Flashback …."Bagaimana keadaan si pengkhianat itu?" Dua hari setelah acara, Jayanto menyempatkan diri datang ke kantor sekaligus ingin memantau keadaan kantor secara langsung. Sudah lama rasanya dia tak berkunjung."Belum tahu, Pak. Masih ditangani dokter sampai saya pulang.""Kenapa nggak ditungguin?" tanya Jayanto sedikit heran. Karena dia juga meminta Arjuna untuk melihat kondisi Bram secara langsung. Apalagi pasca insiden kecelakaan itu, Jayanto langsung bergegas meninggalkan hotel."Mamanya ngamuk ke saya, Pak. Malah nuduh yang macam-macam. Bikin suasana rumah sakit kacau jadinya, sampai satpam turun tangan. Saya masih sempat nunggu setelah keributan itu, hanya saja takut mamanya heboh lagi. Akhirnya, saya putuskan untuk pergi.""Pasti ibunya akan laporkan ke polisi ya?""Katanya begitu, Pak. Ya … silakan saja, yang ada anaknya bakalan tidur di penjara. Untuk kondisi Bram, biar saya yang ke sana nanti pas jam makan siang. Gimananya, saya kabari bapak.""Oke, saya hanya ingin tah
"Kamu udah ngasih tahu Ratna kalau mami pengen ketemu sama dia?"Shanti menagih janji anaknya, yang katanya akan mencarikan waktu untuk bertemu dambaan hati."Aku sudah ngasih tahu kalau mami kasih restu. Cuma untuk waktunya belum."Mereka membicarakan ini tepat esok paginya setelah Arjuna melamar Ratna secara pribadi semalam.Dirinya pun menghentikan aktivitas makan roti bakar dan menatap lekat wanita yang melahirkannya itu."Semalam, secara pribadi, aku udah ngelamar Ratna ….""Apa?" Saking kagetnya roti bakar yang baru saja digigitnya jatuh ke piring.Tentunya, sikap kaget Shanti malah membuat Arjuna bingung, apalagi Shanti memotong pembicaraannya yang belum selesai."Kenapa, Mi? Kok kaget banget, sampai gigitan rotinya jatuh gitu," tutur Arjuna heran. Shanti berusaha mengontrol diri."Iya, ya kaget dong. Harusnya kamu lamar dia bawa mami dong.""Oh … kirain apaan tadi. Sebelum sama mami, tentu secara pribadi dulu.""Terus Ratna gimana? Nggak nolak 'kan?""Nggak, dia nerima. Lamara
Seminggu pun berlalu, hubungan antara Shanti dan Arjuna lebih dingin dari sebelumnya. Apalagi setelah Arjuna mengetahui jika maminya belum sepenuhnya hati menerima Ratna. Dan, malah memaklumi sikap Dara yang terbilang tak ada moral itu."Jadi gimana? Ini sudah seminggu lho dari waktu yang kamu tuduh mami itu lho?""Nanti-nanti ajalah ketemunya, Mi. Aku lagi sibuk di kantor," sahut Arjuna se lewat saat hendak berangkat kerja."Oh oke, nggak masalah. Mami terserah kamu juga. Mau cepat nikah atau enggaknya juga tergantung kamu," balas Shanti dengan nada ketus.Komunikasi Shanti dan Dara kian intens, Dara yang kemarin-kemarin itu sempat kual mahal, sekarang kembali menjilat ludah sendiri. Demi menarik hati Shanti, modal berapapun kembali tak jadi persoalan baginya. Dan, bagi Shanti, ini adalah kesempatan emas yang mustahil akan datang untuk kesekian kalinya. Akibat hasutan Dara yang meracuni pikiran Shanti, sekalipun Ratna kaya punya saham besar di perusahaan Arjuna bekerja, belum tentu R
Saat Dara dan Shanti digiring masuk ke dalam mobil. Pak Sobri pun langsung menghubungi Arjuna."Bagaimana bisa begini, Pak?" tanya Arjuna saat baeu sampai di kantor polisi."Saya juga tidak tahu, Pak. Tadi ibu cuma minta antar ke kafe ini. Awalnya saya juga tidak tahu jika ibu akan bertemu dengan Neng Dara."Berulang kali Arjuna menarik napas dalam dan melepaskannya perlahan. Wajah paniknya pun tak bisa dia sembunyikan.Di kantor polisi, Dara mengikuti tes urine serta beberapa introgasi lainnya. Sementara Shanti, diinterogasi beda ruangan, untuk meminimalisir informasi palsu."Saya cukup kenal dengan Dara serta keluarganya. Mana mungkin anak lulusan luar negeri seperti dia memakai barang haram itu," sanggah Shanti.Dia tak bisa menyembunyikan rasa geramnya setelah dicecar dengan beberapa pertanyaan."Segala kemungkinan bisa terjadi. Apalagi keadaan seperti ini sangat rawan.""Atur sajalah, Pak. Tapi yang jelas saya tidak percaya," balas Shanti tegas."Oke. Sekarang giliran ibu juga di
Rasa kaget tak bisa dielakkan Arjuna."Apa, Pak? Pengedar?" tanya Arjuna tak yakin.Polisi itupun mengangguk, "Ini baru dugaan karena kami menemukan plastik kecil beberapa buah. Makanya, sementara kami menahan saudari Dara untuk pengembangan kasus ini. Kalau nanti kami butuh bantuan, apakah bapak bersedia untuk memberikan infomasi?""Siap, Pak. Saya bersedia."Arjuna pun pamit setelah polisi mengucapkan terima kasih."Langsung pulang aja, Mi. Dara ditahan." Arjuna menjelaskan secara singkat kala bertemu Shanti di teras luar."Ditahan kenapa? Jelas dia bukan pemakai, kenapa musti ditahan?""Nanti aku ceritakan di rumah."Shanti dan Arjuna berada dalam satu mobil, sedangkan Pak Sobri sendiri.Baru saja mobil melaju meninggalkan kantor polisi, Shanti sudah menagih penjelasan. Baginya Dara bukan sebodoh itu untuk mengkonsumsi barang haram tersebut."Dara itu pemakai, Mi. Malah kuat dugaan kalau dia juga pengedarnya.""Ah, nggak yakin mami kalau dia pemakai. Bisa saja hasilnya itu ditukar
Cukup aneh memang jika Arjuna langsung meng-klaim kalau Shanti akan bertolak ke Jogja jika ke bandara. Ini hanya tebakan dia saja, atau …Satu jam berlalu dari setelah telponan terputus Pak Sobri kembali menghubungi Arjuna."Kalau begitu bapak pulang saja ke rumah, baguslah kalau mami pulang ke Jogja.""Siap, Pak."***Di rumah sana, Ratna masih setia untuk menemani Devina yang tampak serius mengerjakan ujian akhir semester."Ma, liburan nanti Nana mau ke Bali ya?" tanya Devina setelah gurunya pulang."Boleh. Mau berapa lama Nana liburan di sana?""Semingguan boleh, Ma? Atau sampai habis jadwal liburnya aja?""Hmm … Emang kenapa tumben pengen lama di Bali, Na?""Bosan Nana disini, Ma. Sesekali ganti suasana.""Gimana ya? Kalau mama kasih syarat gimana?""Syarat? Kok pake syarat segala, Ma?""Nggak ada kenapa-kenapa juga sih.""Apa syaratnya, Ma?""Syaratnya, kalau mau liburannya lama di Bali, Nana harus mau kembali ke sekolah. Gimana? Nana mau 'kan?""Kenapa harus itu syaratnya, Ma? N
Tanpa pikir panjang, Arjuna pun turun. Dan, langsung mengikuti langkah Teddy, yang kebetulan mobilnya terparkir di luar. Jarak kantor Arjuna dengan Bandara Soekarno Hatta sangatlah jauh. Menempuh perjalanan kurang lebih dua jam, itupun kalau tidak ada halangan."Saya hanya bisa bilang sabar sama bapak, in syaa Allah semoga ibu baik-baik saja, dan selamat," ucap Teddy yang menjabat sebagai manajer divisi keuangan."Terima kasih."Tak banyak pembicaraan di antaranya. Dalam perjalanan, Arjuna tak putus memantau lewat siaran langsung melalui ponselnya. Sedangkan, Teddy fokus mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi tapi cukup stabil. Apalagi setelah masuk jalan tol. Menuju area bandara, semakin dipadati lautan manusia. Terlebih setelah kasus pesawat tergelincir dan terbakar itu.Arjuna berlari sekuat tenaga setelah mobil berhenti di parkiran. Tak sabar rasanya ingin mengetahui kondisi Shanti. Tentu saja sebagai anak Bram berharap, Shanti selamat dan tak kurang satu apapun.Lobby bandara
Setelah diberi pengertian, Devina pun akhirnya mengalah untuk tidak jadi berlibur ke Bali."Ma, kok nggak dimakan? Padahal rendang dagingnya enak lho," celetuk Devina heran, kala melihat tangan Ratna tak menyentuh nasi yang ada di piring."Mama kepikiran sama mamanya Oom Arjuna, Na. Yang diberitakan baru nama beberapa korban yang selamat," sahut Ratna dengan tatapan kosong."Nana juga sedih dengarnya.""Iya, Nana habiskan dulu makannya, ya. Abis itu belajar, besok 'kan ujian lagi.""Baik, Ma."Sudah satu jam berlalu, Arjuna belum juga mengabari Ratna, pun berita yang disiarkan, masih memberi tahu korban yang selamat dari insiden kecelakaan pesawat itu. Korban yang selamat ada yang mengalami luka berat dan ringan. Dan, para korban sudah dibawa ke rumah sakit terdekat untuk diberikan pelayanan pertama.Sedangkan, korban yang dinyatakan meninggal dunia sudah dievakuasi sebanyak sepuluh orang. Namun, ini menunggu hasil otopsi terlebih dahulu.Ratna yang tak bisa membendung gelisahnya pun