Zidan dan Alesya mulai berpetualang dengan sepeda motor antik milik Zidan, melaju menuju perkebunan anggur yang terletak di sudut kota Amerika. Alesya masih ragu, namun rasa ingin memakan anggur begitu mendesak dirinya untuk ikut, terlebih tawaran Zidan untuk menemani perjalanan ini juga tak mampu ditolaknya."Kamu harus berpegangan erat, ya. Jalannya tidak mulus," ujar Zidan sambil menyalakan mesin motor yang mengeluarkan suara berdengung khas."Em, baik." Alesya pun mengangguk dan mulai melingkarkan tangannya di pinggang Zidan, berusaha menahan ketakutannya. Zidan tersenyum puas dan mulai melajukan motor.Sepanjang perjalanan, mereka melintasi jalan- jalan yang berliku dan bergelombang, membuat Alesya semakin erat memeluk Zidan, tampak ragu dan tak nyaman karena baru pertama kali melakukan hal yang diluar batas menurut Alesya. Perlahan tapi pasti, Wanita hamil itu mulai menikmati perjalanan tersebut, terpesona oleh pemandangan indah di sekitar mereka.Di tengah perjalanan, Zidan sese
Zidan dan Alesya tiba di kediaman Roderick. Mereka berdua melangkah perlahan mendekati rumah yang besar dan megah itu, namun terlihat sunyi. Zidan merasa takut jika mereka ketahuan datang ke sini, jadi dia mencoba memastikan dulu keberadaan Liam sebelum melanjutkan masuk kesana. Dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi kantor Liam."Halo. Apakah saya bisa berbicara dengan CEO Liam?" tanya Zidan dengan hati-hati."Maaf, tapi Tuan Liam sedang ada rapat," jawab resepsionis di seberang sambungan telepon."Baiklah kalau begitu. Maaf mengganggu," ucap Zidan sebelum memutuskan sambungan.Mendengar kabar itu, Zidan merasa lega dan mengajak Alesya untuk melanjutkan rencana mereka. "Ayo masuk Ale!"Zidan memegang tangan Alesya, membawa menuju pintu rumah. "Tunggu, Zidan. Kita tak perlu masuk kediaman Liam. Kita bisa lewat samping karena anggur merah terletak di balkon kamarku.""Baiklah. Ayo kesana!"Mereka berjalan ke sisi rumah dan menemukan tangga yang mengarah ke balkon kamar Alesya. Deng
"Itu…"Zidan tersenyum kecut pada Alesya, mengingat bagaimana detik-detik mendebarkan yang baru saja ia alami. "Aku berhasil mengambil tiga biji anggur untukmu, Alesya," katanya pelan, menunjuk pada anggur di telapak tangan.Alesya kembali menatap intens tiga objek di tangannya, terkejut namun bersyukur. "Terima kasih banyak, Zidan. Aku tahu itu berbahaya. Kamu benar-benar berani melakukannya demi aku."Zidan mengangguk, wajahnya memerah karena malu dan bangga. "Ah, tidak apa-apa. Tapi tadi Bella, mengapa dia terlihat sangat marah saat melihat kita? Aku sungguh tak menyangka jika dia akan semarah itu."Alesya menarik nafas panjang, merasa cemas. "Jangan khawatir tentang Bella, Zidan. Semuanya akan jelas terungkap, jadi kamu tak usah takut padanya, Oke."Zidan terkekeh, "kamu ini bisa saja, Ale. Kenapa juga aku harus takut pada kakak tak tahu diri itu."Keduanya tadi sempat menyimpan rasa was was dan takut akan kemarahan Bella."Sekarang, makanlah! Bukankah kamu begitu menginginkannya.
Satu jam sebelumnya.Mona berjalan menuju kediaman Roderick dengan niat untuk bertemu Bella. Namun, di tengah perjalanan, dia terkejut melihat Alesya dan Zidan duduk berdua di pantai. Pasangan itu tampak begitu akrab, dimana Zidan menyuapi sesuatu pada Alesya. Mona merasa perlu untuk merekam kejadian tersebut dan mengirimkannya kepada Liam. Mona mengeluarkan ponselnya dengan hati- hati, dan mulai merekam adegan yang terlihat di depan matanya. Alesya dan Zidan tertawa bersama, berbicara dengan lembut satu sama lain, dan sesekali Zidan mengusap rambut Alesya yang diterpa angin pantai. Mona merasa marah dan kecewa menyaksikan kejadian itu, tapi dia yakin Liam perlu mengetahui apa yang terjadi.Setelah yakin cukup bukti yang direkamnya, Mona mengakhiri video dan segera mengirimkannya ke nomor Liam. "Liam, kamu harus melihat ini," tulis Mona di pesan singkatnya. Dia menunggu beberapa saat, merasa jantungnya berdegup kencang menunggu respon dari Liam.Mona merasa iba kepada Liam, namun dia
"Dijemput wanita lain yang lebih sexy dan memahami Anda? Siapa dia bos?" tanya Edo penasaran."Dia adalah Alesya. Aku ingin dia datang dan menjelaskan semuanya kepadaku? Tentang kepergiannya? Anak siapa yang dikandungnya? Apakah dia benar telah menikah dengan lelaki lain? Bukankah dia mencintaiku? Lalu, apakah dia telah melupakanku? Tak lagi mencintaiku?" cerca Liam pada Edo, mengutarakan semua pertanyaan yang mengganjal selama ini.Hampir satu jam, Edo menunggu Liam hingga bosnya itu pingsan. Dengan sedikit kewalahan, Edo membawa Liam pulang ke kediaman Roderick. Sesampai di rumah, Edo terpaksa menidurkan Liam di sofa bukannya ke kamar. Namun Liam malah berpindah tempat.Edo melihat Liam yang terkapar lemah di lantai dengan wajah pucat pasi, tangannya mencengkram bantal dengan erat sambil mengigau tak jelas. Matanya yang terpejam rapat seolah mencari sosok yang sudah lama hilang dari hidupnya, Alesya, istri yang pergi meninggalkannya beberapa bulan lalu. "Ale, pulanglah Ale."Liam t
"Apa yang kamu lakukan, Ale?" tanya Zidan membuat Alesya terjingkat dari duduknya."Emh itu… tidak, tidak ada apa apa," bohong Alesya sambil menyembunyikan ponselnya.Zidan tersenyum simpul, meletakkan segelas susu dan menghampirinya, "jangan sembunyikan apapun jika kamu ingin aku membantumu." Dielus pelan rambut Alesya, seketika membuat jantungnya berhenti berdetak untuk sesaat. "Minumlah susu untuk ibu hamil ini.""Ini..."Alesya menggantungkan kalimatnya antara bingung dan terharu."Tenang saja Ale, susu itu baik untuk kandunganmu. Aku sudah berkonsultasi dengan Dokter yang menangani kehamilanmu. Dia bilang, "Tuan Zidan, anda harus menjaga betul kondisi istri anda. Sang bayi harus sehat dengan berat badan terpenuhi agar bisa menekan miom sehingga miom tidak dapat berkembang lagi. Aku menyarankan untuk minum susu dan akan memberikan resepnya kepada anda."Zidan sungguh persis menirukan ucapan Dokter Sarah membuat Alesya tersenyum malu. Segera minum susu hingga tandas. Hal itu membua
"Dari aku."Bella mengaku jika dirinyalah yang memberi kotak bekal itu. Liam memandangnya sekilas, "terima kasih."Bella tersenyum lebar, merasa jika suaminya sangat pengertian, berbeda dengan Liam akhir akhir ini. Tak lama, Liam kembali keluar ruangan membuat Bella mengerucutkan bibirnya. "Liam Kenapa kamu tidak memakan sup anti pengarnya terlebih dahulu? aku sudah susah payah membuatnya untukmu tapi-""Aku akan memakan supnya setelah rapat," jawab Liam dingin, pergi meninggalkan Bella sendirian bersama Lia, sekretaris Liam.Bella berdecak dan mendekati Lia, "awas saja Lia! Jika kamu mengadu kepada Liam, akan aku pastikan kamu keluar dari perusahaan ini." Dirinya beranjak pergi meninggalkan kantor, sedangkan Lia hanya bisa mengangguk pasrah!Liam sendiri mempunyai rapat dan selesai siang ini. Selama meeting, semua berjalan dengan baik dan semua itu tak luput dari peranan Edo, sang asisten kepercayaan. Liam kembali ke ruang kerja, duduk di kursi, beristirahat sebentar setelah bekerj
"Edo haruskah aku menemui Alesya?" tanya Liam bingung.Edo tersenyum simpul dan menjawab, "silahkan tanyakan kepada hati kecil anda karena dia tak akan pernah berbohong."Liam mengangguk setuju. "Baiklah, aku akan menyendiri dan memantapkan hati untuk menemuinya.""Menemui siapa?""Ah tidak ada Nyonya, kami sedang membicarakan perihal menemui klien nanti. Benarkan boss!" jawab Edo dengan tenang."Oh begitu. Baiklah," jawab Bella sekenanya dan duduk di sofa, merebahkan tubuh moleknya. Sebenarnya Bella mendengar semuanya. Setelah satu jam lamanya, Bella memutuskan untuk pulang. "Aku pulang ya Liam," ucap Bella sambil mencium bibir Liam saat lelaki itu masih sibuk dengan file filenya.Tiba tiba pintu ruang kerja Liam terbuka lebar, tampaklah sosok klien Liam, Bapak Hendra, yang dengan langkah mantap memasuki ruangan tersebut. Bella dan Liam seketika berdiri memberi salam. Setelahnya, Bella meninggalkan ruangan menyisakan dua orang di ruangan tersebut.Senyum lebar terukir di wajah Hendra