“Kai!”Milea berteriak keras saat melihat putranya berlari kencang ke pintu toko. Hingga dia melihat Kai menabrak pengunjung yang baru saja akan masuk.Milea melihat putranya terjatuh, membuatnya buru-buru menghampiri.“Kan sudah mama bilang, benar jatuh, kan?” Milea membantu Kai berdiri karena putranya itu tampak ingin menangis.Milea belum menyadari, siapa yang ditabrak Kai.Jill terkejut melihat Milea. Dia ingat kalau Milea ada wanita yang ditatap Hanzel saat di acara pernikahan Aruna.Hanzel sendiri diam memandang Milea yang sedang membersihkan pantat bocah laki-laki itu. Dia tampaknya syok saat mendengar Milea menyebut kata mama.“Maaf kalau ….” Milea ingin meminta maaf karena ulah Kai, tapi dia berhenti bicara saat melihat siapa yang kini ada di hadapannya.Milea terkejut sampai tak bisa berkata-kata melihat Hanzel di sana, apalagi pria itu bersama seorang wanita.“Maafkan putraku jika menabrak kalian,” ucap Milea dengan suara lirih sambil menurunkan pandangan.Hanzel hanya mena
“Mereka ya?”Aruna menarik napas panjang lantas mengembuskan perlahan mendengar Jill bertanya soal hubungan Hanzel dan Milea. Meski Jill tak menyebut nama wanita yang dimaksud, tapi Aruna langsung paham ke mana arah pertanyaan itu.“Aku dan Hanz memang tak ada hubungan, tapi rasanya aneh saja saat aku bersamanya, lalu dia menatap wanita lain. Itu seperti aku seorang wanita yang sedang merebut kekasih wanita lain. Aku hanya ingin tahu, agar aku tidak salah langkah,” ujar Jill bicara dengan lembut.Aruna bingung harus jujur seperti apa. Dia pun akhirnya mencoba menjelaskan agar Jill tak salah paham.“Sebenarnya dulu Hanz dan Milea memang dekat. Setahuku mereka sefrekuensi karena sama-sama suka motor. Namun, aku setelahnya pergi dan tak tahu ada apa dengan mereka. Saat aku melihat keduanya lagi, mereka bersikap dingin satu sama lain,” ujar Aruna menjelaskan apa yang diketahuinya.Jill pun diam mendengar ucapan Aruna.“Tapi Milea sudah punya anak dan berkeluarga, aku yakin kalau Hanz akan
“Kamu ngajak keluar kenapa mendadak begini? Sebenarnya mau ke mana?” tanya Ansel sambil menyetir. Aruna menoleh Ansel, hingga kemudian menjawab, “Honeymoon kedua.” Ansel langsung menoleh dengan dahi berkerut halus. “Aku ingin pergi ke apartemen milikmu, yang dulu kamu siapkan untuk kita. Meski tidak ditinggali, tapi tidak ada salahnya berkunjung ke sana, kan?” Aruna menjelaskan saat melihat ekspresi terkejut suaminya. Ansel masih bingung dengan kemauan istrinya, tapi meski begitu dia tetap mengikuti keinginan Aruna. “Berarti ini kita ke apartemen?” tanya Ansel memastikan. “Iya,” jawab Aruna. “Di sana tidak ada makanan atau minuman, apa kita perlu membeli dulu sebelum ke sana?” tanya Ansel agak ragu. “Tidak usah, aku sudah menyiapkannya,” jawab Aruna dengan santai sambil melirik suaminya. Ansel lagi-lagi dibuat terkejut mendengar jawaban Aruna. Dahinya berkerut halus ketika menoleh sejenak ke istrinya itu. “Kapan?” tanya Ansel penasaran. “Ada siang tadi, tapi kamu saja yang
Ansel berdiri mematung di tempatnya sambil menatap Aruna yang berada di ambang pintu. Bahkan kelopak matanya sampai berkedip beberapa kali karena tak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Kamu benar-benar mabuk,” ucap Ansel dengan tatapan tak teralihkan dari sang istri. “Tidak juga,” jawab Aruna sambil berjalan perlahan ke arah Ansel. Aruna berganti pakaian dengan lingerie hitam yang kontras dengan kulitnya. Pakaian kurang bahan itu sudah disiapkan sejak siang sehingga Ansel tak tahu kapan Aruna mendapatkan pakaian itu. “Jangan memancing, Runa. Kamu tahu kita belum boleh melakukannya,” ujar Ansel mencoba menahan diri meski tak mau mengelak jika terpesona dengan penampilan Aruna. Aruna berjalan mendekat ke Ansel, lantas berdiri di depan suaminya sambil merangkulkan kedua tangan di leher Ansel. “Siapa belum boleh? Aku sudah bersih sejak satu atau dua minggu lalu, sudah berkonsultasi dengan dokter juga. Hanya saja, aku belum boleh hamil sebelum 3 bulan. Jadi, kalau hanya berhubungan
“Katanya jalan-jalan, kenapa malah tidak pulang?” tanya Bintang sambil menatap Aruna dengan rasa curiga. Ansel berdeham lantas memilih pergi ke kamar lebih dulu. Bintang mengamati menantunya yang pergi menaiki anak tangga, lantas menatap Aruna yang masih di hadapannya. “Ih … Mommy kayak ga tahu aja. Kami kadang butuh waktu berdua, Mom. Mumpung aku juga sudah boleh, siapa tahu bisa jadi cucu buat Mommy,” ujar Aruna menjelaskan agar Bintang tak marah karena mereka tak memberi kabar jika tak pulang. “Hm … merayu?” Bintang memicingkan mata. Aruna tertawa melihat Bintang yang bersikap posesif seperti itu. Dia lantas memeluk sang mommy. “Mommy makin cantik kalau sedang marah.” Aruna kembali merayu. “Kalau begitu bagus mommy marah, kan. Biar kelihatan makin cantik,” balas Bintang menyindir. Aruna semakin tergelak mendengar ucapan Bintang. Dia gemas sampai mencium lama pipi wanita itu. “Runa, ish!” Bintang berusaha melepaskan diri dari sang putri. “Aku sayang Mommy yang selalu mence
Aruna dan Ansel mengajak Emily jalan-jalan, tapi sebelum itu mereka pergi ke kafe Bumi. “Paman Bumi!” Emily langsung menyapa Bumi yang menyambut kedatangannya. “Dipanggil dengan sebutan Paman, kenapa aku merasa sangat tua?” Bumi bicara dengan nada candaan sambil menatap Emily. Emily tersenyum lebar mendengar ucapan Bumi. “Kan biar sopan, mana bisa aku manggil Bumi saja seperti Mami dan Papi kalau manggil Paman,” celoteh Emily. Bumi menghela napas, lantas menatap Aruna dan Ansel yang menahan tawa. “Lagian, kamu memang sudah tua, kenapa tidak mau dibilang tua,” protes Aruna. “Suamimu juga tua, kenapa hanya aku yang dibilang tua!” protes Bumi balik. “Suamiku memang tua, tapi dia tampan dan sudah ada yang punya,” balas Aruna tak mau kalah, lantas diakhiri dengan gelak tawa. “Aku juga laku, nunggu sah saja,” ujar Bumi penuh percaya diri. Emily pusing sendiri melihat Bumi dan Aruna berdebat. Bahkan anak kecil itu sampai berkacak pinggang sambil geleng-geleng kepala. “Sama-sama tu
Hanzel masih menunggu di depan gerbang. Dia berdiri bersandar sisi mobil sambil menyilangkan kedua tangan di dada, hingga dia melihat satpam berjalan bersama Jill menuju gerbang.Hanzel langsung menegakkan badan sambil mengamati Jill yang sedang berjalan ke arahnya.“Kenapa kamu ke sini?” tanya Jill saat sudah sampai di hadapan Hanzel.Hanzel menatap wajah Jill yang masih pucat, tapi wanita itu masih bisa tersenyum.“Kamu tidak membaca pesanku sejak semalam. Aku hanya cemas karena kondisimu semalam,” ujar Hanzel.Jill tersenyum mendengar ucapan Hanzel, lantas membalas, “Aku belum melihat ponsel sama sekali. Bahkan ponselku masih di tas. Semalam aku langsung tidur, jadi tak tahu kalau kamu mengirim pesan. Bahkan aku mungkin masih tidur kalau tidak dibangunkan pembantu.”Hanzel menatap Jill dengan cemas. Dia mengulurkan tangan ingin menyentuh kening Jill, tapi wanita itu secara spontan mundur.Jill merasa canggung saat Hanzel hendak menyentuh keningnya. Dia pun memilih mundur untuk meng
Hanzel tampak kesal setelah membaca pesan dari sang oma. Dia sedang berada di mobil dalam perjalanan pulang, tapi sang oma mengirim pesan untuk membeli sesuatu.[Bukankah Oma biasanya buat sendiri, kenapa sekarang beli?]Hanzel mengirim pesan sambil menyetir. Dia menyetir dengan kecepatan rendah sambil menunggu balasan dari sang oma.[Opamu bilang ingin makan kue seperti yang dimakan di pesta kemarin. Oma sudah menghubungi karyawan tokonya untuk menyiapkan agar kamu tinggal ambil saja.]Hanzel menghela napas kasar. Dia malas pergi ke toko waktu itu karena takut jika tiba-tiba melihat Milea lagi. Dia pun belum tahu kalau toko itu milik Milea.[Baiklah.]Hanzel tak bisa menolak permintaan sang oma. Dia pun akhirnya memutar arah mobil untuk pergi ke toko kue yang dimaksud sang oma.Hanzel sudah sampai di parkiran toko. Dia tak langsung turun, tapi memilih mengamati lebih dulu apakah ada kemungkinan akan bertemu Milea lagi atau tidak.Setelah merasa aman dan tak ada tanda-tanda Milea di d