Michael menarik napas dalam-dalam dan menjawab, “Formal dan Informal.”Ronald terlihat sedikit terkejut dengan jawaban bocah itu. Dia pikir anak di depannya ini hanya berpura-pura membaca buku saja. Ternyata dia benar-benar memahami isi buku tersebut.Buku mengenai logika memang terkesan membosankan dan jauh lebih tidak menarik dibandingkan matematika. Tidak banyak orang yang bisa mengerti dengan isi buku tersebut. Apalagi usianya baru menginjak empat tahun saja.Ronald menutup bukunya dan berkata, “Aku coba tes kamu satu pertanyaan mengenai logika lagi.”“Aku nggak mau buku itu lagi,” kata Michael yang memilih untuk menyerah.“Ingin mengetahui tentang ilmu logika tapi kamu nggak ada kesabaran sedikit saja?” ujar Ronald dengan suara dingin.“Pertanyaan yang mau aku tanyakan ini tentang mama kamu.” Apa pun tentang ibunya membuat Michael tidak bisa bersikap tenang. Tatapannya fokus pada Ronald dan dia bertanya, “Sebaiknya kamu menjauh dari mama aku, kalau nggak-““Yang mau aku tanyakan h
Ronald menunggu di lantai satu dengan perasaan bosan selama satu jam lamanya. Rachel yang sudah menidurkan Michelle keluar dari kamar bocah itu dengan langkah sangat perlahan. Perempuan itu terlonjak kaget ketika melihat Ronald.“Kenapa kamu masih belum tidur?”Ronald hanya diam saja. Sekarang jarum jam baru menunjukkan pukul sepuluh malam. Dia bukan anak kecil, jadi untuk apa tidur secepat itu?Dengan suara tenang dia berkata, “Tadi aku ngobrol sebentar dengan putramu.Rachel melangkah turun dari tangga. Dia sibuk membereskan mainan sambil bertanya, “Apa yang kalian bicarakan?”“Putramu sangat cerdas. Nggak berlebihan kalau menjelaskan kepintaran dia dengan kata anak paling cerdas,” kata lelaki itu.Kegiatan Rachel membereskan mainan terhenti. “Kenapa kamu bisa menyimpulkannya begitu?”Pada kenyataannya, sewaktu usia Michael belum menginjak usia tiga tahun, dia sudah tertarik dengan kode-kode di komputer. Kode apa pun yang dituliskan oleh bocah itu bisa dijalankan. Saat itu dia sangat
Berarti lelaki tersebut bodoh atau berengsek. Jelas sekali dia tidak ingin bertanggung jawab.Ronald merasa ada yang aneh. Dia tengah membicarakan perihal pendidikan anak dengan serius, tetapi perempuan ini kenapa tiba-tiba menatapnya dengan sorot seperti itu? Seakan-akan dirinya hanya seonggok sampah yang tidak berguna.“Kenapa?” tanya Ronald.“Nggak ada,” sahut Rachel yang menarik tatapannya. Setelah itu dia berkata lagi, “Michael adalah anakku, aku bisa memberikan masa depan yang baik untuknya. Pak Ronald nggak perlu khawatir. Sudah sangat larut, sebaiknya kamu istirahat saja.”Rachel berbalik dan naik ke kamar utama lantai dua. Dia menutup pintu kamarnya dengan perlahan. Ronald hanya mengelus tengkuknya dengan perasaan bingung. Untuk pertama kalinya lelaki pendiam seperti dia berbicara begitu banyak kalimat.Namun perempuan ini justru mengabaikannya. Sedangkan Michael menatapnya dengan sorot penuh permusuhan. Ronald memutuskan untuk tidak ikut campur dan masuk ke kamar tamu lantai
Suara tangisan yang pelan dan menyayat hati terdengar dari balik tembok besar kamar utama.Tangisan tersebut seperti seutas benang yang melilit jantung bagi para pendengarnya. Semakin lama lilitan tersebut semakin kencang, membuat jantung terasa sesak hingga tidak dapat berdetak.Ronald mengatupkan bibirnya tanpa suara.Pria itu berjalan mundur beberapa Langkah, lalu berkata dengan suara yang parau, “Setiap berapa lama sekali, Mama kamu bermimpi buruk?”Michael terlihat sangat tenang dan dingin, tapi sebenarnya, hatinya sudah hancur berantakan dari tadi.Sebenarnya anak ini paling membenci Ronald, tapi anehnya, Michael selalu tidak bisa menahan diri untuk membuka hatinya kepada pria itu.Michael menjawab sambil menundukkan kepalanya, “Ketika aku mulai mengerti keadaan, aku melihat Mama setiap tiga sampai lima hari sekali, pasti bermimpi buruk. Kemudian aku mulai tumbuh besar, mama juga sudah semakin sibuk dengan pekerjaannya, mimpi buruk yang dialami Mama pun mulai berkurang. Aku perna
Darren malu-malu dan menundukkan kepalanya, ujung telinganya bahkan sampai memerah.Ronald langsung mendengus dingin, menyepelekan.Bocah kecil ini sudah terbiasa berpura-pura menjadi anak baik dan penurut di depan Rachel, sejak kapan dia juga bisa berpura-pura malu?“Ayo jalan, kita pulang,” ucap Ronald dengan dingin.Wajah Darren yang awalnya tersenyum dengan ceria dan gembira, senyum tersebut seketika menggantung kaku di wajah kecilnya.Bocah kecil itu langsung menarik lengan baju Rachel, lalu berkata dengan sangat memelas, “Tante Rachel, apa boleh aku tetap tinggal di sini?”Rachel langsung mengelus kepala bocah kecil itu, sambil berkata, “Aku sebentar lagi harus berangkat kerja, Michael dan Michelle juga akan berangkat ke sekolah. Kamu sendirian di rumah untuk apa?”Darren menunduk dengan lemas seolah rohnya baru saja ditarik dari badan. “Kalau begitu, apa aku boleh datang lagi nanti?” ucapnya dengan sangat pelan.“Tentu saja boleh. Tapi ….” Rachel berhenti sebentar, sepasang mata
Sepasang mata Shania langsung memerah.Perempuan itu menggigit bibirnya, di atas matanya yang bulat terlihat lapisan air. Sosok perempuan itu langsung terlihat sangat menyedihkan.Shania melangkah maju, sambil mengadu dengan sedih. “Ronald, semalam kenapa kamu pulang dari pesta tapi nggak mengajakku untuk ikut pulang bersama? Akhirnya Pak Alec lah yang mengantarku pulang, semalam. Apa kamu tahu, betapa keterlaluan Pak Alec, itu? Pria itu terus menatapku dengan tatapan mesum, bahkan dia juga sudah memegang tanganku tanpa ijin. Kalau bukan karena aku yang sekuat tenaga berusaha menolaknya, dia hampir menarik aku masuk ke dalam hotel ….”Akhirnya Ronald menatap perempuan itu tepat di matanya, “Kenapa kamu melawannya sekuat tenaga?”Shania, “….”Perempuan itu hampir pingsan mendengar pertanyaan ini. Bukankah melawan dengan keras adalah suatu hal yang wajar untuk dilakukan? Kenapa hal ini malah dipertanyakan?Akan tetap, berhubung ini adalah pertanyaan dari Ronald, maka Shania harus tetap m
Rachel mengendarai mobil mengantar kedua anaknya ke sekolah. Di tengah perjalanan, perempuan itu menerima telepon dari asistennya. “Orang dari Tanjaya Group sudah sampai? Kamu tolong layani dulu, aku sebentar lagi akan sampai.”Setelah menutup teleponnya, perempuan itu semakin mempercepat kendaraan yang dibawanya.Michael bertanya sambil mengerutkan alisnya, “Ma, mama bekerja sama dengan orang dari Tanjaya Group?”“Tanjaya Group mempunyai sebuah proyek mobil pintar, bisa dikatakan ini adalah sebuah inovasi dari industri dunia mobil. Mama cukup tertarik dengan proyek ini,” ucap Rachel menjelaskan.Michael mengangguk-anggukkan kepalanya.Ronald mulai memasuki kehidupan Ibunya, juga mempunyai banyak kesempatan bersama di dalam pekerjaan.Begitu banyak kesempatan bersama, apakah Ibunya akan jatuh cinta pada pria itu?Apalagi berita juga mengatakan bahwa Ronald adalah pria yang paling sangat ingin dinikahi oleh semua perempuan di Kota Suwanda.“Michael, kamu kenapa?”Rachel melihat raut wa
“Ibu Rachel masih semuda ini sudah mendirikan perusahaan chip pintar. Benar-benar sungguh berbakat.”Pak Jeffry menjabat tangan Rachel sambil menyanjung perempuan itu dengan sopan.Rachel tersenyum ramah, “Untungnya ada temanku yang membantu, kalau nggak, mana bisa selancar ini.”Semua berkat Roy yang sudah membantunya mencarikan tempat kantornya saat ini. Roy jugalah yang sudah membantu menyeleksi programmer-programmer di studionya.Kalau bukan karena bantuan dari Roy, studionya saat ini pasti masih berada di tengah kekacauan.Di dalam hatinya, pria ini berpikir, jangan-jangan tidak hanya karena bantuan dari teman saja, bisa jadi Rachel hanyalah seorang pemimpin yang hanya mengandalkan nama tapi tidak memiliki kemampuan apa pun.Namun, berhubung Pak Jeffry sudah sangat sering menghadapi pertempuran bisnis dan negosiasi, sehingga dia juga tidak menunjukkan emosi yang sebenarnya. “Ibu Rachel, bagaimana kalau kita langsung mendiskusikan desain dan waktu pengerjaan proyek awal kita ….”“R