Ah, jangan bilang kamu akan membuka perusahaan baru di Italia, Jemmy. Apa belum cukup kamu memiliki kekuasaan di negaramu?" candanya.Jemmy kembali menarik sebelah alisnya ke atas. "Pebisnis sepertiku tidak akan puas kalau belum menaklukkan Eropa, kalau perlu wilayah Asia juga. Apa kamu tidak bangga jika kekasihmu menjadi konglomerat nomor satu di planet ini?" balas laki-laki bercambang tipis itu."Tapi aku tidak mau jika disebut materialistis, Jemmy. Ingat, aku supermodel yang baru saja menandatangani kontrak dengan brand terbaik saat ini. Apa kamu tidak bangga memiliki kekasih sepertiku, hm?" Fiona tak mau kalah memamerkan prestasinya. Fiona memang pantas bangga menyandang gelar supermodel termahal saat ini. Namun, semua itu takkan terjadi tanpa bantuan Andrian. Karir gemilang Fiona naik drastis karena pengaruh Andrian sebagai bos media tersohor di Italia.Jemmy hanya bisa terkekeh mendengar ucapan Fiona. "Ya, ya, ya. Aku pantas bangga!
Pengemudi mobil sport berwarna merah itu menurunkan kacamata hitamnya dengan rahang mengeras. Jari-jarinya mencengkeram setir dengan kuat. Pemandangan itu meskipun sekejap, tetapi mampu membuat hatinya bagaikan dikerubuti semut rangrang.Tiiin! Tiin!Klakson keras itu, sontak membuat Antonio dan Cassandra menatap ke sumber suara. Namun, mereka hanya bisa melihat mobil sport tadi melesat cepat, padahal lampu lalu lintas baru saja menyala hijau."Orang gila," sungut Antonio.Cassandra segera menarik tangannya. Mendadak raut wajah wanita cantik itu berubah gusar. Meskipun hanya sekelebat, dia seperti tidak asing dengan mobil itu. Iya, pemilik mobil itu adalah Andrian, suaminya.Cassandra tersenyum miris. Apa lagi yang diharapkan? Jangankan mencari, dalam jarak begitu dekat saja, Andrian seolah tidak mengenalnya. Buru-buru Cassandra menepis angan konyol itu dari benaknya. Memangnya siapa dia yang berharap dicari orang sekelas Andrian Petruzzelli? Bukankah kehadirannya memang tak diharapk
Cassandra bingung. Ke mana harus mencari uang lima belas ribu Euro dalam waktu singkat? Dia tidak memiliki tabungan lagi. Cassandra menundukkan wajah dan menatap jemarinya. Dia memutar cincin berlian yang melingkari jari manisnya dengan perasaan sedih.Cincin pemberian Kakek Gennaro itu memang sangat mahal, tetapi Cassandra tidak akan menjualnya. Dia akan mengembalikan pada laki-laki tua itu jika mereka bertemu lagi. Carollo ikut mengikuti arah pandangan Cassandra. Sejenak, mata tua itu berbinar melihat cincin berlian itu melingkari jari manis Cassandra."Berikan itu pada Papa!" pinta Carollo sambil menarik tangan Cassandra kuat.Cassandra yang tengah termenung, tiba-tiba tersentak kaget. Begitu pun dengan Antonio. Laki-laki muda itu refleks memegang bahu Cassandra. Cassandra sedikit terhuyung ke depan. Wanita itu segera memegangi perutnya. "Berikan, Cassandra! Itu bisa dijual dan Papa tidak perlu tinggal di sini lagi!" Carollo kembali berusaha merampas benda milik putrinya.Antonio
Kedua mata Cassandra berkaca-kaca. Dengan perasaan kecewa, siang itu juga Cassandra dan Bella memutuskan kembali ke Verona. "Tenang dulu, Cassandra. Kamu cari informasi dulu, siapa tahu Antonio bisa bantu kamu!" saran Bella ketika mereka sudah berada di dalam kereta."Aku tidak mau merepotkan Antonio terus, Bella. Oh, ya, jangan katakan padanya aku kerja di club malam, ya!""Kelihatannya Antonio itu sangat mencintaimu, Cassandra. Tidak peduli kondisimu saat ini seperti apa. Apa kamu tidak berpikir sekali lagi untuk menerima dia kembali?" tanya Bella hati-hati.Cassandra langsung menggeleng tegas. Dia benar-benar malu jika sampai kembali pada Antonio. Lagi pula, Cassandra merasa tidak pantas bersama Antonio."Aku hanya tidak tega melihatmu bekerja di tempat itu, Cassandra. Aku takut terjadi sesuatu dengan kandunganmu. Bagaimana kalau laki-laki yang hendak membelimu itu mengetahui keberadaanmu?" ulang Bella khawatir."Kamu jangan takut, Bella, laki-laki itu tidak akan tahu aku kerja di