“Ternyata kamu takut mengandung darah dagingku, ya?” Tiba-tiba ada tangan yang mematikan shower dari belakang, Kalila berbalik dan terperanjat kaget saat melihat kedatangan Gio. “Apa-apaan kamu, aku ini sedang mandi!” jerit Kalila sambil berusaha menutupi bagian depan tubuhnya. “Keluar!” “Lucu, kamu menyuruhku keluar dari kamar mandiku?” “Baik, aku yang keluar!” Kalila tidak punya pilihan lain sekalipun ritual mandinya belum selesai. Gio menarik tangan Kalila, tapi istrinya langsung mengibaskan tangan itu. Kemudian dia memaksa kakinya untuk berlari, hingga lantai kamar mandi yang licin terkena air membuatnya jatuh terpeleset dengan keras. “Aduh!” Senyum miring terbit di wajah Gio. “Bukankah mandinya belum selesai? Atau aku saja yang memandikanmu?” “Jangan mendekat!” Kalila menoleh ke belakang saat Gio melangkah ke arahnya, dia meringis karena kakinya terasa berdenyut-denyut. “Kita kan belum bercerai, setidaknya beri aku kenangan indah yang tidak akan terlupakan seumu
"Tidak perlu khawatir, Pak. Bagaimana kelanjutan gugatan cerai saya?""Bisa saja urus, saya akan kabari melalui nomor cadangan yang sudah Anda berikan."Kalila mengangguk. "Saya mohon dengan sangat, untuk kali ini jangan lagi percaya jika saya meminta Anda untuk menunda perceraian dalam bentuk apa pun.""Saya mengerti, Bu. Saya minta maaf atas kejadian kemarin karena ... beberapa kasus yang pernah masuk ke tim kami, ada pasangan yang bahkan membatalkan gugatan cerai dan tidak jadi meneruskannya ke pengadilan.""Tidak apa-apa, Pak. Tapi untuk saya, apa pun yang terjadi saya ingin tetap meneruskan gugatan cerai untuk suami."Tian mengangguk, berusaha menepis perasaan tidak enak karena pernah membuat Kalila kecewa."Halo, Arka?""Halo, Lil? Ada kabar apa?"Kalila menatap ke kaca taksi yang dia tumpangi. "Rumah yang aku sewa itu, penghuninya amanah kan?""Amanah kok, kamu tenang saja. Aku kenakan sewa per bulan supaya kalau kamu kembali sewaktu-waktu lebih mudah.""Iya, uangnya juga sudah
“Huek!” Kalila merasakan mual itu lagi saat memaksakan diri untuk menelan nasi yang dia makan. “Sepertinya Mas Gio benar, aku sedang tidak enak badan.” Cepat-cepat Kalila meraih cangkir berisi teh hangat dan meminumnya. Setelah minum, rasa mual itu malah semakin menjadi-jadi. Hari itu Kalila tetap datang ke outlet Zideka dan mampir ke toko baju miliknya ketika sore tiba. Kenapa rasanya capek sekali? Kalila menyandarkan punggungnya saat perjalanan pulang menggunakan taksi. Dia teringat dengan merek suplemen yang Zia sarankan beberapa waktu yang dan tertarik untuk membelinya di apotek. Di saat yang bersamaan, mata-mata suruhan Gio mengambil potret saat Kalila memasuki pelataran apotek besar yang didatanginya. “Oke, teruskan pengintaian kamu. Biar saya sendiri yang akan memeriksa obat itu,” perintah Gio. “Baik, Pak!” Di kantor, pikiran Gio menjadi bercabang setelah mendengar informasi yang disampaikan mata-mata suruhannya. Dia tidak tahu persis obat apa yang akan dibeli i
“Jangan harap aku akan menyentuhmu malam ini.”Giordano berkata dengan nada sedingin es kepada seorang wanita yang baru saja dia halalkan sebagai istri.“Aku mengerti,” sahut Kalila tanpa mengangkat wajahnya.“Saat kita tidur, jangan hadapkan wajahmu yang buruk rupa itu kepadaku. Aku ingin kita saling memunggungi ....”“A—aku akan tidur di kamar pembantu saja kalau begitu!”“Bagus, kamu ingin nenek menghujatku karena kita pisah kamar?”Kalila diam, tidak mengerti dengan apa yang sebenarnya Giordano inginkan.“Terus aku harus bagaimana?”“Bodoh, ini akibatnya kalau nenek asal memungut perempuan gembel buruk rupa untuk dijadikan istriku.”Ucapan Giordano tidak ada bedanya seperti pisau yang menyayat habis kulit Kalila sedikit demi sedikit.“Ganti bajumu dan tidur, tidak malukah kamu mengenakan gaun pengantin mewah itu?” hardik Giordano dengan emosi tertahan. “Fisik dan gaun itu sangat tidak serasi, bikin malu.”Hujan itu hampir saja luruh, jika saja Kalila tidak mati-matian m
“Aku sudah boleh mengaktifkan ponsel belum ya?” gumam Kalila, saat pagi harinya dia terbangun dan Gio masih belum terlihat di manapun.Meskipun demikian, Kalila tidak bisa mengurung diri di penginapan terus menerus hanya untuk menunggu Gio datang menjemputnya.Aku harus cari makan, pikir Kalila sambil bersiap untuk mandi. Beberapa saat kemudian, Kalila berjalan-jalan sendirian di sekitar pantai. Tidak lupa dia membawa uang yang sempat Gio masukkan ke dalam tasnya sebelum mereka berangkat bulan madu kemarin.Meskipun faktanya Gio berada entah di mana, Kalila bertekad untuk menikmati momen bulan madu ini. Kesempatan tidak datang dua kali, terlebih lagi bisa menjadi istri Giordano, seorang cucu konglomerat yang memiliki usaha di berbagai bidang.Karena perutnya mulai menjerit lapar, Kalila memutuskan untuk berhenti di depan salah satu resto yang berderet sejajar. Begitu dia melangkah masuk, kedua matanya terbelalak menyaksikan pemandangan yang tersaji tidak jauh darinya.Gio terny
Gio tidak menjawab pertanyaan Kalila, melainkan dia mengembalikan ponsel itu setelah menghapus seluruh fotonya bersama wanita tadi.“Jawab, Mas. Siapa dia?”Gio tidak meladeni, dia berbalik dan membongkar koper untuk mengambil sepotong baju ganti yang masih bersih.“Aku mau mandi, setelah itu tidur.”Kalila memejamkan mata ketika Gio menutup pintu toilet dengan cukup keras, dia tidak mengira bahwa ujian akan secepat ini mendera rumah tangganya yang bahkan baru seumur jagung.Selagi suaminya masih mandi, Kalila memeriksa ponselnya dan terkejut saat mendapati jika layarnya terkunci oleh pola yang tidak dia ketahui.“Pasti ulah Mas Gio,” gumam Kalila gusar, berkali-kali dia mencoba memasukkan pola dengan serampangan dan kesemuanya berakhir dengan kegagalan.Seharian itu Gio memilih tidur, tidak dipedulikannya wajah masam Kalila dan juga serentetan pertanyaan yang dia lontarkan.“Kita bercerai saja, Mas.” Kata-kata sakti itu akhirnya terucap dari bibir Kalila setelah beberapa sa
“Tidak punya malu, apakah karena kamu segitunya tidak laku, terus kamu memilih selingkuh sama suami orang?”“Aku tidak selingkuh!”“Terus ini apa peluk-peluk suami orang lain?”“Lila, cukup.” Gio menukas. “Nia benar, dia tidak selingkuh.”“Oh, kamu membela pelakor ini!” Kalila berseru dengan suara keras. “Apa tidak ada laki-laki lain yang bisa kamu dekati selain suami orang, Nia?”Sumpah demi apa pun, menyebut nama wanita itu saja rasanya begitu jijik bagi Kalila.“Jaga suaramu, Lila. Jangan fitnah!” bantah Gio, khawatir kalau-kalau ada orang yang mendengar perdebatan mereka.“Aku tidak fitnah, dia memang pelakor kan? Kamu sampai mati-matian membelanya seperti ini ... Sekarang kamu pilih, istri sah kamu atau selingkuhan?”“Aku bukan selingkuhan!” jerit Nia tertahan, membuat situasi semakin runyam karena satu-dua orang yang kebetulan berada di halaman kini memusatkan perhatian ke arah mereka.“Nia, kamu juga jangan teriak!” desis Gio gusar. “Kalian ini bisa tidak tahan emosi?”
“Nenekku! Apa kamu tidak bisa sedikit saja menutupi masalah ini supaya kesehatan nenek aku baik-baik saja?” tanya Gio geram dan bernada intimidasi.“Kamu minta aku untuk menutupi pernikahan kamu yang lainnya?” Kalila menatap Gio tak percaya. “Kenapa kamu tidak jujur saja sama nenek kamu?”Gio menarik napas panjang.“Aku sama Nia hanya menikah siri, aku butuh waktu untuk memberi tahu nenekku.”Kalila merasa bimbang, di sisi lain dia merasa telah ditipu mentah-mentah oleh pria yang bergelar suaminya. Namun, di sisi lain ada perasaan seorang wanita baik hati yang telah banyak berjasa besar terhadap keluarganya.Mana yang harus Kalila pilih?“Kamu beri tahu nenek sekarang saja, aku siap mundur dan jadi saksi.”“Kamu tidak paham situasinya, Lila!” bentak Gio frustrasi. “Sudahlah, kamu tinggal menurut saja dan aku akan mencukupi semua kebutuhan kamu selama kamu jadi istriku, oke?”Kalila tersenyum miring. “Kamu berusaha membujukku?”“Terserah apa katamu, yang jelas aku tidak bisa m