"Bu Aisyah belum sadar. Kemungkinan beliau tidak bisa diselamatkan. Itu makanya beliau menitip pesan kepada kamu, Bu!" ucap dokter."Kenapa dokter tidak memberikan pelayanan yang terbaik buat pasien? Di mana letak sumpah janji seorang dokter?! Aku akan menuntut kalian atas kelalaian dalam mengemban tugas yang mulia," jawabku sambil memukul kedua bahu dokter. Dokter itu hanya diam seribu bahasa dan pasrah dengan keadaan yang ada.Aku terus terisak sambil memukul dada bidangnya. Tidak ada sama sekali kata yang terucap dari bibirnya."Sekuat apapun ibu menangis, tidak akan merubah nasib. Aku dan tim medis sudah melakukan yang terbaik. Namun, penguasa alam berkata lain. Lantas, apakah ibu masih menuntut kami tim medis dan tidak percaya akan takdir yang maha kuasa?"Dokter mencoba menenangkanku. Aku menutup mulutku dengan telapak tangan sebelah kanan. Menangis pun aku sampai air mata kering tidak akan merubah keadaan. Aku hanya bisa berdoa kepada Sang Maha Pencipta.'Ya Allah! Aku mohon b
Part 51: Terkulai Layu[Bagaimana hasilnya kemarin, sayang?]Aku menajamkan pendengaran.Di pojok sana aku melihat seorang pria. Kata hatiku, laki-laki itu Rusly. Namun, aku ingin mengetahui dengan siapa dirinya berbicara.[Semua aman. Aku sudah memaksa ibu agar menanda tangani surat itu,] jawab Rusly dengan lantang. Dia mengukir senyum tipis sambil sesekali mengusap wajah kasarnya.Aku masih saja memantau gerak-gerik yang dilakukan Rusly bersama wanita lawan bicara.Di ujung belahan bumi lain, Ririn sudah membayangkan rencananya akan berhasil. Sebentar lagi dirinya bakalan kaya bergelimang harta.[Pokoknya jangan sempat gagal. Aku tidak mau menjadi hidup susah seperti dulu!][Kamu tenang saja. Begitu surat itu sudah ditandatangani oleh orang tua yang sudah kuanggap bangkai. Kita akan pergi terbang ke luar negeri.][Kenapa kamu tidak membunuh Bu Aisyah sekalian?]Rusly bergeming lalu memutar bola matanya berpikir.[Hallo ...,]Ririn sudah mulai panik. Dia melihat layar ponsel miliknya
"Bu ... bagaimana keadaan ibu sekarang," tanyaku setelah menghampiri ibu mertuaku di dalam ruangannya."Masih belum sehat betul. Cuma ... kata dokter ibu sudah bisa pulang.""Bagaimana kalau ibu segera pulang. Aku mendengar gelagat tidak enak dan sangat membahayakan ibu di dalam rumah sakit ini," colotehku sambil mengelus punggung tangannya yang masih ditusuk dengan jarum infus.Bu Aisyah mengerlingkan retinanya. Dia tidak tahu apa maksud perkataan menantunya."Kali ini ibu harus patuh dan taat kepadaku. Demi keselamatanmu, ibu," jelasku mencoba meyakinkan beliau."Demi keselamatanku?" tanya Bu Aisyah mengukir raut wajah heran dan penasaran. "Ya."Tanpa buang-buang waktu, aku mengemas semua barang-barang milik ibu mertuaku."Aku masih belum mengerti apa maksud dan tujuanmu, Nesya," ucap Bu Aisyah parau.Aku tidak menghiraukan perkataan Bu Aisyah. Walau bagaimanapun itu, aku harus menyelamatkan dirinya.Tidak butuh waktu lama, aku sudah selesai membereskan semua barangnya. Sebelumnya
Rusly melangkah menuju pintu keluar. Aku segera berlari menghindar dari terkaman Rusly.Ketika Rusly sedang berjalan di lorong. Ponselnya berdering. Dia langsung merogoh gawai miliknya dengan cepat.Ririn memanggil.Kontak itu tiba-tiba memanggilnya. Rusly langsung menggeser tombol gagang telepon warna hijau ke arah kanan.[Bagaimana untuk hari ini?] cecar Ririn setelah sambungan telepon terhubung.Rusly menghela napas panjang lalu mengeluarkannya dari mulut. Dia memijit kening seolah tidak bisa memberikan kabar baik kepada istrinya.[Kenapa kamu malah diam membisu?!] desak Ririn tidak sabaran menunggu informasi dari Rusly.[Ceritanya ruwet dan sangat kecewa. Aku tidak bisa membujuk rayu ibuku.][Kenapa kamu tidak bisa?! Laki-laki macam apa kamu?! Dasar tidak becus!]Aku mengukir senyum smirk mendengar umpatan Ririn dengan menelan sejuta kecewa. Aku sudah berdiri tepat di belakang Rusly."Kalau kalian mau mendapatkan harta yang berlimpah. Ya ... kerja keras dong! Jangan merampas hak y
Part 52: Menyusun RencanaAku pasrah, tapi tak rela. Biarlah air mata ini jadi saksi bisu untuk menerima kenyataan yang ada."Selamat tinggal Nesya! Aku akan mengirim kamu ke alam baka," bisik Rusly dengan mengencangkan cekikannya."Asy-asyhadu ...," lidahku terasa berat untuk mengucapkan tauhid. Bibir Kelu seolah tidak mau bersahabat dengan keadaan yang ada.Tidak terasa napasku tinggal satu-satu. Tubuhku semakin tidak sanggup untuk bertahan hidup."Kamu kenapa seperti ini, Nesya?" tanya Bu Aisyah terkejut."To-tolong ... aku," teriakku sekuat tenaga.Bu Aisyah mencoba berusaha untuk duduk. Setelah posisi sudah sempurna. Dirinya mengambil mineral cup dibatas nakas lalu menancapkan sedotannya. Setelah tertusuk, Bu Aisyah menyiram air itu ke arah wajahku."Astaghfirullah! Ada apa ini?!" ucapku kaget.Aku menyapu setiap sudut pojok ruangan. Kupandangi wajah ibu mertuaku yang sudah pucat pasi. Aku masih belum percaya kalau Rusly benar-benar tega mengikuti apa kata Ririn."Kamu kenapa?" t
"Bagaimana ini bisa?" tanya Rusly panik.Dia sudah mengacak-acak sprey berwarna hijau. Bantal juga dilempar begitu saja ke sembarang tempat."Tidak ... Argh ...!" teriak Rusly. Dia tidak menyangka kalau rencana bisa gagal."Ada apa, Pak?" tanya perawat yang baru saja lewat dari lorong. Perawakannya tinggi semampai. Hidung mancung dan berlesung pipi."Pa-pasien di kamar ini kapan out dari ruangan sini?" tanya Rusly tergugu. Dia memejamkan mata lalu membukanya. Wajahnya kusut seperti pakaian yang tidak disetrika."Baru saja ... hm, maksud saya, baru tiga jam yang lalu," jawab perawat sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.Rusly mencium aroma yang tidak sedap. Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan perawat dari gelagatnya."Ka-kamu tidak berbohong 'kan?!" cecar Rusly dengan mengarahkan wajah perawat itu bertentangan tepat di mukanya. Manik matanya kini sudah saling adu pandang dengan sorot mata tajam.Perawat itu menghela napas lalu membuangnya dengan kasar. Dia hanya menggeleng
Penguna jalan raya yang melintas ada yang peduli sebagian tidak peduli. Mobil yang ada di depan Ririn kini penyok karena ditabrak Ririn."Cepat kamu turun dari dalam mobilmu!" paksa pengemudi yang baru saja ditabrak Ririn.Ririn bersembunyi di bawah setir kemudi. Dia sangat takut kalau dirinya dihajar sama pria yang memiliki tubuh six pack dan memiliki wajah rupawan.'Waw ... sepertinya dia bisa jadi mangsa baruku. Tidak ... aku harus menemukan ide biar bisa lolos dari amukannya dan bisa memeluk tubuhnya yang sangat didambakan,' ucap Ririn dalam hati."Kalau kamu tidak mau keluar dengan baik-baik. Aku tidak akan segan-segan memecahkan kaca mobilmu. Kamu kira aku main-main!" seru pria itu.Ririn mencoba menenangkan pikiran. Dia duduk tegak lalu memejamkan mata untuk sekedar berdamai dengan keadaan. Setelah perasaannya merasa aman. Dirinya membuka mata lalu menatap ke arah jendela yang dari tadi digedor-gedor.Ririn menekan tombol menurunkan lacak jendela. Dia menatap ke arah pria itu.
Ririn mendengus kesal. Ternyata Prasetyo tidak seperti yang dulu bisa dimanfaatkan.'Aku tahu kamu mau memangsamu,' ucapnya dalam hati. Prasetyo melihat penampilan Ririn dari ujung kaki sampai ujung rambut. Nafsunya bergerilya untuk menikmati tubuh mantannya itu."Kenapa kamu mentapku seperti itu?" tanya Ririn.Pakaian Ririn memang kurang bahan. Dia tidak sadar hal itu.Kamu bertanya? Kamu bertanya-tanya?" tanya Prasetyo sambil mengukir senyum. Dia sudah tidak tahan lagi menahan gejolak asmara yang sudah menggebu."Dasar pria tidak tahu malu. Kamu kira semudah itu untuk mendapatkan diriku!" Ririn menonjol perut Prasetyo. Pria yang ingin menikmati tubuhnya Ririn meringis kesakitan.Ririn masuk ke dalam mobil lalu menyalakan mobil. Dia sangat cepat memasang sabuk pengaman lalu menekan tuas gas. Dia memundurkan mobil sedikit lalu pergi membelah jalan melarikan diri. Untung saja mobil yang dibawa matic. Jadi tidak perlu naik turun gigi.Ririn merasa aman dari terkaman nafsu Prasetyo. Kal