Bab 78Berbohong"Itu …" Jari telunjuk ku mengarah kepada pasangan suami istri yang tidak asing lagi bagiku.Ya, ibu dan juga bapak mertua. Mereka memasuki Bank rakyat yang cukup terkenal."Sedang apa mereka, Pak?" tanya ku pada Mas Wawan yang juga melihat kedua orang tuanya dengan seksama. Kantor bank itu berada di seberang jalan. Sehingga kami yang berada di toko sangat jelas melihat mereka dari kejauhan."Gak tahu, Dek. Mungkin nabung!" Mas Wawan menebak."Kita sapa gak, Mas?" tanyaku karena ragu melakukannya."Gak usah, Dek. Nanti mereka sungkan lagi. Biarkan saja!"Aku yang tidak terlalu menghiraukannya, percaya begitu saja.Sengaja kami tidak menyapa mereka, takut mereka akan salah paham nantinya.Setelah selesai membayar semua kain aku melangkah keluar toko. "Nanti barangnya segera dikirim, Mbak!" Aku tersenyum membalas keramahan sang pramuniaga.Guratan wajah Adi terlihat jelas masih mengharapkan kembalinya sang istri. Apa dia sudah gil*? Mengharap cinta wanita seperti Siska
Bab 79Salah sangkaIbu yang tadi sudah berjalan pulang, kemudian dia berhenti menatap dengan seksama wanita itu."Ya," jawabku singkat karena aku memang tidak mengenalnya."Dipilih-dipilih, Mbak. Ada panci, ada toples, ada centong, ada baskom. Bisa tunai juga kredit!""Astagfirullahaladzim," Semua mengucapkan istighfar bersamaan. Bude Rina dan para gadis itu pun ada yang menepuk jidatnya. Setelah banyak masalah yang kami lalui malah kedatangan wanita yang mengobral panci."Astaga, saya pikir mau apa, Mbak?" Langsung aku berterus terang dan membuat semuanya tertawa. Ibu mertuaku yang tadi kepo kini malah melangkah pulang dengan senyum yang mengembang."Berapaan itu?" tanya Mbak Ratmi menengok bawaan wanita itu yang cukup banyak.Baru saja wanita itu ingin menjelaskan berapa harganya dan bagaimana kualitasnya. Aku langsung menyela. "Tau dari mana, namaku Nanda?" "Dari ibu-ibu yang punya warung di sana." Wanita itu menunjuk warung yang berada tak jauh dari rumahku."Mereka bilang kala
Bab 80Adi pisahPOV AdiLangkahnya kian cepat setelah aku terus saja memintanya tetap tinggal. Siska, istriku melangkahkan kakinya meninggalkan rumah setelah pengusiran yang dilakukan oleh bapak. Mas Wawan menyodorkan beberapa foto di meja yang berada di ponselnya. Awalnya aku tidak percaya dengan apa yang aku dengar. Tapi pada kenyataanya mereka bicara dengan bukti di tangan.Siska pergi bersama seorang pria yang sudah berada di depan rumah dengan mobil bagusnya. Jika dilihat dari materi, aku jauh darinya. Tapi apa benar harta adalah alasan Siska mengkhianatiku? Rasa-rasanya aku sudah memberikannya lebih dari yang aku punya.Gaji, tunjangan, semuanya yang aku miliki ku serahkan padanya. ATM pun dia yang pegang. Jika aku ada perlu barulah meminta padanya. Salahkah?Menyenangkan hati istri adalah niat awalku memberikan semua akses padanya. Tapi malah membuatnya tak terkontrol. "Di, sebaiknya kamu berpisah dengan Siska. Dia tak pantas untuk kamu perjuangkan. Bagaimanapun dia sudah men
Bab 81Amarah Ali"Mamah depresi, Mbak!""Depresi? Kok bisa?""Papah pergi ninggalin mamah demi wanita muda, uang dan juga perhiasan mamah dibawa semua. Paling parahnya hutang-hutang yang selama ini katanya dibayar ternyata tidak dibayar oleh papah. Dia malah main gil* dengan seorang wanita muda!" Jasmin menunduk, ada rasa malu di wajahnya. Menceritakan keluarganya yang jauh dari kata sempurna. Tepatnya keluarga yang mempunyai masalah yang begitu rumit. Bulek Ami dulu selingkuh, hingga dia diceraikan suaminya. Kini dia diselingkuhi suami barunya. Mungkin karma menimpanya. "Ayah tau tentang semua ini?" tanyaku pada Jasmin yang kini sudah berhijab.Dia menggeleng, sesekali mengusap air matanya yang terus mengalir. Aku mengusap punggungnya. Dia kini seorang diri."Suami kamu gak ikut ke sini?" Lagi-lagi Jasmin hanya diam. Dia tak menjawab sepatah katapun. Tapi aku yakin pasti ada sesuatu yang telah terjadi.Aku menghela nafas panjang. Ku Syukuri sesuatu yang diberikan Tuhan padaku. Ter
Bab 82Keras kepala"Adi tidak akan menceraikan Siska, apalagi meninggalkannya?""Jika kamu membawa wanita itu kembali, kamu bukan anakku lagi!" Bak disambar petir. Suara menggelegar itu membuatku terkejut. Mendengar sesuatu hal yang membuat aku bergidik ngeri."Pak, sabar. Eling, jangan Seperti ini!"(Eling = ingat)"Sabar, Pak." Nanda ikut menenangkan Bapak. Dia terlihat sangat marah kepada Adi. "Pak, beri Siska kesempatan. Adi yakin dia akan berubah!" Adi memohon meminta kesempatan pada bapak.Aku berjalan mendekati Adi, memegang bahu kanan dan juga kiri anak lelakiku itu. Memberikan penjelasan dan memintanya tak lagi membahas Siska untuk saat ini.Takutnya suamiku akan kambuh sakitnya.Adi mulai bisa mengontrol emosinya. Tadi emosinya masih meluap-luap hingga nafasnya terlihat tersengal-sengal.POV NandaSiska adalah sosok ipar yang menurutku sangat mengerikan. Dikala dia masih ada di sini. Banyak hal yang terjadi, dia wanita yang cukup berani. Apalagi dengan kedua mertuanya yang
Bab 83Ditagih hutang"Bayar hutang dulu! Sini kamu?" Tangan nya yang lentik melambai ke arahku."Hutang? Aku merasa tidak pernah memiliki hutang, apalagi dengan anda!" Aku jawab dengan tenang. Memang nyatanya aku sudah tidak memiliki hutang. Mengambil pinjaman di bank dengan menggadai motor ketika ingin membangun rumah dulu. Alhamdulilah, sudah lunas. Sudah tidak ada lagi hal yang mengganggu pikiran."Ni, surat pernyataan kalau kamu pinjam uang sama saya!" Map berwarna biru dilempar ke arahku. Padahal aku sudah berniat mengambilnya dengan sopan. Surat itu mengatakan bahwa hutang itu atas nama Siska, tapi jika ada sesuatu hal lain dan Siska tidak bisa membayarnya hutang ini akan dibayar oleh Nanda. Itu yang tertulis di selembar kertas. Yang sudah ditandatangani diatas materai."Ini bukan tanda tangan saya!" Aku mengelak. Tapi memang sungguh kenyataannya nya kalau aku tidak pernah menandatangani kertas yang aneh-aneh. Apalagi jika menyangkut hutang piutang, aku akan meminta izin dulu
Bab 84PelakorKututup telpon kemudian aku tangkupkan kedua tangan ke dada. Rasanya tak percaya akan bisa sampai di titik ini."Kenapa, Dek?" tanya Mas Wawan yang menatapku penuh tanya.Adi, Bapak dan juga ibu, juga melempar pandangannya ke arahku."Jasmin, Mas!""Jasmin kenapa?""Dia mau ikut jualin baju aku! Dia mau ngambil foto disini. Mau lihat-lihat baju juga!""Alhamdulillah," ucap syukur bersamaan oleh semua yang ada di situ saat itu.Tidak pernah terbayangkan olehku akan semudah ini menjalankan usaha yang tadinya tak pernah menyangka akan sebesar ini.Kini aku mulai terjun di sosmed, banyak reseller yang ingin bekerja sama. Hingga aku kewalahan dalam hal menyiapkan barang."Mas, aku pulang dulu ya? Menyiapkan apa saja yang akan aku perlihatkan besok!" Aku segera berjalan pulang ke rumah. Disambut dengan pelukan hangat dari Hawa. Anak kecil itu selalu bisa membuatku tersenyum bahagia. Dengan tingkah polosnya itu.Pov Siska"Sayang, kamu punya hutang?" tanya pria tua itu."Iya,
Bab 85PengusiranPOV AUTHOR"Assalamualaikum," Terdengar salam dari luar. Nanda yang hendak mengambil air minum pun ia urungkan. Segera digendong Hawa lalu kemudian dia berjalan menghampiri sumber suara. "Waalaikumsalam, Jasmin." Teriak Nanda lalu merangkul keponakannya. Jasmin sekarang sudah berubah, dia jauh lebih baik dan tidak mengikuti jejak almarhum ibunya, memusuhi Nanda. Jasmin membalas pelukan sepupunya itu. Sembari mencium Hawa yang masih ada dalam gendongan Nanda. "Gimana kabarnya? Sehat?" tanya Nanda melonggarkan pelukannya. "Sehat, alhamdulilah. Mas Wanto sekeluarga juga sehat. Karyawannya pada libur, Mbak?" Jasmin menyapu keseluruhan ruangan hanya ada setumpuk kain dan juga deretan mesin jahit. "Iya, banyak pesenan. Setelah selesai aku kasih libur. Kasihan!" Jasmin dan Nanda terlihat sangat antusias. Kedatangan Jasmin ke Wonogiri tidak lain ingin membantu soal pemasaran baju milik Nanda. Terlihat sekali Jasmin memuji kualitas kain dan juga jahitan milik Nanda. Jasm