"Seorang suami itu mau dirinya dihargai dan dianggap ada. Coba pikir bagaimana perasaan Gus Hanan andai kamu kembali memberi peluang untuk Cybele? Lagian kamu sakit hati juga kan kalau ada orang ketiga lagi? Belajarlah dari masa lalumu, tentang Nurul, kemudian Syahdu. Apa mereka berdua belum cukup membuatmu sakit hati?""Ya sakit." Yumna menjawab sedih jika teringat dua sosok itu."Selain sakit hati karena cemburu, kamu juga selalu mendapat hujatan dan coba pikir baik-baik kalau seandainya Gus Hanan menikah lagi? Apa kata mereka tentang Gus Hanan? Suka ganti pasangan atau disebut ustadz nafsuan?""Mel, jangan ngomong gitu ah!""Lalu apa kata tetangga tentang kamu? Mandul? Jelek? Gak cocok jadi istri atau calon janda?" lanjut Amel sengaja menodong Yumna dengan banyak pertanyaan untuk membuka hatinya."Ya kan sudah dibilangin gak bakal ngizinin Cybele dapat peluang." Yumna melirik ke luar pintu yang terbuka. "Nah, datang lagi tuh orang!"Amel langsung berdiri dan menyambutnya di depan p
Mas Dika memarkir motor karena baru pulang dari bekerja. Dia mau mandi, tetapi terusik dengan wajah adiknya yang bermuka masam. Saat baru berangkat kerja dia melihat semua baik-baik saja dan kenapa sudah cemberut?Dia memindai sekeliling dan tidak melihat motor Gus Hanan, artinya dia hanya sendiri. Mas Dika tertawa kecil saat melihat adik kesayangannya melipat kedua tangan di depan dada. Dia pun menghampiri dengan tingkah songongnya."Melihat buah langsung dipetik, buahnya rusak dimakan kutu. Duhai adikku yang cantik, kenapa mukamu kusut begitu?""Melihat buah langsung dimakan, sementara kutu tak makan apel. Mas Dika yang gagal rupawan, adikmu ini lagi kesel!" Yumna tidak mau kalah, meski pantunnya tidak lebih baik dari Mas Dika."Kesel pun terlihat cantik, apalagi kalau senyum tersulam. Duhai adik yang cantik ... apa lagi, ya? Intinya kesal kenapa?""Mendayung perahu ke pinggir pantai, dayungnya patah dimakan buaya. Kalau Mas Dika tidak bawa teratai, lebih baik mandi sana!"Mas Dika
Jam sembilan malam baru lah Yumna kembali mendapat kesempatan mengobrol dengan suaminya. Dia langsung membawa hadiah tadi yang isinya belum dia makan sama sekali.Gus Hanan yang sedang membaca kisah dalam kitab kuning langsung menyudahi melihat istrinya memasang mimik yang tidak senang. Dia mendekat, lantas bertanya dengan lembut, "ada apa, Dek?""Mas, yang ngasih kado tadi siapa?""Farhana sama Maryam. Katanya itu buat kamu, makanya mas terima aja. Kenapa, gak suka ya?""Baca, Mas!" pinta Yumna masih dengan nada tidak suka. Dia menyerahkan secarik kertas itu dan Gus Hanan langsung membacanya.Yumna melihat raut wajah suaminya yang kelihatan bingung, lalu kembali melihat isi kado yang semuanya adalah makanan. Tidak mungkin tadi dia salah orang atau salah mendengar nama karena jelas-jelas Gus Hanan mendengar kalau itu untuk Yumna.Ponsel Gus Hanan berdering, ada sms masuk dari nomor tidak dikenal yang berarti disetel pribadi. "Aku di luar?""Itu siapa, Mas?""Gak tahu, cek ke depan yuk
"Assalamualaikum, Umi!" teriak Fatimah dari luar membuat Yumna menyudahi bacaan al-qur'annya."Waalaikumussalam, Anak Umi." Yumna membuka pintu kamar dan langsung memeluk Fatimah yang selalu cantik dan harum itu.Gus Qabil senang melihatnya, sekilas matanya berembun membayangkan sosok yang dipeluk Fatimah adalah mendiang istrinya. Jika bukan demi sang adik, maka lelaki itu tidak akan mengalah."Hanan di masjid, kan?""Iya, Gus. Ndak masuk dulu biar aku carikan mas Hanan?""Ndak usah, biar aku sendiri yang ke masjid. Assalamualaikum.""Wa'alaikumussalam."Qus Qabil langsung mengecup kening putrinya lembut, setelah itu langsung beranjak pergi karena dia sendiri masih sungkan jika berhadapan dengan Yumna.Bagaimana pun, dia pernah membuka hati untuk gadis itu, tetapi tidak kesampaian karena selalu menunda waktu. Dulu Gus Qabil menunggu saat yang tepat untuk melamar, ternyata sang adik malah mengutarakan keinginan itu padanya.Harapan yang melambung tinggi terpaksa pupus ditelan masa. Gus
"Nggak, Mas. Dia bukan calon aku. Iya, kan?" Gus Hanan menatap istrinya yang langsung mengangguk."Calon guruku maksudnya, Ustadz." Cybele tersenyum manis. "Ustadz ini sudah punya anak?""Iya.""Istrinya mana?""Meninggal. Mohon doanya.""Aku mau ndaftar soalnya anaknya cantik, cuman udah kepincut duluan sama Ustadz Hanan. Maaf ya, Ustadz kalau aku gak tertarik.""Terimakasih karena aku tidak perlu repot untuk menolak." Gus Qabil tidak tersenyum, dia lalu mengajak mereka pulang meski dengan kendaraan sendiri.Cybele menatap kesal pada Gus Hanan karena tidak mengakuinya sebagai calon. Dia juga marah pada lelaki yang mirip dengan Gus Hanan itu. Jika mereka kembar pun hati Cybele tidak akan berpaling dengan mudah.Dia menyusul ke rumah Yumna dengan berjalan kaki melewati semua murid yang sudah tahu kebiasaan Cybele. Dia telah menjadi buah bibir, tetapj tidak pernah peduli asalkan Gus Hanan bisa jatuh dalam pelukannya.Dalam kekesalan Cybele, Gus Hanan malah tertawa riang mengikuti sang i
Malam yang dinanti telah tiba, Mas Dika sudah duduk di depan rumahnya sambil berbalas pesan dengan Kevin. Dia sudah memberitahu hal itu pada temannya dan bersedia untuk membantu. Sayang sekali malam itu Amel tidak bisa turut membantu karena Ozil selalu minta ditemani oleh bundanya.Pukul delapan lewat, tetapi belum ada tanda-tanda seseorang yang mengintai dari jauh atau mobil yang berhenti di depan rumah. Mas Dika jadi curiga kalau semua hanya sekadar ancaman.Lelaki itu menggaruk jenggot tipisnya karena mulai jenuh apalagi suasana malam yang begitu dingin oleh embusan angin sepoi yang selembut bahasa cinta. Untung saja mereka sudah sepakat untuk makan malam selepas sholat magrib atau Mas Dika akan kelaparan."Di sini, Oma." Tunjuk Cybele yang suaranya kedengaran oleh Mas Dika.Cybele tidak menoleh sama sekali pada lelaki yang sedang duduk di depan rumah itu karena tujuannya saat ini adalah mendatangi Gus Hanan. Pintu rumah itu diketuk perlahan sampai empat kali sambil mengucapkan sal
“Jangan membenci siang yang terik karena di sore hari langit menunjukkan pesona senja yang indah.”***Pagi ini, Yumna sekeluarga baru saja pulang dari makam Syahdu. Itu semua atas permintaan Fatimah dan sudah menjadi aktivitas rutin untuk mereka terutama makamnya berada tidak jauh dari makam almarhum ayah.Yumna sempat menitikkan air mata saat menyentuh nisan bertuliskan nama ayahnya. Secepat itu luka datang memeluk hatinya yang memang sudah rapuh. Yumna menamainya tahun kesedihan karena terlalu banyak menghabiskan air mata.Gadis itu menghela napas sambil terus melangkah masuk rumah. Pada hari jumat, biasanya Gus Hanan memang meliburkan murid-muridnya, jadi memiliki waktu untuk keluarga."Abah, kita jalan-jalan, yuk!""Ke mana?""Motor-motoran ke mana saja. Fatimah bosan kalau di rumah terus, jadinya gak beda sama tinggal di pondok."Gus Hanan tersenyum. Tentu saja lelaki itu akan menuruti apa pun keinginan keponakan satu-satunya. Dia segera menemui Yumna yang baru saja berganti pak
"Sudah sepekan kamu ke sini untuk ngebujuk aku. Kamu pikir aku gak capek?!" Suara Yumna mulai meninggi.Dia juga manusia biasa yang terkadang sulit menahan amarah apalagi jika sabar dan ikhlas sedang tidak bersamanya. Cybele yang mendengar hanya menatap jengkel."Mbak, kan aku sudah ngomong baik-baik selama ini, ngasih kamu waktu. Hasilnya, Mbak gak ada nyampein perasaan aku ke Ustadz Hanan, kan?"Wuih, keren sekali calon pelakor zaman sekarang. Tidak bisa mendekati lelaki yang menjadi target, malah mendatangi istrinya langsung. Yumna tidak habis pikir dengan tingkah laku Cybele. Apa dia tidak punya rasa malu?Yumna menghela napas setelah tadi terlalu sibuk memijit kening. Dia berusaha tersenyum di depan Cybele. "Aku sudah nyampein ke Gus Hanan tentang perasaan kamu. Kalau ditolak mau bagaimana lagi? Kamu pikir aku gak kena marahnya?"Gadis di hadapannya sangat berbeda dengan Syahdu. Baik dari segi penampilan, sikap bahkan tutur kata. Dulu, Yumna memberi izin untuk gadis itu karena ta