“Mungkin saja, mengingat kamu bisa melakukan apa pun dengan power yang kamu punya. Semua hal bisa saja terjadi,” balas Patricia.
“Bukankah aku sudah memberi bukti salinan transaksi yang keluar dari kartu kreditku selama tiga hari di tanganmu, maksudnya adikmu? Jumlahnya juga mencapai delapan ratus juta. Kamu bisa membacanya lagi, jika tidak percaya. Apa kamu tidak tahu caranya membaca laporan keuangan?” Patricia memejamkan matanya rapat-rapat begitu mendengar kata ratusan juta keluar dalam beberapa hari.
“Aku tahu, tapi tetap saja masih tidak merasa percaya dia bisa melakukan hal seperti itu. Dia sedikit berbeda dari adik perempuanku, tapi aku tidak menyangka dia akan menyulitkanku seperti ini. Benarkah adikku yang melakukannya?” Patricia masih tidak percaya adikku William bisa melakukan hal senekat ini. Bagaimana dia menghamburkan uang sebesar itu dalam tiga hari.
“Bukankah disitu ada foto adikmu? Kenapa kamu masih terl
“Pergi? Memangnya pergi kemaana?” Sean tiba-tiba muncul begitu saja di tempat kerjanya. Selain itu, Patricia juga sama sekali tidak punya janji untuk pergi hari ini dengannya.“Sudah lupa dengan kesepakatan kita kemarin? Kau akan menjadi asisten pribadiku dan ikut kemana pun aku pergi. Tidak perlu bekerja di sini lagi, aku sudah jadwalmu. Jadi cukup ikuti aku saja,” perintah Sean dengan seenaknya.Apa-apaan orang itu, dia dengan seenaknya mengatur jadwal kerja tanpa mendiskusikannya terlebih dulu. Patricia bisa membayangkan jika dia bekerja padanya, Sean pasti akan bersikap semena-mena padanya. Tidak bisa, Patricia tidak bisa membiarkan dia bersikap seenaknya seperti ini.“Tapi tidak langsung hari ini juga, masih ada pekerjaan yang belum aku selesaikan. Setidaknya beri aku waktu untuk menyelesaikan semuanya,” pinta Patricia.“Tidak perlu, serahkan saja pada orang lain. Sekarang ikut aku. Kau harus bisa terbiasa dengan pola kerjaku sebelum aku menjadi CEO,” bantah Sean lagi. Orang ini
Sesuatu bergerak-gerak menyentuh kaki Patricia secara berulang-ulang. Ini benar-benar mengganggu tidurnya, Patricia menggeser kakinya kearah lain dan gangguan itu berhenti. Itu memang berhenti tapi hanya beberapa detik saja, kakinya kembali merasakan hal yang sama seperti sebelumnya. Patricia menendang benda yang mengganggu kakinya itu dengan cukup keras sampai akhirnya berhenti mengganggu kakinya. Akhirnya dia bisa kembali melanjutkan tidurku tanpa gangguan lagi. “Ouch!” Patricia terbangun karena sesuatu yang keras mengenai keningnya. Dengan mata yang masih menyipit khas orang bangun tidur, Patricia mencari tahu benda apa yang terjatuh mengenai keningnya itu sampai sedikit benjol. “Akhirnya putri tidur bangun juga. Apa kursimu terlalu nyaman sampai kamu sulit sekali untuk bangun? Aku sudah melakukan banyak cara untuk membuatku bangun, ternyata harus menggunakan sedikit kekerasan dulu baru kamu bisa bangun,” ucap Sean sambil tersenyum licik setelah berhasil mengganggu tidur Patricia.
“Benarkah ini dia? Adikku?” Patricia tidak percaya begitu melihat nama William ada didalam daftar nama yang akan di drop out dari kampus.“Nama William memang umum dan ada beberapa nama mahasiswa yang sama tapi aku sudah mengeceknya tiga kali. Bisa kupastikan itu adalah adikmu. Jika kamu ingin melihat nilai-nilai semesternya, aku bisa menunjukkannya padamu,” Sofia mengambil alih mouse yang di pegang Patricia, lalu mengetikkan sesuatu dengan cepat.“Lihatlah, ini nilai kuliah adikmu. Kamu bisa menilainya sendiri tanpa aku yang harus bicara banyak.” Patricia kembali terfokus menatap layer computer di depannya, memerhatikan satu per satu kata dan angka yang tertera. Sambil sedikit membungkuk, dia melihat nilai-nilai William selama berkuliah. Tidak dia pedulikan Sofia yang sedikit berjengit menjauhinya, Patricia sudah sangat biasa dengan sikapnya ini sedari dulu.“Bagaimana menurutmu? Aku memang tidak mengajar di kelasnya, tapi dia hanya bagus diawal saja, Dilihat dari nilainya yang terus
Punggung Patricia menabrak dinding dengan begitu keras sampai membuatnya terdiam beberapa saat. William hanya memerhatikan kakaknya dengan cemas, tapi dia tidak berani untuk mendekat. Patricia tertegun karena William ternyata berani untuk melawannya balik meski dia yang sebenarnya bersalah.“Nona, kau tidak apa-apa? Apa ada yang terasa sakit?” David mendekat dan mencoba untuk menenangkan Patricia yang masih terlihat syok.“Tidak apa-apa, tolong menjauh dariku David. Aku tidak ingin kamu terluka juga karena aku.” Patricia menolak bantuan David dan malah menatap William dengan tajam.“Jadi begitu, Will? Kamu sudah berani untuk melawanku sekarang? Kamu tahu siapa yang salah di sini bukan. Ingin menyiksaku sejauh mana, hah?” cecar Patricia. William sama sekali tidak berkutik dan terus bungkam tanpa mengatakan apa pun. Keduanya sama-sama sedang emosi.Patricia berjalan mondar-mandir untuk lebih menenangkan dirinya dari rasa marah yang meluap-luap pada William. Memukulinya bukan sebuah solu
Sean menatap tajam pada Patricia yang sedang tertidur pulas di ranjangnya tanpa memedulikan sekitarnya. Beberapa pelayan tampak sibuk membereskan beberapa bagian rumahnya berjalan kesana kemari.“Tuan, aku sudah mengganti pakaian Nona dengan yang lebih nyaman dan sedang mencucinya. Setelah itu aku akan mencuci pakaian anda,” ujar salah satu pelayan wanita yang terlihat sudah agak tua.“Buang saja pakaianku, itu sangat menjijikan. Aku tidak akan mau memakainya lagi atau kamu bisa mengambilnya. Terserah apa pun yang akan kamu lakukan dengan pakaian kotor itu,” imbuh Sean. Dia masih memakai jubah mandinya, namun dada bidangnya terlihat kemana-mana.“Baik Tuan,” jawab pelayan itu.“Apa ruang tengah sudah dibersihkan? Aku tidak ingin ada bau dan noda muntahan dari wanita itu di rumahku. Pastikan semuanya sudah bersih,” sahut Sean dengan nada perintah.“Semua sudah dibersihkan Tuan, kami jamin tidak ada noda atau pun bau yang tersisa di ruangan ini.” Pelayan yang lain datang dan menghampiri
Sean mengerutkan keningnya sambil melihatku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dia masih belum puas dengan pakaian yang aku pakai. Dari ekspresinya Patricia yakin seribu persen akan hal itu.“Hmm, menarik. Tapi sepertinya masih ada yang kurang…” ucapnya masih sambil menatap Patricia.“Agh! Sudahlah, suka tidak suka aku tidak mau lagi mencoba semua pakaian di toko ini. Lebih baik kamu pilih satu dan kita pergi dari tempat ini. Kita sudah lebih dari tiga jam mencoba pakaian saja, ingin berapa lama lagi kita berada di tempat ini,” keluh Patricia dengan kesal. Dirinya sudah sangat lelah karena harus mengikuti keinginan Sean.“Mungkin jika dilengkapi dengan beberapa aksesoris seperti anting dan kalung, akan terlihat bagus.”“Ya, benar. Juga sepertinya tas tangan kecil akan menambah daya tarik untuk Nona.” Semua pelayan di butik ini beramai-ramai memberikan saran untuk Patricia. Sementara Patricia memutar bola matanya karena kesal dan dia duduk di sebuah sofa karena kakinya sudah cukup pe
“Bohong, kamu sama sekali tidak pernah merindukanku. Kamu tidak pernah merindukan kami semua,” ucap Patricia dengan suara pelan. Dia sama sekali tidak menyangka akan bertemu dengannya lagi setelah beberapa tahun.“Aku sungguh merindukanmu, kupikir kau dan yang lainnya sedang marah padaku lalu pergi berlibur. Makanya aku membiarkan kalian pergi. Bagaimana kabar kalian semua? Dimana sekarang kalian tinggal? Biarkan aku tahu kabar kalian, terutama Amber,” ujarnya sambil mendekat.“Stop, jangan mendekat lagi! Aku sudah muak dengan semua kebohongan yang kamu ucapkan. Anggap saja kita tidak pernah saling kenal. Aku bahkan sudah tidak sudi mengakuimu lagi,” balas Patricia dengan menahan marahnya.“Patricia, ada apa? Apa ada sesuatu antara kau dengan dia?” Sean datang mendekat dan berdiri di samping Patricia. Dia sedikit menarik Patricia kebelakang karena tepat di bawah kaki Patricia ada pecahan beling dari gelas yang terjatuh.“Tidak ada, aku sama sekali tidak mengenalnya. Maaf Tuan, anda se
“Akhirnya aku bisa makan dengan benar. Jujur saja, makan kue atau cemilan yang porsinya tidak seberapa itu sama sekali tidak membuatku kenyang. Kamu yang bayar semuanya bukan?” tanya Patricia begitu tahu Sean membawanya ke sebuah restoran.“Memangnya kau sanggup membayar satu jenis makanan di sini? Mungkin kau hanya sanggup membayar minuman saja,” celoteh Sean.“Hei, aku tidak membawa uang banyak saat kamu memaksaku ikut denganmu. Pokoknya kamu yang membayar semuanya karena kamu yang mengajak dan memaksaku untuk ikut!” balas Patricia. Dia sudah mengganti sepatu heels dengan sepatu converse miliknya, jadi bisa berjalan lebih nyaman dan leluasa. Namun, pakaiannya masih tetap dress yang berwarna biru karena Sean tidak mengizinkannya ganti pakaian.“Sudahlah masuk saja, kau terlalu banyak bicara.” Sean berjalan lebih dulu. Setelah masuk, mereka diantar oleh waiters menuju ruangan VIP. Patricia sibuk melihat-lihat interior restoran ini yang lebih terkesan elegan dan minimalis daripada mewa