Begitu mendengarnya, Rizki yang tadinya tidak berekspresi seketika menyipitkan matanya dengan mengancam."Nggak lagi di hotel ini? Pergi ke mana dia?""Pak Rizki, untuk hal ini kami juga tidak tahu. Lagi pula, dia hanya tamu hotel. Dia nggak mungkin memberi tahu kami ke mana dia pergi."Cahya mengangguk setuju. "Itu benar.""Tapi ...." Rizki menyipitkan matanya pada para staf resepsionis dengan curiga. "Apa dia benar-benar pergi? Atau kalian sengaja menyembunyikannya?""Nggak, dia benar-benar sudah pergi. Selain itu, dia pergi nggak lama sebelum kalian datang."Mendengar jawabannya, raut wajah Rizki pun memburuk.Begitu dia datang, wanita itu pergi.Saat dia datang ke rumah Lisa, Alya kebetulan sedang pergi.Kali ini juga begitu. Ketika dia baru saja tiba, wanita itu sudah meninggalkan tempat ini.Apakah ini hanya kebetulan atau disengaja?Memikirkan hal ini, Rizki menatap mereka dan bertanya dengan suara dingin, "Dia pergi sendiri?"Beberapa resepsionis tertegun sejenak, lalu mereka b
Setelah dia pergi, Alya membantu kedua anaknya menyiapkan tempat tidur. Kemudian dia menyalakan penghangat dan menyuruh mereka tidur.Dia sendiri pergi ke ruang kerja sambil membawa laptopnya.Harus diakui, Irfan telah benar-benar mempertimbangkan dirinya. Ruang kerja ini sangat besar. Terdapat sebuah jendela berbingkai kotak-kotak yang besar, lalu di sampingnya ada sebuah rak buku sebesar dinding bersama dengan sebuah tangga kecil.Alya sangat menyukai suasana seperti ini.Akan tetapi, saat ini dia tidak punya rasa untuk mengapresiasi hal-hal ini. Dia pun mengeluarkan laptopnya dan mulai mencari informasi.Kejadian siang ini terus mengganggu pikirannya.Selama bertahun-tahun ini, dia menganggap dirinya telah membalas budi dengan tidak menginginkan apa pun darinya dan bahkan mengembalikan uang yang diberikan olehnya. Namun, jika rumah-rumah itu sungguh berada di bawah namanya, maka apa arti semua tindakannya?Alya membuka sebuah halaman web untuk mengecek. Beberapa informasi memang bis
Setelah mengirimkan data pribadinya, orang itu tidak membalas pesannya untuk waktu yang lama ataupun memberikannya perkiraan harga.Alya melirik jam, lalu memikirkan suara-suara yang dia dengar di telepon tadi. Dia pun menebak bahwa orang itu hari ini pasti sangat sibuk.Selain itu, dia sendiri sudah memeriksa sebagian informasi yang dapat dia temukan. Kalau dia terus mencari, dia mungkin tidak akan menemukan apa-apa lagi.Akhirnya Alya menutup laptopnya dan pergi mandi.Karena dia sudah masuk ke kamar mandi, tentu saja dia tidak melihat ketika Nathan meneleponnya. Setelah dia selesai mandi, barulah dia melihatnya. Pengacara itu sudah mengirimkannya informasi yang dia inginkan.Dia belum membuka informasinya dan baru melihat daftar isi, dia pun menghela napas di dalam hati. Seperti yang diharapkan dari seseorang yang direkomendasikan oleh Kevin.Efisiensinya dalam menangani urusan ini benar-benar menakjubkan.Alya tidak langsung membaca informasi tersebut, melainkan mengirimkan pesan t
Alya dalam sekejap tak bisa berkata-kata.Lagi pula, mereka adalah guru dan murid. Mereka mendiskusikan segalanya bersama, hal ini sepertinya juga normal.Dia benar-benar tidak tahu harus berkata apa."Maafkan aku, Nona Alya. Aku nggak tahu apakah hal ini akan memengaruhimu, tapi tenang saja, guruku bukanlah seseorang yang suka menyebar rumor."Mendengar hal ini, Alya jadi sedikit tenang."Terima kasih.""Nona Alya, apakah kamu perlu mencari seorang profesional untuk mengelola properti-properti ini untukmu?""Nggak." Alya menggeleng. "Apa besok Pak Nathan memiliki waktu? Kupikir kita perlu bertemu.""Kalau begitu besok siang.""Oke."Keesokan harinya di siang hari.Mereka berdua bertemu di sebuah restoran.Meskipun Nathan telah melihat dokumen Alya saat mendata properti, dia masih sangat takjub ketika melihat Alya secara langsung.Alya berjalan menghampiri dan menyapanya, Nathan tertegun untuk waktu yang lama sebelum akhirnya tersadar kembali."Halo, Nona Alya.""Halo, Pak Nathan."Ked
Kalimatnya yang terakhir mengejutkan Alya."Kamu mengenalku?"Orang itu tersenyum dan mengangguk."Tentu saja, meskipun sudah 5 tahun dan kamu lebih cantik dibandingkan dulu, aku masih mengenalimu pada pandangan pertama. Saat kamu bekerja di Perusahaan Saputra, kamu datang ke perusahaan kami untuk membicarakan kerja sama. Saat itu, aku masih seorang staf junior."Mendengar hal ini, Alya pun mengerti."Jadi, kamu menghabiskan 5 tahun dan menjadi staf senior?""Ya.""Bagus juga."Alya cukup menyukai kemampuannya ini.Namun, masalah yang harus diatasi ini masih masalah perusahaan.Manajer yang Alya rekrut ini bernama Angga Wardhana, Angga pun segera memberinya ide."Sebenarnya, Nona Alya, solusi dari masalah ini sangat sederhana."Mendengar ini, Alya meliriknya. "Coba katakan.""Tarik investasi." Angga berkata, "Kalau kita bisa menarik investasi dari perusahaan besar, dengan dukungan mereka, kita nggak perlu mengkhawatirkan operasi perusahaan."Alya memang sudah mempertimbangkan untuk men
Setelah mengirim pesan itu, Felix tidak membalasnya.Alya memegang ponselnya, ekspresinya perlahan menjadi serius.Apa dia terlalu blak-blakan?Namun, bila dia tidak seperti ini, Alya takut orang itu akan salah paham. Mungkin karena peringatan Angga, dia jadi lebih waspada.Setelah 5 menit yang terasa panjang, orang itu pun membalas: "Lintasan balap kuda di area timur, apakah kamu bisa ke sana sekarang?"Lintasan balap kuda?Meskipun itu bukan tempat yang ideal untuk berdiskusi, ini adalah sebuah kesempatan!Alya tidak begitu ragu, dia segera mengambil tas dan syalnya lalu pergi.Angin di luar cukup kencang. Alya memakai syalnya sambil turun tangga, lalu dia memanggil sebuah taksi.Lintasan balap kuda.Pasir beterbangan di lintasan balap, seekor kuda hitam berlari kencang di dalamnya. Di atasnya, seorang pria tampan dan ramping menungganginya dengan ekspresi dingin.Wajah pria itu tampak suram. Tangannya menggenggam tali dengan erat. Bahkan dari kejauhan, aura dingin dan mengancam yang
Ketika taksinya sampai di arena pacuan kuda area timur, Alya baru turun dari mobil ketika dia melihat Felix yang berdiri di pintu masuk arena.Pria itu menggunakan pakaian berkuda yang kokoh, tampak tinggi dan tampan. Begitu melihat Alya, sebuah senyum seketika muncul di bibirnya."Nona Alya."Alya tidak menyangka pria itu akan keluar dan menunggunya, dia pun segera berlari sambil membawa tasnya."Pak Felix, kenapa kamu keluar?""Ck, Nona Alya, lagi-lagi kamu memanggilku Pak Felix. Kenapa, apa aku terlihat setua itu?"Tanpa menunggu Alya menjawab, Felix langsung menyelanya, "Kalau nggak keberatan, kamu bisa memanggilku Felix."Alya terdiam.Apakah dia berani?Lagi pula, mereka berdua tidak begitu dekat. Bagaimana mungkin Alya memanggilnya seperti itu?"Pak Felix, aku khawatir itu kurang pantas."Mendengar ini, Felix pun menyipitkan mata dan memandangnya dengan penuh arti. Kemudian dia berkata, "Oke, panggil aku Pak Felix saja dulu. Kita bisa menggantinya nanti."Alya terdiam."Tapi, to
Matanya yang tajam dan tenang, hidungnya yang indah, juga bibirnya yang semerah mawar, semuanya tersebar di wajah eloknya yang putih.Tak lama kemudian, seseorang pun tak dapat menahan dirinya dan berkata, "Barang incaran Pak Felix kali ini bagus sekali."Alya sama sekali tidak mendengar apa yang mereka katakan. Dia ingin membicarakan investasi dengan Felix, jadi dia hanya bisa mengikutinya berjalan ke depan.Karena hanya berfokus dengan bagaimana dia harus memulai pembicaraan itu nanti, Alya sama sekali tidak merasa bahwa ada yang tidak beres.Hingga akhirnya, Felix membawanya ke tepi pagar dan berteriak pada orang yang sedang berkuda di kejauhan. Mata Alya mengikuti pandangannya."Rizki, sebelah sini!"Alya yang mengikuti pandangan Felix pun melihat orang yang sedang duduk di kuda itu. Dalam sekejap, senyum menghilang dari bibirnya.Bagaimana bisa ... sekebetulan ini?Setengah bulan telah berlalu sejak kejadian waktu itu, setelah itu Alya selalu sibuk.Jadi, dia kira masalah itu seha