Baca juga: Gairah Terpendam Suami Kontrak Mantanku, Kakak Iparku Menjadi Istri Kedua Kakak Ipar
Kalila terpaku, dia tidak tahu harus menjawab apa. Sebagai keluarga besar, tentu Arka lebih tahu tentang siapa saja yang memiliki hubungan kekerabatan dengan Gio. “Aku ... aku tidak terlalu hapal namanya, Ka. Tahu sendirilah kalau aku ini pelupa,” elak Kalila, yang justru memantik rasa curiga di pikiran Arka. “Oh, aku yakin dia akan betah di sini karena kamu selalu memperlakukan tamu dengan sangat baik.” “Mungkin ...” Kalila tersenyum, lalu menelan saliva dengan getir. Arka mungkin tidak tahu jika tamu yang menginap di rumah suami Kalila adalah seorang wanita, sekaligus bergelar istri pertama. “Lil, kamu tidak apa-apa?” tanya Arka. “Apa aku salah bicara?” Kalila menggeleng. “Tidak kok, dia pasti betah di rumah ini.” Arka bisa melihat ekspresi janggal yang terlihat pada wajah Kalila, apakah ini ada hubungannya dengan ‘sepupu’ Gio yang menginap? “Sering-sering mampir ke sini, Ka.” “Oke, sayang sekali aku tidak lihat Gio dan sepupu kamu itu ....” Kalila tertegun ke
Kalila terbelalak. Haruskah kebaikan nenek Mutia dibayar dengan sebuah sandiwara? Tidak bisakah Gio mempertimbangkan keinginan nenek dan bersedia menyentuhnya supaya mereka bisa mempersembahkan seorang cicit?“Aku ... aku tidak bisa,” gagap Kalila.“Siapa yang tanya pendapatmu?” gertak Gio geram. “Sejak awal aku tegaskan sama kamu untuk menuruti seluruh rencanaku, bukankah kamu ingin segera bercerai?”“Tapi bukan seperti ini caranya! Itu sama saja kamu membohongi nenek! Bagaimana kalau suatu saat dia bertanya tentang cicitnya yang tidak lahir-lahir, kamu mau jawab apa?”Gio dan Nia saling pandang, lalu keduanya tertawa bersamaan.“Jadi itu masalahnya? Kamu tidak usah khawatir, nenek akan tetap mendapatkan cicit dariku.” Gio tersenyum miring.“Caranya? Bukankah aku hanya pura-pura hamil?”Gio melirik Nia yang berada di sampingnya.“Tepat sekali, aku yang akan melahirkan cicit untuk Nenek Mutia.” Nia menimpali.Kalila sontak terhuyung, mend
“Akhirnya, kalian akan segera punya momongan!” Mutia terlihat gembira, begitu juga dengan suaminya, Herdiansyah. Terus terang, Kalila sangat merasa bersalah karena terlibat dalam kebohongan ini. Dia ingin berontak, tapi tidak cukup nyali untuk menghadapi Gio. “Tentu saja, doakan supaya kehamilan Lila berjalan lancar dan sehat-sehat terus sampai melahirkan.” Gio dengan sengaja merangkul Kalila, untuk meyakinkan kakek dan neneknya jika dia sudah menerima pernikahan mereka dengan lapang dada. “Gio, kamu ikut kakek sebentar!” “Baik, Kek!” Kalila baru bisa bernapas lega setelah Gio menjauh darinya. “Lila, sini duduk dekat nenek.” Mutia mengulurkan tangannya. “Iya, Nek ....” “Kenapa kamu terlihat makin pucat dan tegang? Apa kamu tidak bahagia dengan kehamilan ini?” tanya Mutia heran. Kalila tidak segera menjawab, dia ingin sekali mengatakan yang sebenarnya jika Gio sudah merekayasa kehamilan itu. “Mungkin ada makanan yang mau kamu makan?” tanya Mutia lagi. “Kata
“Mas, bagaimana rencana kita ...?”“Kita kurung dia,” tegas Gio sambil mengempas tangan Kalila. “Kita bilang saja kalau dia harus bedrest, kunci kamar biar kamu yang pegang.”Kalila terbelalak. “Mas, tunggu!”“Tidak ada penawaran apa pun untuk kamu, Lila. Ikuti rencanaku sampai akhir,” tegas Gio dingin.“Tapi ....”“Apa kamu tuli? Mas Gio tidak menerima penolakan!” sergah Nia sambil meraih lengan suami mereka. “Ayo Mas, kita tinggalkan saja dia biar bisa merenungi kesalahannya.”Gio mengangguk dan mengikuti langkah Nia di sampingnya.Brak!Kalila memejamkan mata ketika Gio menutup pintu kamar utama dengan keras, diikuti suara kunci yang diputar untuk mengurungnya.Saat ini dia benci dengan beberapa hal: benci pada pernikahan, sandiwara untuk berpura-pura hamil, juga benci kepada dirinya sendiri yang tidak memiliki kekuatan untuk melawan arogansi Gio.Kalila benci semua itu!“Kenapa kamu gelisah begitu?” Di kediaman megah berlantai dua itu, Herdi bertanya heran kepada Muti
“Kenapa tidak sekarang saja? Minta Mas Gio untuk memperkenalkan kamu kepada keluarga besar, apa kamu tidak ingin mendapatkan pengakuan dari mereka?”Nia langsung terdiam.“Nenek Mutia itu sangat penyayang terhadap istri dari cucunya, apa kamu tidak ingin di posisi itu?” tanya Kalila lagi.“Aku ... tentu saja aku pasti akan ada di posisi itu suatu saat nanti.”“Kalau begitu, bujuk Mas Gio untuk segera menceraikan aku ... Kamu istri pertama, kamulah yang lebih berhak untuk mendapatkan segala hal yang dimiliki Mas Gio ....”“Tidak usah kamu mengajariku!” bentak Nia, wajahnya terlihat resah bercampur gusar.Kalila yakin jika ucapannya sedikit banyak berpengaruh terhadap mental Nia sebagai istri pertama yang disembunyikan.“Miris ya, saat istri kedua justru lebih diakui?”“Diam kamu, diam!” Nia tidak tahan lagi, dia mengentakkan kaki kemudian pergi meninggalkan kamar Kalila dan menguncinya kembali.“Ya ampun ... seperti aku yang salah di sini,” ratap Kalila menahan kepedihan hati.
“Satu langkah saja kamu berani meninggalkan rumah ini, aku akan hancurkan orang tua kamu.” Gio mengancam. “Kalau begitu biar aku hancur bersama orang tuaku,” sahut Kalila sembari memasukkan pakaiannya dengan serampangan. “Kamu! Sudah berani melawanku, rupanya!” “Terserah apa katamu, Mas.” “Tetap di tempatmu, Lila!” Namun, Kalila tidak peduli. Dia harus melawan sekarang, atau tidak sama sekali .... “Aku bilang tetap di tempatmu!” Gio mengangkat tangannya dengan penuh amarah, tapi yang terjadi selanjutnya .... “Gio, Lila! Apa yang terjadi?” Gerakan tangan Gio langsung terhenti di tengah jalan, dia menoleh dan terkesiap melihat keberadaan Arkana alias Arkan atau Arka. “Tidak apa-apa, kamu ... kenapa mendadak masuk tanpa izin? Sori Ka, tapi ini adalah ruangan yang sangat privasi.” Gio berusaha menguasai diri. Namun, Kalila tentu saja tidak menyia-nyiakan kesempatan itu.
Setibanya di kediaman Mutia, kedatangan Kalila dan Arka tentu saja disambut dengan tatapan heran dari sang tuan rumah.“Bagaimana bisa kalian ...? Mana Gio?” tanya Mutia sembari menatap lurus ke arah pintu, kalau-kalau Gio mendadak muncul dari sana.“Maaf karena kedatanganku yang mendadak ini, Nek. Tanpa Mas Gio ....”“Kok bisa kamu sama Arka? Mana Gio?” tanya Mutia kebingungan.Kalila diam, tidak tahu harus memulai dari mana.“Nenek tenang dulu, tunggu sampai Lila siap untuk menceritakan semuanya.” Arka menengahi.“Baiklah, duduk dulu kalian berdua.” Mutia lantas meminta pelayan rumah untuk membuatkan tiga cangkir teh hangat.Arka menoleh kepada Kalila, mengisyaratkannya untuk segera memulai pembicaraan.“Nek, aku ... aku ingin berpisah dari Mas Gio.” Kalila akhirnya memberanikan diri untuk berterus terang.“Pisah? Jangan main-main, Lila. Itu keputusan besar, bukankah baru kapan hari itu kamu dan Gio datang berkunjung? Kamu sendiri sendiri sedang hamil kan?”Untuk pertanyaa
Gio mengemudi sembari memukul setirnya berkali-kali, sudah tidak terhitung jumlah panggilan tak terjawab dari Mutia sebanyak apa ....Pria arogan itu tidak terlalu memiliki nyali untuk menjawab panggilan telepon dari neneknya.“Mas, kamu kenapa sih datang marah-marah begini?” Nia menatap heran ke arah Gio yang sedari tadi mengumpat sambil memijat pelipisnya.“Diam dulu, Nia. Aku sedang berpikir!”Nia melengos, lalu memilih pergi ke kamar untuk melanjutkan nonton film drama di televisi.“Aku harus bicara apa sama nenek? Lila pasti sudah menceritakan segalanya ... Dasar tidak tahu diri sekali perempuan itu, bukankah untung kalau dia tetap menjalankan rencana ini sampai akhir?” Gio berdiri lalu berjalan mondar-mandir sambil mengacak-acak rambutnya. Dia sengaja tidak membuka aplikasi pesan instan miliknya untuk menunjukkan kesan bahwa dirinya sedang tidak online.Saat pikiran sedang kalut, Gio mendengar suara mesin mobil berhenti di depan rumah Nia. Sesaat berikutnya, gedoran pint