“Tidak punya malu, apakah karena kamu segitunya tidak laku, terus kamu memilih selingkuh sama suami orang?”
“Aku tidak selingkuh!”“Terus ini apa peluk-peluk suami orang lain?”“Lila, cukup.” Gio menukas. “Nia benar, dia tidak selingkuh.”“Oh, kamu membela pelakor ini!” Kalila berseru dengan suara keras. “Apa tidak ada laki-laki lain yang bisa kamu dekati selain suami orang, Nia?”Sumpah demi apa pun, menyebut nama wanita itu saja rasanya begitu jijik bagi Kalila.“Jaga suaramu, Lila. Jangan fitnah!” bantah Gio, khawatir kalau-kalau ada orang yang mendengar perdebatan mereka.“Aku tidak fitnah, dia memang pelakor kan? Kamu sampai mati-matian membelanya seperti ini ... Sekarang kamu pilih, istri sah kamu atau selingkuhan?”“Aku bukan selingkuhan!” jerit Nia tertahan, membuat situasi semakin runyam karena satu-dua orang yang kebetulan berada di halaman kini memusatkan perhatian ke arah mereka.“Nia, kamu juga jangan teriak!” desis Gio gusar. “Kalian ini bisa tidak tahan emosi?”“Tidak, Mas. Kamu harus memilih sekarang juga ....”“Tentu saja Mas Gio akan memilihku, setidaknya dia tidak akan meninggalkan aku demi kamu.” Nia tersenyum mengejek.Kalila diam saja, tapi tatapan matanya terarah kepada Gio yang masih berdiri rapat dengan si pelakor.“Seandainya bisa memilih, tentu aku akan memilih Nia.” Jawaban Gio akhirnya terlontar dari bibirnya, membuat tubuh Kalisa seolah tidak bertulang.“Kamu lebih memilih dia, Mas?”“Ya, kamu mau dengar jawabanku kan? Inilah jawaban jujur dariku.” Gio mengangguk tegas, tidak peduli bagaimana perasaan Kalila terhadapnya.Toh mereka bisa ke jenjang yang lebih serius karena perjodohan yang sudah diatur oleh neneknya.“Aku ini istri kamu, Mas. Kenapa ....”“Karena Nia adalah istri aku juga.”Blarrr!Bak tersambar petir di siang bolong, Kalila memejamkan mata sejenak setelah Gio mengakui status Nia yang sebenarnya.“Dia ... istri kamu? Terus ... aku ini apa bagimu?”“Kamu adalah ....”“Kamu itu istri kedua!” sela Nia penuh kemenangan. “Sadar diri makanya!”Kalila menatap Gio tidak percaya, dan untuk pertama kali selama interaksi mereka, pria itu membuang muka darinya.“Aku istri kedua, itu ... itu tidak benar kan?” ucap Kalila dengan suara bergetar.“Begitulah ...” Nia semakin mempererat pelukannya pada lengan Gio, sesuatu yang tidak mungkin bisa Kalila lakukan. “Akulah istri pertama Gio, jadi sangat wajar kalau aku diprioritaskan.”“Jawab, Mas!” sentak Kalila tertahan. “Kamu laki-laki bukan?”“Oke, Nia memang istri pertamaku! Sedangkan kamu hanya istri kedua, puas?” Gio menoleh dan menatap Kalila dengan garang.Mata Kalila memanas penuh emosi, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa untuk meluapkan seluruh rasa yang kini berkecamuk di dalam dada.“Baiklah, kalau begitu aku pulang duluan!” Kalila berbalik tepat ketika titik-titik kristal bening itu luruh dari kedua matanya yang lentik, dia berjalan cepat meninggalkan pasangan suami istri yang dia kira adalah pasangan peselingkuh pada awalnya.“Lila!”“Apa sih, Mas? Biarkan saja perempuan itu pergi, pelakor kok teriak pelakor!” cibir Nia tanpa rasa bersalah sama sekali.“Bukan itu masalahnya, Nia!”“Terus? Jangan bilang kalau kamu mulai mencintai istri kedua kamu itu?” Nia melotot.“Bukan begitu juga ...” Gio mengacak rambutnya gusar.“Ya sudah, kita nikmati saja momen-momen romantis di sini sebelum besok kamu pulang sama dia.”Gio berdecak pelan. “Aku minta pengertian kamu sedikit saja, aku harus menemui Lila untuk menjelaskan situasi yang sebenarnya terjadi antara kita.”Nia melepas tangannya, kemudian ekspresi wajahnya berubah menjadi cemberut.“Kalau begitu cepat kejar dia, hibur dia dan peluk dia kalau perlu.”“Aku tidak akan melakukan itu, aku hanya mau menjelaskan permasalahan kita.” Gio mencoba membujuk.“Terserah.”“Nanti malam kita bertemu lagi, aku janji.”Nia tidak merespons.“Aku tahu kamu istri yang baik dan bisa diandalkan,” puji Gio. “Aku pergi, ya?”Mau tak mau, Nia mengangguk.***Bisa-bisanya dia, Kalila mengusap pipinya berkali-kali untuk membendung laju air mata yang tidak henti menetes.Gio sama sekali tidak pantas untuk ditangisi, Kalila tahu itu. Namun, rasa sesak di dada sudah seperti batu yang mengimpit paru-parunya hingga dia susah untuk bernapas.Setibanya di kamar penginapan, tangis Kalila luruh membanjir tanpa bisa ditahan lagi.“Bisa-bisanya aku jadi istri kedua ...” ratap Kalila dengan suara yang teredam di sela-sela sedu sedan. “Kenapa, Nek? Kenapa tidak jujur soal status pernikahan cucumu?!”Kalila memeluk dirinya sendiri, dia tidak tahu sampai berapa lama tangisan itu terus berlangsung hingga dia ketiduran.Ketika tersadar kembali, Kalila mendapati Gio sudah duduk di sofa dan menghadap televisi yang menyala. Dia bergegas pergi ke toilet untuk membasuh wajahnya, biar bagaimanapun dia tidak ingin bekas-bekas air mata ini sampai dilihat Gio.Tidak ingin menunggu waktu lama, Kalila segera memasukkan baju-baju dan barang lainnya ke dalam koper.Tidak dipedulikannya Gio yang melayangkan tatapan menghakimi ke arahnya seakan mempertanyakan keputusan Kalila.“Siapa yang suruh kamu untuk beres-beres?”“Tidak ada.”Gio geram sekali karena Kalila tidak mendiskusikan terlebih dahulu apa yang ingin dia lakukan.“Kita masih ada waktu satu hari untuk bulan madu kita,” kata Gio mengingatkan. “Nenek akan curiga kalau kita pulang sekarang.”Kalila tetap memasukkan barang-barangnya ke dalam koper tanpa ingin buru-buru menanggapi ucapan Gio.“Kamu lanjutkan saja bulan madu kamu, aku tidak melarang ....”“Terus kenapa kamu malah pulang?”“Memangnya ada gunanya aku di sini?” Kalila lantas menatap Gio. “Tidak ada, kan?”Gio terdiam sejenak.“Tapi kalau kamu pergi, nenek akan bertanya macam-macam.”“Kamu tinggal bilang kalau kamu sedang bersama istri kamu itu,” ujar Kalila enteng.“Yang nenek tahu, istri aku itu adalah kamu.”“Jadi? Nenek kamu sendiri tidak tahu kalau Nia itu adalah istri kamu juga?”Gio menggeleng perlahan.“Baguslah,” ucap Kalila sembari menutup rapat kopernya. “Dengan begitu aku akan lebih mudah untuk mengajukan perceraian, aku yakin kalau nenek akan memaklumi alasan aku.”“Cerai? Kamu pikir semudah itu bercerai?”“Mudah saja kalau dua-duanya sepakat untuk berpisah,” sahut Kalila sambil memandang Gio dengan hambar.Perasaan yang baru akan bersemi, kini seolah layu sebelum berkembang.“Kamu tahu kan kalau nenekku sudah usia senja, dia punya beberapa penyakit dan resikonya akan sangat besar kalau dia menerima kabar perceraian ini?” Gio mencoba bernegosiasi.“Itu bukan tanggung jawab aku ....”Brakk!Gio menendang koper dengan keras, membuat Kalila sedikit terkejut dengan sikapnya.“Kamu itu ya, benar-benar definisi perempuan tidak tahu diri. Kamu lupa siapa yang sudah mengangkat derajat ekonomi orang tua kamu? Kamu lupa?”Kalila terdiam, pandangannya terarah lurus ke lantai.“Nenekku! Apa kamu tidak bisa sedikit saja menutupi masalah ini supaya kesehatan nenek aku baik-baik saja?” tanya Gio geram dan bernada intimidasi.Bersambung—“Nenekku! Apa kamu tidak bisa sedikit saja menutupi masalah ini supaya kesehatan nenek aku baik-baik saja?” tanya Gio geram dan bernada intimidasi.“Kamu minta aku untuk menutupi pernikahan kamu yang lainnya?” Kalila menatap Gio tak percaya. “Kenapa kamu tidak jujur saja sama nenek kamu?”Gio menarik napas panjang.“Aku sama Nia hanya menikah siri, aku butuh waktu untuk memberi tahu nenekku.”Kalila merasa bimbang, di sisi lain dia merasa telah ditipu mentah-mentah oleh pria yang bergelar suaminya. Namun, di sisi lain ada perasaan seorang wanita baik hati yang telah banyak berjasa besar terhadap keluarganya.Mana yang harus Kalila pilih?“Kamu beri tahu nenek sekarang saja, aku siap mundur dan jadi saksi.”“Kamu tidak paham situasinya, Lila!” bentak Gio frustrasi. “Sudahlah, kamu tinggal menurut saja dan aku akan mencukupi semua kebutuhan kamu selama kamu jadi istriku, oke?”Kalila tersenyum miring. “Kamu berusaha membujukku?”“Terserah apa katamu, yang jelas aku tidak bisa m
“Sampai kapan aku harus berpura-pura?” “Sampai aku bilang sudah waktunya untuk diakhiri.”Kalila menatap Gio dengan tidak mengerti.“Kenapa tidak diakhiri saja sekarang? Bukankah kamu sudah punya istri? Si Nia itu?”Gio menunjukkan ekspresi tidak suka ketika Kalila mengajukan pertanyaan itu.“Kamu cukup ikuti apa yang aku perintahkan, dan aku akan memenuhi seluruh kebutuhan kamu. Uang, makanan, pakaian, bahkan tempat tinggal ... Kedua mertuaku juga akan aku jamin sejahtera hidupnya.”Kalila menarik napas. “Tapi ....”“Aku tidak menerima penolakan,” potong Gio ketika Kalila ingin menunjukkan pendapatnya. “Satu lagi, ini soal status. Meskipun kamu adalah istri yang sah secara agama maupun negara, tapi tetap saja posisinya kamu adalah yang kedua. Sedangkan Nia adalah istri pertama, kedudukannya di sisiku jauh lebih penting dan tentu saja akan aku prioritaskan melebihi apa pun juga.”Kalila bergeming, dia tidak menolak ataupun menyetujui.“B
Kalila yang awalnya ingin membongkar kedok Gio, seketika itu juga mengatupkan bibirnya.“Gio sengaja mau mengambil hati ayah sama ibu,” pikir Kalila dalam hati. “Suami kamu sudah baik dalam memperlakukan orang tua. Kamu harus setia dan berbakti sama dia, Lila.” Ayah menimpali. “Kami bersyukur karena kamu mendapatkan jodoh yang nyaris sempurna seperti Gio, jadi tolong jangan permalukan kami.”Kalila mendadak merasakan sesak di dada ketika mendengar harapan ayahnya.“Aku ... akan berbakti sama suami, Yah.”“Bagus itu, surga istri terletak pada suaminya.”Kalila diam saja, meskipun hatinya ingin berontak dan mengatakan kebenaran bahwa Gio tidaklah sebaik itu.Sepanjang perjalanan pulang menuju rumah, Kalila terdiam dengan pikiran berkecamuk. Dia sangat penasaran dengan tujuan Gio sebenarnya, tapi apa itu?Begitu Kalila pulang, ternyata sudah ada dua wanita paruh baya yang sedang menunggunya.“Bu Lila?”“Ya, saya sendiri. Ibu ini cari s
Gio menarik napas, hatinya langsung luluh saat Nia merajuk seperti ini. “Oke, nanti siang aku transfer.”Nia tersenyum dan langsung menghadiahi Gio dengan kecupan di bibir sebelum suaminya itu masuk mobil.Meski hanya dinikahi secara siri, tapi Nia merasa posisinya begitu sangat kuat dibandingkan Kalila yang hanya istri kedua.“Tunggu sampai tujuan kami selesai, maka saat itu juga kami akan membuangmu.” Nia berjanji dalam hati sembari melambaikan tangan ke arah mobil yang dikemudikan Gio.Setibanya di kantor, Gio langsung masuk ke ruangannya dan menelepon seseorang melalui ponselnya.“Halo?”“Yah, apakah kakek sudah memutuskan kapan akan pulang?”“Ayah belum tahu, Gio.”“Aku sudah menikah sama jodoh pilihan nenek, apa lagi?”Gio mengetukkan jarinya di permukaan meja seraya menunggu jawaban sang ayah.“Ya jalani saja kehidupan rumah tangga kamu seperti orang normal lainnya, punya anak, dan menyusun masa depan dengan lebih baik seperti
“Suasana malah jadi ramai,” timpal Kalila, sorot mata kehampaan tidak luput dari pandangan Arkan.Sementara itu di kantor Gio ....“Apa rencana kamu nanti malam?” Nia mengalungkan kedua lengannya ke leher Gio dengan mesra.“Apa saja, yang penting jangan minta aku untuk pulang ke rumah.”“Kenapa, Mas? Apa Lila membuat kamu kesulitan?”Gio berdecak setiap kali mendengar nama Kalila disebut, terlebih lagi jika membayangkan sosoknya.“Entahlah, pokoknya apa pun yang dia lakukan selalu membuat aku merasa terganggu.” “Kalau begitu jangan kamu pedulikan, Mas.”“Mauku begitu, tapi ... susah kalau tinggal satu atap sama dia.”“Kamu harus tahan, jangan lupa sama tujuan besar kamu. Aku saja bela-belain mendukung kamu sepenuhnya, biarpun hati aku seperti ditusuk-tusuk ....”“Maafkan aku,” ucap Gio sungguh-sungguh. “Kalau bisa memilih, aku mau kamu yang jadi istri sahku.”Nia mengangguk maklum. “Segera singkirkan Lila setelah tujuan kamu te
“Dia kan tidak tahu kalau kamu suka menyelinap keluar untuk pergi ke rumah istri pertama kamu ....”“Kamu sudah berani banyak bicara sama aku, sadar tidak posisi kamu di mana?” potong Gio tegas, sorot matanya menghujam tajam.“Bukan begitu, Mas. Aku hanya ....”“Diam, jangan membantah kalau suami sedang bicara! Apa kamu tidak pernah dididik orang tuamu perkara sopan santun?”Kalila mengatupkan bibirnya, tidak berani membantah lagi.“Di mana-mana memang orang miskin pasti minus tata krama,” hujat Gio dengan geram. “Aku heran, apa sih yang dilihat nenekku pada dirimu? Cantik tidak, apalagi membuatku terpancing napsu.”Lelehan bening itupun akhirnya luruh dari kedua mata lentik Kalila.“Oke, cukup ... Kalau begitu, kenapa kita tidak bercerai saja?”Mendengar Kalila yang menyebut kata cerai, emosi Gio seketika naik ke ubun-ubun.“Kita sudah pernah membahas ini berkali-kali kan? Kita bercerai kalau sudah waktunya! Paham tidak sih kamu? Atau ka
“Itu Lila sama pria lain, Mas. Astaga, istri kedua kamu ternyata selingkuh?”“Mana sih? Oh, itu Arka—sepupu aku!”“Kok bisa dia berduaan sama sepupu kamu?”Gio lantas menjelaskan jika Arka tinggal di rumahnya untuk sementara.“Kalau begitu, kamu bisa sering-sering bermalam sama aku.” Nia menatap Gio dengan berbinar. “Lila kan sudah ada temannya ....”“Tidak ada Arka pun, aku akan sering bermalam sama kamu.”“Kamu memang suami terbaik, Mas.”Gio tersenyum singkat. Dia menunggu Arka pergi meninggalkan rumah, baru setelah itu diarahkannya mobil mendekat.“Kamu tunggu di sini saja,” pinta Gio sebelum turun dari mobil.“Kenapa sih? Memangnya aku tidak boleh bertemu Lila?”“Aku lebih tidak mau kamu bertemu asisten rumah tangga, Nia. Untuk sementara, orang-orang tidak boleh tahu status kita yang sebenarnya.”Nia sontak cemberut, padahal tadinya dia sudah berniat untuk memanas-manasi Kalila jika mereka berdua berjumpa.“Aku tidak akan lama,” bujuk Gio lagi.“Ya sudah, aku terpaks
“Kami sangat baik, kakek mana?” Gio celingukan mencari keberadaan suami Mutia.“Kamu tahu sendiri kakekmu seperti apa, dia seorang petualang.”“Tapi ini sudah satu bulan sejak aku menikah, Nek. Kenapa kakek tidak pulang-pulang juga?” tanya Gio gelisah. “Bukankah aku sudah memenuhi persyaratan dari kakek?Mutia melirik Kalila yang pura-pura tidak mendengar percakapan mereka.“Lila, buatkan minuman untuk suami kamu ini.”“Baik, Nek.” Kalila justru merasa senang ketika dia memiliki alasan untuk tidak ikut serta dalam pembicaraan.“Gio, apa kamu tidak punya waktu yang lebih pas untuk membahas soal itu?”“Kenyataannya kita memang perlu membahasnya, Nek.”“Tapi tidak di depan istri kamu juga kan?” tukas Mutia dengan tatapan tajam.Kalau sudah ditatap seperti itu, Gio tidak berani mendesak lagi.“Jadi ... keputusannya bagaimana, Nek?” Gio masih berharap.“Kamu ini ...” Mutia menarik napas dalam, lalu menatap cucunya. “Kakekmu kapan har