Malam telah beranjak dan sudah seharusnya Bryan bersiap, tetapi ia masih tenggelam dalam angan yang membuatnya terkaget saat sadar bahwa hampir satu jam ia hanya merenung di ruangannya. Edward sudah berdiri dan menanyakan kesiapannya hingga sepuluh menit berselang, dan ia masih tak memberi respon. “Apakah Anda ingin makan malam ini dibatalkan, Tuan Sanders? Aku akan kabarkan Nyonya Shienna—“ “Tidak, Ed. Kita berangkat sekarang.” Bryan bangkit dan meraih jas, kemudian berjalan bersama Edward mengikuti di belakang. Ia hampir tiba di mobil yang telah menanti di lobi, tetapi seseorang telah berdiri menghadang langkahnya. “Apakah kau akan menemui wanita itu?” tanya wanita yang kini berjarak hanya beberapa langkah di hadapan Bryan. Ia tak menjawab pertanyaan yang baginya tak penting. Menurutnya, sudah cukup apa yang ia jelaskan kemarin dan ia tak lagi perlu memberikan pemahaman apa pun. “Bryan! Jangan mengabaikanku!” Bryan terus mengayun langkah lebar dan masuk ke mobil tanpa peduli ter
“Apa? Sungguh aku tak mengerti apa yang kau bicarakan, Bray.” Shienna menggeleng. Tatapannya tajam tertuju pada Bryan. “Ayahku tidak mungkin melakukan hal itu. Ia sangat mencintai ibu. Meski—meski ibuku tidak seperti ibumu yang penyayang, tapi—“ Shienna tak mampu melanjutkan kalimat.Raut wajahnya tampak pias dan gerakan bola matanya terlihat tak beraturan. Bryan dengan cepat meraih jemari Shienna dan menyadari kegelisahan sang istri. Ia mengatakan semuanya bukan untuk mengacaukan acara malam ini. Apa yang baru saja meluncur dari mulutnya, barulah prolog dan belum mencapai bagian pertama. “Jangan sentuh aku. Apakah kau menikahiku dengan tujuan ini? Karena kau ingin menghancurkan hatiku dengan menyebarkan berita bohong padaku mengenai ayah?” “Shie, itu tidak benar. Aku bahkan belum menjelaskan semua.” “Aku tidak ingin mendengar lainnya.” Shienna bangkit, disusul Bryan yang tak ingin Shienna meninggalkan tempat itu. Bukan seperti ini malam yang ingin ia habiskan bersama Shienna.“Apa
Shienna membuka mata kala langit masih tampak gelap. Tatapannya menerawang jauh, memandangi langit-langit kamar di mana dirinya berbaring saat ini.Di sampingnya, Bryan masih terlelap setelah malam panas antara mereka yang untuk beberapa saat sempat membuat Shienna begitu bahagia. Namun, memudar setelah ia kembali teringat apa saja yang Bryan katakan. Perkataan Bryan masih terngiang di dalam ingatannya dan ia tak mampu mengusir kalimat yang terus menggema di telinganya. Semuanya. Tentang drama bisnis antara ayahnya, ayah Bryan, Bryan, dan Jun. Lalu kehadiran Amara yang berputar di sekitar ketiganya seolah menjadi lingkaran setan yang sulit untuk diputus. Ditambah lagi ungkapan perasaan Bryan terhadapnya, yang justru terkesan sebuah kepura-puraan demi sebuah tujuan. Shienna tak begitu mudah percaya, meski telah melewati malam indah, tak ada satu pun manusia di dunia yang akan menolak seks luar biasa meski itu dengan musuh sekalipun. Ia tahu, seks adalah godaan terbesar. Karena itula
Bryan terbangun dalam keadaan yang begitu bahagia. Hatinya berbunga karena ia telah mengungkapkan perasaan pada wanita tercintanya. Perasaan yang selama ini ia pendam dan menjadikannya tak tenang menjalani hari-hari karena yang ia bayangkan adalah perpisahan dengan Shienna saat bayi mereka lahir. Akan tetapi, seketika, perasaan bahagia itu seolah hancur berkeping-keping sesaat setelah ia membaca pesan yang Shienna tulis di secarik kertas dan ditinggalkannya di atas nakas. Sebuah salam perpisahan yang sama sekali tidak menyatakan alasan yang membuat Shienna memilih jalan itu. Bryan patah hati, merasa terkhianati sekali lagi meski kali ini, bukan karena perkara yang sama seperti sebelumnya. Kali ini jauh lebih menyakitkan. Tubuh Bryan melorot ke lantai, tertegun untuk beberapa lama sebelum akhirnya memaksa diri bangkit, memakai pakaian sekenanya dan bergegas mencari keberadaan sang istri. Shienna mungkin belum terlalu jauh dan ia harus memastikan itu. Bryan mengemudikan mobil dengan
Bryan masih menatap ke dalam ruangan di mana sang istri masih dalam keadaan tak sadarkan diri. Operasinya berjalan lancar, kata dokter. Dan ia hanya perlu menunggu sampai kondisi Shienna lebih stabil untuk bisa menemuinya. Akan tetapi, Bryan tak sabar. Ia ingin bertemu sekarang dan berbincang dengan wanita yang begitu ia cintai. Ia tak sanggup melihat Shienna tak sadar dengan beberapa peralatan penunjang yang masih terpasang di tubuhnya. Nanti ketika Shienna sadar, apakah ia akan menanyakan tentang bayinya? Apa yang harus Bryan katakan jika itu terjadi? “Bryan, apakah ia baik-baik saja?” tanya Jennifer yang datang tergopoh-gopoh setelah mendengar kabar dari Edward. Ia membekap mulut kala melihat kondisi sahabatnya. “Oh, Shie ... apa yang terjadi padamu?” Bryan tidak memberikan respon atas pertanyaan Jennifer dan Jennifer menyadari pria di sebelahnya kini sedang memandangi sang istri dengan tatapan terluka. “Pulanglah, Bryan. Aku akan menjaganya. Ed bilang kau belum pulang atau ter
Jam di dinding menunjukkan pukul sebelas malam dan ruangan di luar sudah begitu sepi. Jennifer mungkin telah pulang, batin Shienna. Kini hanya ada dirinya sendiri dengan batin yang remuk dan begitu nyeri. Ia bangkit dan dengan gerakan hati-hati, membereskan pakaian dan memasukkan ke dalam koper. Ia tak mungkin tinggal lebih lama di tempat itu karena Bryan pasti akan datang. Shienna memutuskan untuk pergi meski ia tak tahu harus ke mana. Tujuan paling mungkin baginya adalah ke rumah orang tuanya. Hanya di sana ia bisa pergi tanpa diketahui siapa pun. Shienna masuk ke dalam mobil dan mengaktifkan auto pilot sembari memantau tujuan kepergiannya. Ia bersandar pada jok dan memejamkan mata, berusaha melupakan pertemuannya kembali dengan Bryan yang membuat batinnya semakin tersiksa. Ia sadari mulai jatuh cinta pada Bryan, tetapi apa yang telah pria itu lakukan membuatnya didera sakit luar biasa yang tak tahu berapa lama akan sembuh. Bryan pastilah telah merencanakan segalanya. Kalau pun
Bryan terduduk di kursi kerjanya setelah mencari Shienna beberapa hari dan tetap tak menemukannya.Jennifer yang mengira kalau Shienna telah berada di tempat yang aman dan tak akan pernah melarikan diri, menyesali perkataannya dan tak menyangka kalau sahabatnya akan pergi begitu saja bahkan tanpa memberi keterangan apa pun padanya. Ia turut serta membantu Bryan untuk menemukan Shienna, tetapi usaha mereka tak membuahkan hasil. Mereka selalu kembali dengan tangan kosong. “Ke mana kau akan pergi setelah ini?” tanya Bryan pada Jennifer yang membereskan barang-barangnya yang sempat ia tinggalkan di kantor Bryan untuk ikut bersama pria itu mencari Shienna. “Entahlah. Mungkin aku akan kembali ke rumahku dan melupakan semuanya. Apa yang terjadi beberapa waktu terakhir sangat gila dan aku sudah kehabisan akal untuk menemukan di mana Shienna berada,” jawab Jennifer yang kemudian bangkit. “Aku pergi. Kau sebaiknya beristirahat dan melupakannya untuk sementara. Kita sudah mencari anak bandel i
“Apakah kau menemukannya?” tanya Zanara dengan tatapan dingin yang tertuju ke arah Bryan sejak tadi.Bryan mulai memeriksa apartemen Zanara sejak mereka tiba dan Zanara tidak mencegah saudara iparnya itu terus memeriksa dengan tatapan skeptis, karena ia tak bisa memberikan bantuan apa pun. Ia bisa jadi tahu di mana keberadaan Shienna, tetapi untuk mengatakan pada pria ini, tak akan semudah itu. Shienna pasti punya alasan yang masuk akal kenapa ia sampai menghindar dan meninggalkan pria seperti Bryan. Bryan terduduk, lelah mencari dan tidak menemukan tanda-tanda keberadaan sang istri di kediaman saudara kembarnya. Ia nyaris putus asa, tetapi ingatannya seketika kembali ke malam saat mereka menghabiskan waktu bersama. Sangat indah dan ia tak ingin mengubur momen itu meski Shienna mungkin menginginkan itu terjadi. Bryan tak akan pernah merelakan Shienna begitu saja. Ia akan membawanya kembali bagaimana pun caranya. “Duduklah. Aku akan membuatkanmu secangkir teh.” “Tidak perlu. Terima