"Jangan hiraukan wanita mandul tak berguna itu, Sayang, dia tidak tau hubungan kita kok.
Aku tidak pernah mencintainya, dia hanya mesin pencetak uangku saja, Sayang.""Pranggggg..."Seketika gelas kristal yang dipegang Aisyah terjatuh dan pecah. Badannya lemas tak bertenaga mendengar penuturan Abimana ditelepon. Ia sama sekali tidak menyangka suaminya bisa berselingkuh dibelakangnya.Lalu, siapa wanita yang dipanggil sayang sama suaminya itu?Apakah aset peninggalan orangtua yang dikelola suaminya aman?Penasaran dengan percakapan Abimana yang barusan didengarnya, Aisyah pun segera menyapu pecahan beling gelas kristal yang berserakan dan membuangnya ke tempat sampah. Ia pun berharap bisa mendengar lebih jelas apa yang Abimana bicarakan dan dengan siapa berbicara. Perlahan Aisyah berjalan mengendap ngendap menuju kamar utama, berharap Abimana tak menyadari bahwa ia berusaha menguping pembicaraannya.Di depan pintu kamar utama yang terbuka sebagian, Aisyah melihat suaminya masih bertelepon ria entah dengan siapa. Sesekali terlihat Abimana tersenyum bahagia. "Hmm... dengan siapa suamiku bicara di telepon ya? kenapa sebahagia itu wajahnya?" gumam Aisyah melihat ekspresi yang jarang sekali Aisyah lihat dari Abimana saat ini.Sayangnya, lama mematung di depan pintu pun pembicaraan Abimana tak terdengar, tidak seperti tadi saat Aisyah berada di dapur.Dan pada akhirnya Aisyah mendengar Abimana berkata "sudah ya, Sayang, nanti aku tlp lagi setelah Aisyah keluar dari rumah."Deg, jantung Aisyah berdegup kencang, mendengar Abimana memanggil sayang kepada orang lain yang kedua kalinya.Rasa penasarannya semakin besar. Ingin sekali ia menanyakan secara langsung siapa yang berbicara dengan Abimana di telepon. Tapi sayangnya Aisyah takut kalau Abimana berkelit. Ia harus mencari bukti tambahan kalau benar suaminya sedang berselingkuh dengan wanita lain.Dengan senyum mengembang Aisyah masuk ke dalam kamar seolah olah dia tidak mendengar apapun."Makan dulu yuk, Sayang. Keburu dingin lho makanannya," ujarnya lembut sambil merangkul pinggang suaminya, Abimana.Abimana pun berbalik dan mencium kening Aisyah. Sejenak Aisyah merasa jijik diperlakukan seperti itu oleh suaminya sendiri setelah tau yang dilakukan Abimana dibelakangnya."Awas, Mas, tunggu saja! permainanmu akan segera terbongkar," Aisyah berbicara di dalam hatinya.Ia pun menggandeng tangan Abimana menuju meja makan."Masakanmu selalu seperti ini Sayang, enak rasanya, beruntungnya aku punya istri sepertimu, Sayang! sudah cantik, baik, kaya, pintar masak pula, makasih ya", tutur Abimana sambil melahap habis hidangan yang di ambilkan Aisyah." Sama sama, Sayang", Aisyah membalas pujian sang suami. " Oh ya, Mas, stok bahan makanan di dapur udah berkurang, anter aku yuk belanja ke supermarket!", kata Aisyah menatap sang suami."Biar aku saja sendiri yang belanja ya, kamu tulis aja list makanan yang perlu aku beli, kamu di rumah aja istirahat, pasti kamu kecapean kan mengurus rumah?" ujar Abimana."Sejak kapan mas Abimana mau belanja kebutuhan dapur sendiri ya?" gumam Aisyah."I.. iya, Mas, aku tunggu kamu belanja aja di rumah kalo begitu, tapi awas jangan ada yang ketinggalan satu barang pun," Aisyah mengiyakan."Siap, Sayang, aman!" Abimana tersenyum sumringah mendengar penuturan Aisyah.Dia pun sudah tak sabar ingin segera memberitahukan selingkuhannya tentang ini, bayangan wajahnya yang cantik dengan body sexi itupun seketika muncul dipikiran Abimana. Membuat Abimana tersenyum bahagia seketika, dia tak sadar Aisyah terus memperhatikannya."Mana list belanjaannya, sayang?"Abimana berseru dari dalam mobil. Tak lama Aisyah pun menyerahkan secarik kertas daftar belanjaan kepada Abimana."Hati hati ya, Mas, berkendaranya, jangan ada yang tertinggal satu barangpun!."Aisyah berseru kepada suaminya. Ia terus mematung di teras melihat mobil yang dikendarai Abimana meninggalkan komplek perumahannya.Setelah dipastikan Abimana menjauh, Aisyah segera berganti pakaian dengan gamis etnik favoritnya, jilbab pashmina dengan warna senada menambah anggun penampilan seorang Aisyahrani, anak konglomerat terkaya di kotanya. Yang meninggalkan begitu banyak warisan untuknya.Namun sayang saat ini Aisyah lebih memilih diam di rumah dan memberi kepercayaan kepada Abimana suaminya untuk mengelola perusahaannya."Awas aja, Mas, kalau kamu ketahuan selingkuh,"Aisyah bergegas mengambil tas dan hp nya. Ia pun segera mengendarai mobilnya membelah jalanan perkotaan yang ramai.Ia membuka hp nya dan melihat posisi Abimana sekarang. Senyum pun merekah di bibir Aisyah. "Kamu tidak akan bisa bermain main denganku, Mas."Abimana yang tidak menyadari kecurigaan Aisyah segera menghubungi pacarnya." Hallo, Sayang, aku tunggu di hotel Tiara ya honey, udah ngga tahan nih pingin meluk kamu, cepetan ya dandan yang cantik untukku, love you, Sayang"."Iya, Sayang, aku pun kangen banget sama kamu, tunggu ya 10 menit lagi sampai, kamu pasti nggak akan bisa menolak kecantikanku lagi" suara manja seorang wanita terdengar diseberang tlp.Nyessssss...Ada nyeri yang menusuk hati Aisyah saat ini.Setegar apapun dirinya airmata tetap mengalir deras di kedua pipinya. Bagaimanapun Abimana adalah pria yang sangat ia cintai.Pria yang telah bersama dengannya selama tiga tahun ini. Yang menjadikannya ratu di rumah tangganya.Dengan hati getir Aisyah berusaha fokus mengendarai mobilnya menuju hotel Tiara yang disebut Abimana tadi. Ia memarkir mobilnya di seberang hotel tersebut supaya Abimana tidak mengetahui keberadaannya.Tak lama kemudian ia melihat mobil Abimana berhenti di depan hotel tersebut diikuti taxi online dibelakangnya.Nampak Abimana turun dari mobil itu menuju mobil taxi online dibelakangnya, lalu membuka pintu mobil tersebut.Aisyah melihat seorang wanita cantik turun dari mobil sambil menggenggam tangan Abimana. Dada Aisyah bergemuruh hebat melihat itu semua, tetapi dia berusaha kuat untuk melihat apa yang akan mereka lakukan kemudian. Aisyah ingin melihatnya dengan mata kepala sendiri kalaupun Abimana benar benar berselingkuh.Abimana menuntun wanita itu menuju lobby hotel, menuju meja recepsionis dan memesan kamar. Aisyah melihat Abimana menerima kunci kemudian menggandeng mesra wanita itu. Aisyahpun berjalan pelan mengikuti mereka.Nampak mereka berdua memasuki sebuah kamar VIP.Belum sempat Abimana mengunci pintu kamar hotel tersebut, Aisyah berteriak lantang dan bergegas berdiri di pintu kamar tersebut."Oh... belanjanya sampai kesini ya, Mas!"Abimana terkejut bukan kepalang mendengar suara Aisyah. Ia tak menyangka Aisyah mencurigainya dan mengikutinya.Abimana yang terkejut melihat kemunculan Aisyah pun nampak kebingungan. Sebisa mungkin ia membela diri."Ini tidak seperti yang kamu pikirkan Sayang, kita disini hanya urusan bisnis kok.""Urusan bisnis apa, Mas! yang harus dilakukan di dalam kamar hotel seperti ini? bisnis birahi bukan? apa kurang semua pelayananku, Mas?Sampai sampai dengan teganya kamu mencari perempuan lain untuk memuaskan nafsumu!" cecar Aisyah dengan nafas memburu dan berurai airmata."Dengan siapa kamu bermain api di belakangku, Mas! jawab!" tanya Aisyah sambil menangis. Ia berusaha mendorong tubuh Abimana ke dalam kamar untuk melihat siapa sebenarnya wanita selingkuhan Abimana. Namun, Abimana menghalanginya sehingga Aisyah pun terdorong keluar kamar hotel."Kita cerai, Mas, aku akan menggugatmu ke pengadilan! tunggu dan tandatangani saja surat perceraian kita! aku sudah memiliki semua buktinya! aku ngga bisa memaafkan perselingkuhan ini, Mas!"Seru Aisyah sambil berlari meninggalkan mereka berdua." Tunggu, Sayang, mas bisa jelaskan semuanya, mas minta maaf, Sayang." Abimana segera mengejar. Namun sayang, Aisyah sudah mengendarai mobilnya."Aaaaaarrggghhhhhhhhhh...." Abimana mengacak rambutnya frustasi."Tenang dong, Sayang, kenapa takut bercerai dengan Aisyah? bukankah perusahaan nya sudah jatuh ke tangan kamu?" wanita itu tersenyum licik yang dibalas anggukan Abimana. Mereka pun kembali ke kamar hotel dan menuntaskan hasrat terlarang mereka.2 bulan kemudian,Setelah resmi bercerai dengan Abimana, Aisyah kembali memimpin perusahaan miliknya."Maaf, Bu, saya hanya ingin menyerahkan copyan berkas berkas kepemilikan saham perusahaan yang sudah ibu setujui dan tandatangani perpindahan kepemilikannya kepada bapak Abimana," seorang staf masuk dan menyerahkan map biru kepadanya."Apa ini?" gumam Aisyah kaget karena ia tidak merasa menandatangani surat penyerahan kepemilikan perusahaan kepada Abimana, mantan suaminya."Bu Aisyah!"Seketika lamunan Aisyah buyar, ia kembali menoleh ke staf kantornya lalu menerima map biru yang diberikan kepadanya.Seketika raut wajah cantik Aisyah berubah pucat, membaca lembar demi lembar dokumen itu."Mas, Abimana... tega sekali kamu, Mas, kepadaku" desis Aisyah emosi. "Panggil manajer keuangan kesini! bawa laporan keuangan perusahaan ini selama tiga tahun terahir! kamu boleh kembali!" seru Aisyah kepada pegawainya. "Baik, Bu," staf itupun pergi dari hadapannya.Aisyah memijit keningnya yang tiba tiba berdenyut hebat, menunggu orang yang dipanggilnya datang. "Masuk!" seru Aisyah melihat orang yang dipanggilnya sudah berdiri di depan pintu."Siang, Bu, ini laporan keuangan perusahaan yang ibu minta," manager keuangan itupun menyerahkan tumpukan dokumen tebal kepada Aisyah dengan sopan."Terimakasih," Aisyah pun segera menerima dan mempelajarinya satu persatu. "Hmm... tak ada yang mencurigakan di tahun pertama," gumamnya.Aisyah pun melanjutkan pemeriksaannya dan s
Aisyah pun segera menyambar kunci mobilnya membawa serta beberapa dokumen dan dokumen perpindahan perusahaan yang katanya telah disetujui tersebut. Ia bergegas meninggalkan perusahaannya. Dengan pikiran kalut, Aisyah berusaha setenang mungkin membawa laju mobilnya membelah jalanan kota yang padat."Arghhh...kenapa harus terjebak macet segala," gerutunya. Dua jam sudah Ia terperangkap dalam kemacetan jalanan kota. Otaknya terus berputar mencari cara untuk mendapatkan kembali perusahaan yang diambil alih Abimana sambil sesekali memperhatikan kondisi jalan.Aisyah menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal karena kesal tidak mendapatkan ide yang pas menurutnya, hingga pandangannya tertuju ke sebuah mobil yang terparkir di halaman restoran depan Aisyah."Tunggu dulu, bukannya itu mobil mas Abimana? kemana orangnya?"Aisyah memperhatikan lebih jeli lagi ke arah restoran tersebut, ia menangkap sosok familiar sedang menyantap makanan bersama seorang wanita cantik."Mas Abi," gumam Aisyah
"Aku berada dimana?" Aisyah bergumam memandang ke sekeliling ruangan.Kamar sederhana ukuran 3x4 dengan satu lemari kecil dan kasur yang hanya muat satu orang."Apa yang sudah terjadi? dimana aku?" Aisyah bicara sendiri. Ia pun berusaha bangun dari tidurnya. Namun sakit di kepalanya seakan memaksa ia merebahkan kembali badannya diatas kasur kecil itu.Samar samar terdengar orang yang berbicara."Siapa sebenarnya mereka?" Aisyah berusaha mencari jawaban. "Bagaimana aku bisa berada disini ?" Aisyah bergumam. Ia berusaha mengingat apa yang terjadi."Ya Allah, aku pingsan rupanya, tapi siapa yang membawaku kesini?" Belum sempat Aisyah berkata lagi, tampak seseorang membuka pintu kamar dari luar."Kamu sudah siuman rupanya, baguslah, seenggaknya aku nggak perlu repot repot nungguin kamu!" ujar seorang wanita cantik masuk menghampiri Aisyah."Karin...!" seru Aisyah tertahan. Matanya kembali berkaca kaca tatkala mengingat dengan jelas perlakuan Abimana kepada dirinya. Ia masih tidak percaya
"Aaaaaaaarrgggghhhhhh...sakit!!!"Abimana tiba tiba menjerit kesakitan. Abimana merasa semuanya menjadi kabur dan gelap.Abimana pingsan. Melihat Abimana pingsan membuat Karin sangat panik, sedangkan taksi online yang Karin pesan belum nampak."Mas...mas...bertahan ya, Mas! sebentar lagi mobilnya datang kok," ucap Karin. Matanya melebar melihat darah yang terus merembes membasahi potongan kemeja yang menutup luka Abimana."Tolong...tolong...!" Karin menjerit meminta pertolongan. Namun seakan suaranya hanya habis sia-sia, tak ada satupun orang maupun kendaraan yang melintasi mereka. Hari pun mulai beranjak gelap. Kabut pun mulai turun, suasana sepi dan mencekam kini dirasakan Karin.Rasa takut dan cemas akan keadaan Abimana menguasai hatinya.Di tengah kecemasan, Karin melihat sebuah taksi berhenti tak jauh dari tempat mereka berdua.Sopir taksi itupun dengan cepat membantu Karin membawa Abimana menuju rumah sakit terdekat.Setibanya di rumah sakit, Abimana yang mengalami pendarahan h
Di tempat lain,Selepas membersihkan sisa darah Abimana yang masih tercecer di jok mobil dan mengamankan pisau yang digunakan untuk melukai Abimana, Aisyah mengemudikan mobilnya dengan kencang, ia takut Abimana menyuruh anak buahnya untuk mengejar dirinya.Hamparan perkebunan teh dan sayur mayur yang menyegarkan mata, tidak jua membuat Aisyah merasa nyaman. Ia masih merasa trauma dengan kejadian yang baru saja dialaminya.Jalanan yang dilalui Aisyah semakin kecil dan berkelok, maklum saja, orangtua Aisyah membeli villa keluarga itu di tempat terpencil daerah pegunungan di desa terpencil, jauh dari hiruk pikuk kota. Tentu berbeda dengan beberapa villa milik keluarganya yang berada di daerah Puncak.Semakin lama, Aisyah mulai merasakan sedikit ketenangan. Ia mulai mengurangi kecepatan kendaraannya, mengingat jalanan yang harus ia lalui pun tidak bisa menggunakan kecepatan kendaraan yang tinggi.Sesekali, Aisyah menikmati pemandangan sepanjang perjalanan yang begitu indah.Dimana hampar
"Assalamu'alaikum." Aisyah mengucap salam ketika melangkahkan kakinya ke dalam rumah panggung itu. Dengan langkah gontai akibat kelelahan Aisyah duduk di kursi rotan. Peluh mengalir membasahi sekujur tubuhnya. "Bersih sekali disini, tidak sia-sia papa mempercayakan villa ini kepada Abah Entis dan Ma Onah." Gumam Aisyah sambil berjalan menelusuri seluruh ruangan di rumah itu. Rumah panggung sekaligus villa keluarga Aisyah ini hanya memiliki dua kamar tidur, ruang tamu, dapur dan kamar mandi. Rumah ini sengaja didesain sederhana supaya tidak ada satu orang pun yang mengetahuinya. Terutama saingan bisnis almarhum papanya dulu. Oleh karena itu, almarhum papanya seringkali mengajak Aisyah dan mamanya kesini, untuk melepas penat dari hiruk pikuk ibukota. Puas melihat sekeliling rumah, Aisyah memutuskan untuk beristirahat di kamar depan. Tempatnya sedari dulu jikalau keluarganya menginap disini. Aisyah segera memindahkan barang-barang dari dalam tas dan menyimpannya kedalam lemari. L
"Ibuuuu," Aisyah tetap menangis di pelukan Ma Onah. Aisyah melihat kalau orang yang memeluknya kini adalah ibunya. Ia memeluk wanita yang terus membelai rambutnya penuh kasih sayang itu. "Ini Ema, Non!" Ma Onah melepas pelukannya dan memegang erat tangan Aisyah. Aisyah sejenak tertegun mendengar penuturan Ma Onah. Ia memandang Ma Onah seksama. Memastikan kalau wanita yang dihadapannya kini orang lain. Namun sayang, Aisyah tetap melihat Ma Onah itu ibunya. Dalam pandangan Aisyah, ibunya tengah tersenyum kepadanya. Aisyah yang sedang terpuruk dan sangat merindukan orangtuanya itu menghambur kembali kedalam pelukan Ma Onah. Ia memeluk wanita paruh baya itu dengan erat. Seolah enggan melepaskan pelukannya. "Ibu, Aisyah kangen," rengeknya manja. Ingusnya sampai keluar mengotori baju Ma Onah. "Non Aisyah! ini ema, bukan nyonya!" Ma Onah kembali mengingatkan Aisyah. Namun Aisyah tetap bergeming dan menangis kembali. "Ibu... Mas Abi," Aisyah bicara sambil menangis. Ma Onah akhirnya
"Sudah! non Aisyah jangan nangis terus! nanti cantiknya hilang," hibur Ma Onah."Ma, ustadz nya sudah datang," Abah Entis berbisik sambil mempersilahkan ustadz masuk.Masuklah seorang laki-laki tampan nan rupawan. Memakai koko dan peci putih juga kain sarung dan berkalung sorban hitam mendekati Aisyah."Mas Abi?" Aisyah bergumam."Mas, ini beneran kamu? Kamu mau menjemput aku, Mas?" Aisyah kembali bertanya dengan suara yang jelas."Maaf, saya bukan Abi suamimu. Saya orang lain," jawab ustadz itu menatap tajam ke arah Aisyah."Kamu jahat, Mas! Untuk apa kamu datang kemari kalau bukan untuk menjemput aku?""Pergi kamu dari sini! Aku benci kamu, Mas!" seru Aisyah garang.Ia kemudian mengamuk lagi. Bantal guling Aisyah lempar ke arah ustadz itu. Sementara sang ustadz hanya tersenyum melihat Aisyah seperti itu, perlahan ia mendekati Aisyah."Jangan dekati aku, pergi kamu!" Aisyah histeris. Tanpa disangka, ia mengambil gelas yang berada di meja rias dan melemparnya ke arah ustadz.Hap,Gela