Share

Aisyah depresi 1

"Assalamu'alaikum."

Aisyah mengucap salam ketika melangkahkan kakinya ke dalam rumah panggung itu.

Dengan langkah gontai akibat kelelahan Aisyah duduk di kursi rotan. Peluh mengalir membasahi sekujur tubuhnya.

"Bersih sekali disini, tidak sia-sia papa mempercayakan villa ini kepada Abah Entis dan Ma Onah." Gumam Aisyah sambil berjalan menelusuri seluruh ruangan di rumah itu.

Rumah panggung sekaligus villa keluarga Aisyah ini hanya memiliki dua kamar tidur, ruang tamu, dapur dan kamar mandi.

Rumah ini sengaja didesain sederhana supaya tidak ada satu orang pun yang mengetahuinya. Terutama saingan bisnis almarhum papanya dulu.

Oleh karena itu, almarhum papanya seringkali mengajak Aisyah dan mamanya kesini, untuk melepas penat dari hiruk pikuk ibukota.

Puas melihat sekeliling rumah, Aisyah memutuskan untuk beristirahat di kamar depan. Tempatnya sedari dulu jikalau keluarganya menginap disini.

Aisyah segera memindahkan barang-barang dari dalam tas dan menyimpannya kedalam lemari. Lepas itu, Aisyah segera mandi untuk membersihkan badannya yang kotor.

"Aw...!"

Pekik Aisyah ketika air mengenai tubuhnya. Rasa perih akibat goresan ranting saat dirinya mengalami kecelakaan terasa seperti sayatan kecil yang sengaja ditorehkan.

"Aduh, perih sekali," gumamnya sambil meneteskan airmata.

Bahkan, sesekali Aisyah meringis dan berteriak kesakitan saat mencoba membersihkan badannya dengan sabun mandi.

Puas membersihkan diri, Aisyah berganti pakaian dengan piyama yang tersedia didalam lemari.

Tak ada satupun yang kurang di kamar ini, semua kebutuhan Aisyah tersedia lengkap.

Aisyah kemudian menghadap cermin. Nampak lebam biru di sudut mata dan keningnya. Ada juga luka sayatan di dagu sebelah kiri.

Lama sekali Aisyah mematung didepan cermin.

Sambil mengolesi lukanya dengan salep khusus, ia memandang pantulan dirinya.

Terlihat jelas wajahnya yang sedikit tirus, pucat dan nampak kacau. Bahkan, lingkaran hitam mata panda bergelayut manja dibawah matanya.

"Tega sekali kamu, Mas Abimana! Beraninya kamu khianati aku dan almarhum orangtuaku!" umpat Aisyah sambil mengoleskan cream di wajahnya.

"Aku seperti ini semua karena kamu, Mas! Tunggu pembalasanku. Sekarang, silahkan kamu nikmati hartaku sepuasnya, sebelum aku ambil kembali, Mas!" Aisyah berteriak sendiri didalam kamar.

Bayangan Abimana tertawa menyaksikan dirinya terusir dari rumah kembali berkelebat. Membuat Aisyah semakin membenci sosok Abimana.

Siapa sangka, pria yang begitu ia cintai tega mengkhianati semua hal yang Aisyah miliki.

Bayangan Abimana dan Karin di hotel Tiara pun kembali menghantui.

Bagaimana mesranya Abimana mencium dan mencumbu leher jenjang milik Karin dan desahan Karin yang menikmati setiap sentuhan Abimana seakan menari-nari di ingatannya.

"Bangsat kamu, Mas Abimana! aku benci kamu!" emosi Aisyah tak terbendung lagi, ia melempar vas bunga yang ada di meja rias sehingga terdengar bunyi beling yang berjatuhan.

"Non Aisyah! Non...!" terdengar suara perempuan paruh baya memanggil nama Aisyah.

"Non Aisyah, jawab ema atuh! Bukain pintunya!"

perempuan yang tidak lain adalah Ma Onah itu terus menggedor pintu kamar Aisyah.

Ma Onah sangat khawatir ketika hendak memanggil nona mudanya, terdengar suara kaca jatuh. Ia khawatir nona mudanya kenapa napa.

"Abah..! Abah...!" Ma Onah memanggil Abah Entis dengan sangat nyaring.

"Ada apa mak teriak-teriak? Bikin Abah kaget saja," Abah Entis tampak mengatur nafasnya.

"Non Aisyah, Abah! Non Aisyah...," ucapan Ma Onah menggantung.

"Heueuh kunaon Non Aisyah teh Ma?" Abah Entis ikut panik.

"Nggak tau, Abah! pintunya juga dikunci dari dalam. Cepat Abah buka pintunya!" titah Ma Onah kepada suaminya.

"Non Aisyah, buka atuh pintunya geulis! Ini Abah."

Namun sayang, berulang kali pasangan suami istri itu memanggil nama Aisyah. Tak satupun yang dijawab oleh Aisyah. Mereka hanya mendengar isak tangis dari dalam kamar.

Khawatir dengan nona mudanya, Abah Entis memutuskan untuk mendobrak pintu kamar.

Brak!!

Suara pintu didobrak terdengar jelas. Kunci dan engsel pintu berhamburan di lantai.

Setelah pintu terbuka, pasangan suami istri itu terkejut dibuatnya.

Bagaimana tidak, nampak Aisyah tengah menangis dibawah kasur, sambil memeluk foto kedua orangtuanya.

Sementara pecahan vas bunga berserakan dimana-mana, memenuhi ruangan kamar itu. Bahkan, pergelangan tangan Aisyah berdarah. Nampak pula serpihan beling menancap di pergelangan tangannya itu.

Melihat nona mudanya seperti itu, Ma Onah segera berlari memeluk tubuh kurus Aisyah. Wanita cantik yang selama ini menjadi majikannya.

Sementara itu Abah Entis segera ke belakang mengambil sapu dan pengki, untuk membersihkan pecahan beling dari vas bunga.

"Non Aisyah! kenapa, Non?" Ma Onah memeluk tubuh Aisyah dan mengusap kepalanya.

Karena Aisyah tetap tak bergeming, Ma Onah mencabut serpihan beling yang menancap di pergelangan tangan Aisyah.

Namun, Aisyah tetap diam. Hanya airmata yang berjatuhan di kedua pipinya.

"Ya Alloh, Non! kenapa bisa jadi seperti ini? apa yang non alami?" cecar Ma onah. Tangan tuanya cekatan membersihkan darah yang keluar dari tangan Aisyah, dan membungkus lukanya dengan kain kassa yang tersedia di kotak P3K.

Ma Onah kemudian menuntun Aisyah untuk berbaring di atas kasur. Tak ada reaksi sedikitpun dari Aisyah. Hanya airmata yang mengalir mengiringi tatapan kosong matanya.

Sementara itu, Abah Entis dengan cekatan pula membersihkan beling yang berserakan dan menata kembali kamar Aisyah. Sehingga kamar Aisyah nampak rapi seperti sedia kala.

"Abah, tolong ambilkan makanan dan air teh hangat untuk non Aisyah!" titah Ma Onah sambil mengelap airmata yang terus mengalir di pipi Aisyah,

"Non Aisyah, istigfar Non! nyebut!" Ma Onah berusaha membuat Aisyah sadar dengan mengolesi lengan Aisyah dengan minyak kayu putih.

Sebab seluruh badan Aisyah sangat dingin terasa. Setelah selesai mengolesi bagian tubuh Aisyah dengan minyak kayu putih, Aisyah pun menoleh ke arah Ma Onah.

Wanita muda itupun langsung bangkit dan memeluk Ma Onah.

"Ma...! huhuhu," tangis Aisyah pecah kembali dalam pelukan Ma Onah.

Ma Onah hanya bisa meneteskan airmata sambil mengelus pucuk kepala Aisyah dengan penuh sayang. Ia membiarkan Aisyah menumpahkan segala rasanya.

"Ini, Ma! makanannya," Abah Entis memberikan makanan sesuai pesanan istrinya.

"Makan dulu, Non!" ucap Ma Onah menerima piring dari suaminya.

Ma Onah segera menyuapkan nasi ke mulut Aisyah. Namun Aisyah seakan enggan membuka mulutnya.

"Buka mulutnya, Non! Biar Ma Onah suapin. Non harus makan yang banyak, harus kuat!" ucapnya membujuk Aisyah.

Mendengar ucapan Ma Onah, Aisyah menoleh ke arahnya dan menatap Ma Onah tajam.

"Iya, Non! Non Aisyah harus mau makan. Supaya kuat menghadapi masalah yang sekarang menimpa, Non!" Ma Onah meyakinkan Aisyah.

Aisyah hanya menggangguk dan membuka mulutnya.

'Alhamdulillah non Aisyah mau makan juga,' bisik hati Ma Onah.

Ia menyuapi Aisyah dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.

Sayangnya perlakuan lembut Ma Onah malah mengingatkan Aisyah kepada almarhumah ibunya.

"Ibu..."

Tangis Aisyah kembali terdengar menyayat hati siapapun yang mendengarnya. Ma Onah tak kuasa melihat majikannya terpukul seperti itu.

Kembali ia membawa Aisyah kedalam pelukannya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Dina0505
kasihan Aisyah
goodnovel comment avatar
yuni yulistianingsih
suka banget ceritanya makin penasaran
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status