"Sudah! non Aisyah jangan nangis terus! nanti cantiknya hilang," hibur Ma Onah."Ma, ustadz nya sudah datang," Abah Entis berbisik sambil mempersilahkan ustadz masuk.Masuklah seorang laki-laki tampan nan rupawan. Memakai koko dan peci putih juga kain sarung dan berkalung sorban hitam mendekati Aisyah."Mas Abi?" Aisyah bergumam."Mas, ini beneran kamu? Kamu mau menjemput aku, Mas?" Aisyah kembali bertanya dengan suara yang jelas."Maaf, saya bukan Abi suamimu. Saya orang lain," jawab ustadz itu menatap tajam ke arah Aisyah."Kamu jahat, Mas! Untuk apa kamu datang kemari kalau bukan untuk menjemput aku?""Pergi kamu dari sini! Aku benci kamu, Mas!" seru Aisyah garang.Ia kemudian mengamuk lagi. Bantal guling Aisyah lempar ke arah ustadz itu. Sementara sang ustadz hanya tersenyum melihat Aisyah seperti itu, perlahan ia mendekati Aisyah."Jangan dekati aku, pergi kamu!" Aisyah histeris. Tanpa disangka, ia mengambil gelas yang berada di meja rias dan melemparnya ke arah ustadz.Hap,Gela
"Istri saya terjatuh saat dalam perjalanan menuju ke rumah sakit ini, dokter." Abah Entis menceritakan kejadian yang baru saja mereka alami."Saya turut prihatin, Pak! Tetapi, pendarahan istri Bapak harus segera dihentikan,""Tolong segera tandatangani surat persetujuan operasinya, Pak!" dokter itu kembali mengingatkan Abah Entis muda.Bingung dengan biaya operasi yang harus dibayar, Abah Entis terpaku dalam diam. Tak dihiraukannya dokter yang terus memanggilnya."Bapak baik-baik saja?" dokter itu menepuk pundak Abah Entis. Membuat dirinya tersadar dan menoleh ke arah dokter."I-iya, dokter! Saya mengerti, tapi.." ucapan Abah Entis menggantung."Ada masalah?" dokter muda itu menautkan kedua alis tebalnya."Saya bingung dengan biaya operasinya dokter," Abah Entis muda berterus terang."Ijinkan saya yang membayar biaya operasi istri anda, Pak." pasutri yang tadi menolong Abah Entis telah berada di dekatnya."Segera tangani istri Bapak ini, dokter! Saya yang akan mengurus administrasinya
Abah Entis yang lelah setelah setengah hari mengayuh becak mengais rezeki, terduduk lesu melihat puing-puing rumah bedeng yang berserakan dimana-mana.Peralatan rumah tangga bercampur debu dan sampah bercampur jadi satu, tak berbentuk lagi.'Dimana aku tinggal malam ini?' batin Abah Entis.Raut wajahnya memancarkan kegelisahan dan kecemasan mendalam. Bukan hanya bingung mencari tempat tinggal baru, tetapi ia juga harus memikirkan istrinya yang baru pulih pasca operasi dan melahirkan.Terbayang pula tangisan bayi kecil mereka, Abimana. Disaat keinginannya untuk membawa pulang Abimana dan kembali berkumpul bersama, Abah Entis muda harus menerima kenyataan bahwa rumahnya terkena penggusuran."Akang, jangan melamun! kita harus segera mencari tempat tinggal," Ma Onah muda menepuk pundak suaminya."Iya, Nyai!" Abah Entis bangkit berdiri dan membawa bungkusan pakaian yang sudah dirapikan istrinya.Terlihat orang-orang sibuk berlalu lalang pergi meninggalkan tempat itu satu persatu.Abah Enti
Kedatangan ustadz muda bernama Yusuf itu membuat perubahan besar untuk Aisyah.Perlahan tapi pasti, Aisyah semakin kuat dan tegar menghadapi tantangan kehidupan.Pengkhianatan Abimana yang sempat membuatnya depresi, sekarang berangsur pulih dan membaik.Ustadz muda itu sengaja di undang setiap hari oleh Abah Entis untuk mengajak Aisyah dialog seputar kehidupan.Tepat seminggu setelah pertemuan pertama Aisyah dan ustadz Yusuf, kondisi kejiwaan Aisyah telah kembali seperti sediakala.Bahkan, Aisyah kini lebih menyerahkan diri kepada Tuhan penguasa semesta. Aisyah juga rutin mengkaji ilmu agama kepada ustadz Yusuf.Setiap sore hari, ustadz Yusuf akan bertandang ke rumah Aisyah untuk mengajarkan Aisyah ilmu agama.Selain karena motivasi dari ustadz Yusuf, kepedulian dan kasih sayang Abah Entis dan Ma Onah membuat Aisyah semakin nyaman dan kembali ceria.Ditambah lingkungan pedesaan yang asri, serta penduduknya yang ramah, membuat Aisyah semakin betah tinggal di sana.Suatu sore setelah u
Sementara itu di tempat kejadian Aisyah kecelakaan,Para warga yang sedang berkebun dan bertani saling pandang mendengar suara dentuman yang cukup keras.Mereka berbondong-bondong mencari sumber suara. Mereka mencari sebelah kanan dan kiri jalan tetap tidak menemukan apa-apa.Sampai seseorang yang memeriksa daerah curam berkelok, berteriak memanggil warga yang lain."Disini sepertinya telah terjadi kecelakaan," tunjuknya ke arah jurang yang sebagian pohon pohonnya patah dan menjuntai ke bawah."Iya, seperti bekas luncuran sesuatu," seorang lainnya ikut menimpali."Jangan-jangan, ada yang jatuh ke bawah jurang, Kang!" ucap warga kepada Ketua Rt yang kebetulan ikut hadir."Sebaiknya kita periksa ke bawah, takutnya ada korban!" ketua Rt memerintahkan warga untuk segera menuruni tebing jurang yang curam."Hati-hati, Kang!" sebagian warga yang menunggu di atas mengingatkan.Lima warga laki-laki turun ke bawah jurang, termasuk ketua RT, sementara yang lain menunggu di atas. Mereka tidak tu
Abimana melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Ia yakin yang tadi menelponnya itu pihak kepolisian.'Sial! Mengapa tadi harus terkena rayuan Karin lagi sih?' Abimana memaki dirinya sendiri.Sementara pandangannya fokus ke jalanan. Dalam hati ia berharap polisi akan menghubunginya lagi."Santai aja, Mas! Jangan tegang gitu!" Karin membelai lembut tangan Abimana.Abimana yang fokus menyetir tidak menggubris sedikitpun sentuhan Karin. Merasa dirinya dicuekin oleh Abimana, Karin mendengus kesal dan mengalihkan pandangannya keluar jendela mobil.Derrt...Abimana merasakan hp nya bergetar. Segera ia menepikan mobilnya dan menjawab panggilan masuk tersebut."Siang! Benar ini dengan Bapak Abimana?" tanya suara di seberang telepon."Iya betul, saya Abimana aryasatya," jawab Abimana."Kami dari pihak kepolisan ingin mengabarkan bahwa Istri anda Nyonya Aisyahrani mengalami kecelakaan tunggal di daerah Jatinangor, Pak! Mobilnya masuk jurang," jelas suara diseberang sana."Aisyah masuk j
Suara sirine mobil SAR dan ambulance berhenti di jalan tepi jurang, tempat Aisyah kecelakaan. Warga makin ramai berdatangan ke tempat itu, ingin mengetahui bagaimana nasib korban.Desas desus hilangnya Aisyah makin terdengar di antara kerumunan warga. Karin yang mendengarkan berbagai asumsi warga hanya menyimak bersikap seakan-akan tak kenal dengan korban.Padahal dari awal dirinya datang, banyak warga yang bertanya apakah Karin ini kerabat korban atau bukan. Tetapi dirinya memilih bungkam menutupi semuanya."Panas banget disini," Karin mengeluarkan kipas kecil dari tasnya.Kaki jenjangnya ia silangkan sehingga kulit mulus pahanya terekspos. Sesekali matanya mengedarkan pandangan ke sekeliling mencari tukang es atau apapun sejenisnya lewat."Neng cari apa celingak-celinguk gitu?" seorang pemuda tanggung mendekatinya."Jangan kepo deh!" Karin membalas jutek pertanyaan pemuda tersebut."Neng, awas tuh kakinya! Nanti masuk angin lho," pemuda tadi malah berkelakar menggoda Karin.Karin ha
"Tolong ya, Bu! Jangan menghalangi proses evakuasi korban! kami ini sedang bekerja, Bu. Jadi tolong saya minta kerjasamanya. Kalau Ibu nggak bisa bantu kami mengidentifikasi semua barang korban, lebih baik Ibu duduk tenang disana!" komandan polisi memperingatkan Karin.Namun bukan Karin namanya kalau nggak bebal. Bukannya mengikuti saran polisi, dirinya malah nempel terus kepada Abimana."Siapa perempuan yang bersama anda sekarang, Pak Abimana? Apa benar isu perselingkuhan yang beredar itu?" Abimana dikejutkan dengan pertanyaan jurnalis dari sebuah acara gosip.Abimana kaget ketika menengadah, dirinya tengah dikelilingi beberapa jurnalis dan juga kameramen. Sementara Karin malah senyum-senyum sendiri sambil memegangi tangan Abimana.'Rezeki nomplok ini, kapan lagi aku bisa terkenal kalau nggak sekarang? Ada berkahnya juga si Aisyah celaka itu,' hati jahat Karin berbisik.Abimana yang gelagapan mendapat pertanyaan seperti itu segera menepis tangan Karin dan menjauhkan dirinya agar tida