"Ah sial!" Abimana melempar ponsel ke atas ranjang. Dirinya sangat kesal karena dari sekian banyak properti milik keluarga Aisyah, tak ada satupun yang terindikasi tersimpan nya surat-surat berharga keluarga Aisyah.'Apa aku mendekati pengacara keluarga Aisyah untuk mencari informasi mengenai surat-surat berharga itu ya?' Abimana tersenyum simpul merasa mendapatkan ide brilian. Wajah kusutnya kembali ceria."Berhasil Mas?" Karin keheranan melihat Abimana senyum sendiri. Ia merebahkan tubuhnya di pundak Abimana sambil mencium aroma wangi dari tubuh Abimana yang membuatnya tergila-gila. "Lihat besok aja ya! Sekarang Mas sangat lelah sekali, ingin istirahat!" Abimana merebahkan badannya di ranjang, tak mempedulikan Karin yang berada disampingnya. Tak lama kemudian terdengar dengkuran halus Abimana yang tertidur lelap.****Aisyah membuka koper besar yang dibawanya dari Singapura. Ia mengeluarkan semua barang bawaannya dan memeriksanya satu persatu."Non Aisyah, ada Pak Pengacara di depa
"Mobil siapa tuh bagus banget, nggak kalah sama mobil big bos kita," beberapa karyawan berbisik-bisik melihat mobil Aisyah terparkir di depan kantor.Bugh! Suara pintu mobil ditutup kembali oleh Aisyah. Dengan percaya diri, ia melangkahkan kaki menuju meja resepsionis."Cantik sekali! Pasti tamu penting big bos kan?" suara riuh karyawan yang saling bersahutan tak dihiraukan Aisyah. Ia berlagak tak mendengar pembicaraan mereka."Yess! Penyamaranku berhasil!" Aisyah bergumam pelan dan tersenyum simpul mendapati semua karyawan tak ada satupun yang mengenalinya."Pagi, Mbak!" dengan sopan Aisyah menyapa resepsionis di depannya."Pa-pagi!" suara resepsionis tergagap melihat wanita yang sangat cantik berdiri dihadapannya. Resepsionis muda itu bahkan merasa minder dengan dirinya sendiri meskipun kenyataannya ia sendiri wanita yang cantik."Benar disini ada lowongan untuk bagian administrasi dan pemasaran?" Aisyah melempar senyum manisnya."Anda mau melamar kerja?" Resepsionis itu keheranan
"Deal lima belas persen untuk Mahesa Group!" Mahesa berbicara tegas setelah membubuhkan tandatangannya sambil menatap tajam Abimana. Abimana yang masih tergagap dengan tindakan Mahesa makin tidak percaya setelah Mahesa menyerahkan selembar cek kepada Abimana."Seratus milyar rupiah," tatapannya tajam menguliti tubuh Abimana membuat Abimana makin salah tingkah dibuatnya."Anda sakit Tuan Abimana?" Mahesa bernada mencibir Abimana."Saya baik-baik saja, Tuan Mahesa!" Abimana berusaha mengendalikan dirinya. Bola matanya serasa mau loncat melihat nominal investasi awal yang Mahesa berikan."Terimakasih, Tuan! Sudah mau bekerja sama dengan Abimana Group," Abimana menyalami Mahesa dengan senyum mengembang."Sama-sama. Mari kita nikmati hidangan yang sudah kami siapkan!" Mahesa mengajak Abimana menyantap makanan mewah yang terhidang di hadapan mereka.Sadar ada meeting lain sore ini, Abimana pamit kepada Mahesa setelah selesai sesi santap siang."Maafkan saya, Tuan Mahesa! Bukannya saya lanca
Abimana berlalu menuju ruang Direktur Utama. Keinginannya untuk mengetahui pemilik pantulan cantik di cermin ia urungkan hanya untuk menerima telpon dari istrinya, Karin. Abimana tau konsekuensinya kalau telat menjawab panggilan istri cantiknya itu. Apalagi belakangan ini sikap Karin sedikit berubah."Ada apa, Sayang?" suara Abimana dibuat selembut mungkin ketika berbicara dengan Karin. "Mas, pulang kerja tolong belikan aku pecel lele di warteg ya!" Karin bernada memohon. Memang itu kenyataannya, saat ini Karin merasa ingin sekali makan pecel lele."Pecel lele? Kamu nggak lagi ngigau kan?" Abimana merasa heran dengan permintaan istrinya. Setahu Abimana, Karin sangat anti dengan makanan rendahan seperti itu. Sejak berpacaran dengannya, selera Karin berubah 360 derajat, termasuk selera makanan."Nggak kok, Mas! Aku lagi pingin banget makan pecel lele anget, jangan lupa pedes ya!" lagi-lagi permintaan Karin membuat Abimana makin heran. Pedas bukan selera Karin yang dikenalnya."Mas, kok
"Itu pasti mobil Mas Abi," Karin bergegas menuju pintu untuk menyambut suaminya pulang kerja. Senyum manis dengan deretan gigi putih bersih menghias wajah cantik Karin tatkala melihat Abimana memasuki rumah."Mas nggak lupa kan sama pesanan aku?" lengan Karin bergelayut manja pada tangan kekar Abimana."Buat kamu mas nggak akan lupa, Sayang," Abimana mencium pucuk kepala Karin. Menghirup aroma shampo yang semerbak dari rambut panjangnya yang bergelombang."Makasih, Mas!" Karin mengecup pipi Abimana sebelum mengambil piring untuk menuangkan pecel lele."Mas nggak diajak makan nih?" gurau Abimana mendapati Karin tengah asyik menikmati pecel lele tanpa menunggunya di meja makan. Padahal biasanya Karin menemani Abimana ganti baju lalu menggandengnya menuju meja makan untuk makan bersama. Namun kali ini, Karin hanya terfokus pada makanan yang ada di depannya."Maaf, Mas! Aku sangat lapar dari tadi," ucap Karin dengan mulut penuh. Ia menyiapkan makanan untuk Abimana sebelum kemudian kembali
Hoekkkk,Karin memuntahkan semua yang telah dia makan. Bahkan ketika dirinya merasa lemas tak bertenaga, mual yang dirasakannya tak juga hilang. Setengah menyeret kaki sendiri, Karin berjalan menuju kamarnya.Tangan Karin gemetar hebat ketika mencoba mengambil air hangat dari dispenser di dalam kamar. "Semoga air hangat ini membuat perutku bersahabat kembali," gumam Karin. Sayangnya hanya sebentar saja air hangat itu membantu dirinya, lima belas menit kemudian rasa mual itu kembali terasa."Karin dimana?" Abimana yang terjaga meraba samping tubuhnya. Ia membuka mata menyadari Karin nggak ada di sebelahnya."Karin sayang! Kamu dimana?" Abimana mengedarkan pandangan. Sepi hanya gemericik air yang terdengar dari kamar mandi."Tunggu dulu, kenapa seperti suara orang muntah? Apa Karin sakit?" Abimana turun dari ranjang mengetuk pintu kamar mandi."Karin! Buka pintunya!" Abimana menggedor kamar mandi karena nggak ada jawaban."Mas dobrak pintunya, ya!" Abimana kembali berteriak karena te
"Aku tidak akan membiarkanmu sedih karena anak ini, Nona!" Narendra mengikis jarak antara mereka berdua dan menggenggam kedua tangan Karin erat.Karin memejamkan kedua matanya saat hembusan nafas Narendra terasa menjalar hangat ke lehernya. Ia mulai merasakan perasaan aneh seperti semalam."Tenang, Karin! Jangan terbawa perasaan. Kamu harus secepatnya pergi dari sini!" gumam Karin sangat pelan."Sebagai bentuk tanggungjawab aku, mulai sekarang aku akan ikut memantau kesehatan kamu, Nona!" Narendra berbisik di telinga Karin yang sukses membuat Karin meremang."Tolong menjauh dariku! Aku kesulitan bernafas!" Karin memohon dengan mata yang sayu kepada Narendra. Ia pun mulai merasa nyaman dengan aku kamu kepada Narendra."Tapi matamu berkata lain, Nona!" Narendra mengukung Karin dengan kedua tangannya. Bibirnya yang hampir menempel dengan bibir Karin menghembuskan nafas beraroma mint yang membuat Karin susah payah menelan salivanya."Tolong, biarkan aku pulang! Aku nggak akan meminta pert
"Apakah kamu sudah menyiapkan materi terbaik untuk presentasi nanti?" Manager pemasaran dan penjualan mendekati Aisyah untuk melihat sejauh mana persiapan presentasi karyawan barunya setelah kemarin menyelesaikan laporan administrasi pemasaran dengan sangat baik."Sudah, Pak!" Aisyah berdiri tanda hormat sambil tersenyum."Bagus! Bersiaplah sebentar lagi kita akan melakukan meeting, tolong berikan yang terbaik untuk departemen kita!" Manager pemasaran masih nampak ragu dengan kemampuan Aisyah. Apalagi mengingat Aisyah adalah karyawan barunya di perusahaan ini."Tenang saja, Pak! Aku jamin Claudia pasti bisa melakukan tugasnya dengan baik!" Bu Niken menepuk pundak Aisyah. Sementara Aisyah hanya tersenyum simpul sambil membereskan berkas yang sudah di siapkan sebelumnya sebagai materi nanti."Sebaiknya kita keruang meeting sekarang! Lima menit lagi meeting nya dimulai!" Bu Niken mengajak Aisyah menuju ruang meeting dengan manager pemasaran di depan mereka.Aisyah menatap ruangan demi ru