Share

7 Dijadikan Sebagai Istri Kedua

Kalila yang awalnya ingin membongkar kedok Gio, seketika itu juga mengatupkan bibirnya.

“Gio sengaja mau mengambil hati ayah sama ibu,” pikir Kalila dalam hati.

“Suami kamu sudah baik dalam memperlakukan orang tua. Kamu harus setia dan berbakti sama dia, Lila.” Ayah menimpali. “Kami bersyukur karena kamu mendapatkan jodoh yang nyaris sempurna seperti Gio, jadi tolong jangan permalukan kami.”

Kalila mendadak merasakan sesak di dada ketika mendengar harapan ayahnya.

“Aku ... akan berbakti sama suami, Yah.”

“Bagus itu, surga istri terletak pada suaminya.”

Kalila diam saja, meskipun hatinya ingin berontak dan mengatakan kebenaran bahwa Gio tidaklah sebaik itu.

Sepanjang perjalanan pulang menuju rumah, Kalila terdiam dengan pikiran berkecamuk. Dia sangat penasaran dengan tujuan Gio sebenarnya, tapi apa itu?

Begitu Kalila pulang, ternyata sudah ada dua wanita paruh baya yang sedang menunggunya.

“Bu Lila?”

“Ya, saya sendiri. Ibu ini cari siapa?”

“Kami diminta Tuan Gio untuk bekerja di rumah ini, Nyonya ....”

Kalila mengangguk paham. “Kalau begitu silakan masuk.”

Kalila langsung membebaskan kedua asisten rumah tangga itu untuk bekerja di rumah.

“Nyonya mau saya masak apa?”

“Sayur sop saja, yang simpel. Jangan lupa ikan goreng dan sambalnya ya, Bik?”

Asisten rumah tangga itu mengangguk.

Hari itu Gio benar-benar menepati ucapannya, dari siang sampai hari gelap pun dia tidak menampakkan batang hidungnya.

Meskipun dijadikan sebagai istri kedua diam-diam, tetap saja Kalila memiliki rasa khawatir terhadap suaminya. Mereka menikah resmi dengan disaksikan oleh tamu undangan yang hadir, sedangkan Nia hanya istri siri yang keberadaannya harus disembunyikan rapat-rapat seperti bangkai.

“Ha ha ...” Kalila tersenyum getir, mengingat kelebihan Nia yang mendapatkan begitu banyak curahan cinta dari Gio.

“Sudah malam, Nyonya. Apakah Tuan lembur di kantor?” tanya Bik Jani.

“Sepertinya begitu, Bibik tidur dulu saja. Kunci semua pintu dan jendela ....”

“Nanti kalau Tuan pulang, bagaimana?”

“Tuan punya kunci cadangan, Bik.”

Mendengar ucapan Kalila, Bik Jani mengangguk dan segera pergi untuk mengunci pintu.

“Jam sebelas malam,” gumam Kalila sembari melirik layar ponselnya yang menyala. “Dia sudah pasti tidak akan pulang, lagipula dia memiliki rumah lain untuk dia singgahi ....”

Berusaha untuk tidak memikirkan Gio, Kalila memejamkan mata dan terlelap setelah beberapa saat.

Kalila merasa baru tertidur sebentar ketika dia mendengar suara dobrakan pintu kamar, dia tergeragap bangun dan menyalakan lampu dengan serabutan ketika sesosok bayangan gelap merangsek masuk ke dalam.

“Kenapa kamar ini jadi sempit sekali sejak kamu datang?” Gio menggerutu.

Tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, Kalila cepat-cepat bangun untuk menyambut kepulangan Gio.

“Kamu pasti capek, mau mandi atau ...?”

“Ini jam dua dini hari, kamu pikir aku mau mandi jam segitu?” tukas Gio sambil menjatuhkan dirinya di sofa yang berhadapan dengan televisi.

Kalila berusaha memaklumi sikap Gio yang kemungkinan sedang kelelahan hingga lupa melepas sepatu dan juga baju kerjanya. Dengan penuh perhatian, dia melepas sepatu dari kaki Gio satu per satu. Lalu yang terjadi ....

“Apa sih maumu?” umpat Gio disertai sentakan keras dari sebelah kakinya. “Kamu mengganggu tidurku, tahu tidak?”

“Aku hanya bantu kamu ....”

“Aku tidak butuh bantuan kamu, jangan mengusikku! Kalau bukan karena bujukan Nia, aku tidak sudi pulang ke rumah ini! Seharusnya kamu bersyukur, dasar madu tidak tahu diri!”

Gio mengucap kata-kata pedas itu dengan mata memicing karena rasa lelah dan mengantuk jadi satu.

“Astaghfirullah, dari awal aku tidak pernah tahu kalau kamu berniat menjadikan aku sebagai madu, Mas ....”

“Diam, jangan membantah saat aku sedang bicara! Kembali ke tempatmu, aku mau tidur!”

Kalila tersentak mundur karena bentakan Gio, dia tidak lagi berani untuk mengusiknya

***

Keesokan paginya, Kalila turun ke dapur untuk memantau sarapan yang dimasak asisten rumah tangganya.

“Nyonya mau minum teh?” Bik Jani menawari.

“Boleh, Bik. Menu pagi ini apa, biar saya siapkan untuk Tuan ....”

“Saya sama Nuri masak tumis brokoli, daging sapi goreng merica dan udang tepung.”

“Bibik sarapan dulu sama Bik Nuri, biar saya yang siapkan sarapannya.” Kalila meraih piring dan menyendokkan nasi untuk Gio, dia memang belum tahu apa masakan kesukaan suaminya. Namun, Kalila akan berusaha secara bertahap untuk memahami apa saja yang Gio sukai.

“Sarapan dulu, Mas!” Kalila melongok ke dalam kamar dan melihat Gio yang sedang mematut diri di depan cermin.

“Aku sarapan di tempat Nia,” sahut Gio tanpa menatap Kalila.

“Kasihan Bibik sudah capek-capek masak buat kita ....”

“Mereka masak buat kamu, aku panggil mereka biar kamu tidak repot.”

Kalila menarik napas, dia menatap ke arah tempat tidur dan mendapati bahwa baju kerja yang dia siapkan masih teronggok pasrah.

“Kamu tidak suka sama baju yang aku pilihkan?”

Saat itulah, baru Gio menoleh ke arah Kalila.

“Selera kamu payah, aku sudah tanya Nia dan dia kasih aku pilihan kemeja dan dasi yang lebih serasi.”

“Oh, oke.”

Kalila kembali ke dapur dan menatap dua piring yang sudah terisi nasi lengkap dengan lauknya.

“Tuan mana, Nyonya?” Bik Nuri celingukan saat mendapati Kalila yang duduk sendirian di dapur.

“Sudah berangkat, Bik.”

“Tidak sarapan dulu?”

“Tuan buru-buru ... Ini masih ada satu piring, Bibik bisa makan—masih utuh kok ini,” tunjuk Kalila. “Saya tidak mungkin makan semuanya.”

“Nanti Bibik makan,” angguk Bik Nuri dengan sorot mata yang menyiratkan sesuatu.

“Bagaimana semalam, Mas?” Nia menyambut kedatangan Gio di pintu rumahnya. “Habis berapa ronde kamu sama istri kedua kamu?”

“Jangan meledekku, mana mungkin aku menyentuhnya.”

Nia memeluk lengan Gio dan menggiringnya ke dapur untuk sarapan sama-sama.

“Baru saja aku pesan, masih hangat ini ....”

“Kelihatannya enak, aku lapar sekali.”

Nia meraih piring kosong untuk Gio. “Memangnya Lila tidak menyiapkan sarapan buat kamu, Mas?”

“Dia sudah menyiapkannya, tapi aku yang tidak mau.”

“Kasihan sekali sih ....”

“Sudahlah, ayo sarapan sekarang. Aku ada rapat di kantor pagi ini,” ajak Gio buru-buru.

Nia dengan penuh semangat mengambilkan nasi, sementara Gio menunggu sembari menatap istri pertamanya penuh cinta.

Kebersamaan mereka akhir-akhir ini sedikit terganggu karena pernikahan kedua Gio dengan Kalila, tapi pria itu berjanji bahwa situasi yang mereka alami tidak akan berlangsung lama.

Gio pastikan bahwa cepat atau lambat, Kalila akan tersingkir dari rumah tangganya sendiri.

“Mas, uangku menipis. Aku minta tambahan, boleh?”

Gio biasanya tidak perlu berpikir dua kali untuk memberikan sejumlah uang kepada Nia, tapi kali ini dia harus mempertimbangkannya.

“Masa uang bulanan sudah mau habis?”

“Aku kan butuh hiburan, kamu kira gampang apa membiarkan suami sendiri menikah lagi?” Nia merajuk. “Aku sudah sabar, tidak datang ke pernikahan kedua kamu demi menjaga nama baik keluarga ... salah kalau aku melampiaskannya dengan belanja?”

Gio menarik napas, hatinya langsung luluh saat Nia merajuk seperti ini. “Oke, nanti siang aku transfer.”

Bersambung—

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status