Share

Ch. 2 Pintu Chronos

"Pintu ini telah berdiri di reruntuhan ini sejak zaman dahulu kala ketika aku masih menjadi salah satu penasihat di sebuah kekaisaran..." ujar pria tua yang dipenuhi misteri dengan suara seraknya yang bergetar.

Jeremy menatap pria tua itu dengan pandangan curiga. Apa yang bisa diketahui oleh pria ini tentang kalung Chronos yang dia bawa? Jeremy merasakan adrenalin mengalir dalam dirinya, siap menghadapi apa pun yang akan terjadi.

"Setelah bertahun-tahun menunggu akhirnya pemilik kalung Chronos muncul...." kata pria tua itu sambil batuk-batuk.

Jeremy melangkah maju, memegang pedangnya dengan tegang, siap untuk bertarung jika perlu. Dia ingin tahu identitas pria ini dan alasan di balik pertemuannya yang tak terduga.

"Silverblade.... kau adalah Keturunan paling tidak sopan yang pernah kutemui selama hidupku... hohohoho," kata kakek tua itu sambil tertawa dengan cemoohan.

Jeremy mengerutkan keningnya, memperhatikan pria tua tersebut dengan waspada. Tanpa ragu, Jeremy melesat ke arah pria tua itu, melontarkan serangan dengan pedangnya yang terhunus dari sarungnya. Namun, dengan kecepatan yang mengejutkan, pria tua itu menghindari serangan Jeremy dengan mudahnya.

"Oi oi oi, sepertinya Silverblade telah melupakan kemampuannya," kata pria tua itu sambil mengejek dengan senyum penuh kepuasan.

"Sialan! Buku misterius itu benar-benar membuatku terperangkap di tempat ini," gumam Jeremy dengan kesal.

Di dalam kerajaan Chronovia, kepanikan merajalela ketika mereka menyadari bahwa Panglima Perang mereka yang paling tangguh, Chrom, telah telah tewas. Wilayah mereka kini terancam oleh ancaman yang mengintai dari segala penjuru.

"Lapor kepada raja! Sejumlah pesawat angkasa dengan simbol mirip cakar sedang mengorbit di sekitar Kronos," seru seorang prajurit, berusaha menahan kecemasan di matanya.

"Pantau mereka dan berikan peringatan!" perintah sang raja dengan suara yang menggema di ruangannya.

Sementara itu, dalam keheningan yang tegang, sang raja tak bisa menahan gelombang kekhawatiran yang menghantam hatinya. Apakah berita tentang kematian Jenderal Chrom sudah tersebar dengan cepat?

Tiba-tiba, pintu ruangan itu terbuka dengan keras, menggetarkan seluruh ruangan. *Duarrr!

"Lapor kepada raja, Kerajaan Chronaris sedang bergerak dan mendekati perbatasan," kata seorang penyampai pesan dengan napas terengah-engah.

Seketika itu, raja meledak dalam kemarahannya. "SIALAN!" serunya dengan penuh keputusasaan.

"Kerahkan semua kapal perang kita, jelajahi lautan dan hancurkan mereka tanpa ampun," perintah sang raja dengan suara yang memenuhi ruangan.

Dalam suasana yang penuh keganasan dan ketegangan, kerajaan Chronovia bersiap-siap untuk menghadapi serangan yang tak terduga. Raja, dengan kekuasaannya yang  terancam, siap melancarkan serangan balasan yang mematikan, mempertaruhkan segalanya demi keberlangsungan kerajaannya.

Suara benturan berkepanjangan memenuhi ruang reruntuhan, seiring dengan serangan-serangan yang dilancarkan oleh Jeremy. Namun, tidak satu pun dari serangan itu mampu mencapai sasaran, terhantam oleh dinding-dinding yang kuat.

"Hohohoho, jika kekuatan Silverblade hanya sebatas ini, maka ramalan sang kaisar takkan pernah menjadi kenyataan," ejek si kakek tua dengan nada merendahkan, menyiratkan kekecewaannya terhadap Jeremy.

Wajah Jeremy memerah. "Beraninya kau mengejek keluargaku!" desisnya dengan amarah yang membara.

Sementara itu, setelah hampir setengah jam berlalu, Reinhard yang menyaksikan pertarungan mereka berdua, akhirnya diamankan oleh penjaga sekitar untuk elindunginya dari pertempuran berbahaya. Namun, di tengah proses pengamanan itu, kejadian yang tak terduga terjadi.

Warna bola mata Reinhard berubah menjadi ungu yang berkilauan, sementara pupilnya membentuk pola yang menyerupai sayap naga yang berputar dengan tak karuan. Anak kecil berusia 10 tahun itu, dengan tiba-tiba meraih pedang yang ada di sarung pedang penjaga dan melesat ke arah pertempuran antara Jeremy dan si kakek tua misterius.

Para penjaga terkejut melihat aksi yang dilakukan oleh Reinhard, tidak percaya pada apa yang sedang terjadi di hadapan mereka. Sedangkan Jeremy, dalam kebingungannya, terpental jauh ke belakang, kehilangan keseimbangan.

Tak hanya itu, si kakek tua juga terkejut saat melihat mata Reinhard yang memperlihatkan pola sayap naga. Secara tiba-tiba, pedang Reinhard sudah berada di dekat tongkat si kakek tua misterius, memaksa kakek tersebut terlempar jauh ke belakang. Jeremy yang masih tercengang melihat adegan itu, tak mampu mempercayai apa yang telah terjadi di hadapannya.

"Kalian semua bodoh. Menggunakan kekuatan dengan sembarangan seperti ini... Kalian benar-benar mengecewakan," ucap Reinhard dengan suara yang terdengar berat dan penuh kewibawaan, suara yang tak sepadan dengan tubuh seorang anak berusia sepuluh tahun.

Si kakek tua pun tunduk dengan hormat dan berlutut setelah mendengar suara yang tampaknya sangat dikenal olehnya. "Xander, aku datang menghadapmu, Yang Mulia Kaisar!" ujarnya dengan suara yang penuh penghormatan.

Dengan suara yang terengah-engah, Jeremy menahan sakit di dadanya. "Reinhard... Kau! siapa sebenarnya kau? Keluarlah dari tubuh anak itu!" serunya sambil mencoba menenangkan rasa sakit yang ada di dadanya.

Reinhard menatap Jeremy dengan tatapan tajam. "Siapa aku? Seharusnya kau sudah tahu itu jika kau berada di sini," ucapnya dengan suara yang terdengar berat dan berwibawa.

Tak lama kemudian, Reinhard mengayunkan pedangnya ke depan, sambil mengangkat tangannya ke atas, membentuk sebuah pola belah ketupat. Di hadapannya, muncul lingkaran sihir yang memancarkan cahaya ungu yang terang. Reruntuhan di sekitarnya mulai bergetar dan berkilau dengan indahnya. Jeremy, meski bingung dengan kejadian tersebut, berusaha untuk tetap tenang.

Namun, tiba-tiba saja batu-batu di sekitar reruntuhan mulai terlempar dengan tak terkendali, sementara cahaya ungu menyelimuti tubuh Jeremy dan Xander. Lambat laun, mereka mulai terlihat lebih muda. Bahkan, kulit keriput Xander pun menjadi halus seperti usia mereka berdua menyatu.

Tak hanya itu, reruntuhan itu sendiri mulai bangkit dan pulih seperti bukan lagi sebuah reruntuhan. Di belakang Reinhard, terdapat sebuah pintu hitam yang besar dan pekat. Jeremy terkejut melihatnya.

"Tidak ada keraguan lagi... sang kaisar telah bangkit, sesuai dengan ramalan," ujar Xander.

"Kaisar? Apa maksudmu? Dan siapa sebenarnya dirimu?!" pekik Jeremy, penuh kebingungan.

"Kau adalah Silverblade terbodoh yang pernah aku temui. Maafkan aku sebelumnya, tetapi anak yang kau lihat di depan adalah Rostredich Dragonheart, Kaisar ke-63 dari Kekaisaran Dragonheart yang sudah runtuh. Dan aku adalah kakek tua yang tadi kau lawan," ejek Xander, sambil tersenyum jahat.

Namun, sebelum mereka melanjutkan percakapan mereka, Reinhard tiba-tiba kehilangan keseimbangannya, dan matanya kembali berubah ke kondisi semula.

"Kita akan melanjutkan pembicaraan ini nanti," kata Jeremy sambil meluncur jauh dan menangkap tubuh Reinhard yang terjatuh.

"Tetua?" tanya salah satu penjaga, kebingungan tergambar di wajahnya.

"Dengan wajahku yang sekarang, kau masih menyebutku 'tuan'?" tanya Xander sambil bercanda dengan penjaga.

"Maafkan saya tetu--, Tuan!!!," jawab penjaga tersebut dengan gemetar.

"Lupakan saja. Segerakan antarkan mereka berdua ke tempat peristirahatan," perintah Xander dengan tegas.

Di suatu ruangan yang megah, di tengah Kerajaan Chronoaris yang penuh kemegahan, terdapat kursi tahta yang menggambarkan kekuasaan dan keagungan.

"Hahahahahaha, Jenderal Chrom telah tewas? Berita ini sungguh menggembirakan! Kita tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini. Segera kerahkan seluruh armada dan lewati jalur rahasia. Kirim beberapa armada ke lautan untuk membingungkan Kapal Perang musuh!" perintah sang Raja Chronoaris dengan tegas.

"Paham, tuan!" jawab seorang pria dengan sikap yang tenang namun penuh karisma.

"Ini kesempatan emas kita untuk sepenuhnya menguasai planet Chronus! Huahahahahaha!" seru sang raja Chronoaris sambil makan dengan lahap, diiringi gelak tawa yang tak terbendung.

Namun, di tengah kegembiraannya, tiba-tiba lantai mulai bergoyang tak terkendali, sejenak membuat sang Raja Chronoaris yang sedang tertawa terbahak-bahak terkejut. Ia pun tersedak dan mulai memukul-mukul dadanya dengan keras, berusaha untuk menghilangkan sedakannya. Seorang penjaga cepat-cepat memberikan air untuk diminum.

"Sialan, apa yang sedang terjadi?" ujar Raja Chronoaris sambil terlihat berlinang air mata akibat rasa sakit akibat tersedak.

Sementara itu, di Kerajaan Chronovia, Raja Chronovia sendiri terlihat sedang melamun di kursi tahtanya, dengan kepala menunduk. Ia mulai merasakan getaran yang sama mengguncang ruangannya.

"Sekarang, apa lagi yang terjadi?!" pekik sang raja, dengan emosi yang meluap tak terbendung, akibat serentetan berita buruk yang menimpa dirinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status