“Sampai kapan aku harus berpura-pura?”
“Sampai aku bilang sudah waktunya untuk diakhiri.” Kalila menatap Gio dengan tidak mengerti. “Kenapa tidak diakhiri saja sekarang? Bukankah kamu sudah punya istri? Si Nia itu?” Gio menunjukkan ekspresi tidak suka ketika Kalila mengajukan pertanyaan itu. “Kamu cukup ikuti apa yang aku perintahkan, dan aku akan memenuhi seluruh kebutuhan kamu. Uang, makanan, pakaian, bahkan tempat tinggal ... Kedua mertuaku juga akan aku jamin sejahtera hidupnya.” Kalila menarik napas. “Tapi ....” “Aku tidak menerima penolakan,” potong Gio ketika Kalila ingin menunjukkan pendapatnya. “Satu lagi, ini soal status. Meskipun kamu adalah istri yang sah secara agama maupun negara, tapi tetap saja posisinya kamu adalah yang kedua. Sedangkan Nia adalah istri pertama, kedudukannya di sisiku jauh lebih penting dan tentu saja akan aku prioritaskan melebihi apa pun juga.” Kalila bergeming, dia tidak menolak ataupun menyetujui. “Bagaimana, Dan?” Soraya menyambut Gio yang mendatanginya di balkon rumah. “Aman, Bu. Dengan kondisi finansial orang tuanya yang seperti itu, aku sangat yakin kalau dia tidak akan banyak menawar.” Soraya mengangkat cangkir tehnya. “Bagus, sekarang tinggal kita tunggu nenek kamu saja.” “Kira-kira berapa lama ya, Bu?” “Entahlah, ibu juga tidak tahu. Kamu pastikan saja kalau Lila akan terus mematuhi instruksi kamu.” “Soal itu tidak masalah, Bu. Lila tidak akan bisa apa-apa, dia sadar akan kena masalah besar kalau sampai kesehatan nenek kenapa-kenapa.” Gio menepis kekhawatiran Soraya. Sepasang ibu dan anak itu lantas minum teh bersama-sama sembari membahas rencana mereka supaya lebih matang dan terhindar dari kegagalan. “Lila?” Wanita itu menoleh saat mendengar seseorang memanggil namanya. “Nenek?” Kalila cepat-cepat mengubah arah kakinya yang tadinya hendak ke dapur menuju tempat berdirinya seorang wanita berusia senja bernama Mutia. “Kamu mau ke mana?” “Minum teh, Nek.” “Kalau begitu, nenek ikut.” Kalila mengangguk sambil tersenyum singkat, segera dituntunnya Mutia untuk ikut serta dengannya ke dapur. “Jadi bagaimana?” “Bagaimana ... apanya, Nek?” Kalila menatap Mutia sekilas sembari menyiapkan cangkir teh. “Kamu dan Gio, siapa lagi?” Kalila terdiam sebentar, kemudian teringat dengan instruksi yang diperintahkan Gio kepadanya. “Baik-baik saja, Nek. Kami hanya butuh waktu satu sama lain ....” “Ah, baiklah. Nenek harap pernikahan kalian lancar-lancar saja,” harap Mutia. “Oh ya Nek, boleh aku tanya sesuatu tentang Gio?” “Tentang apa?” Kalila ragu-ragu sejenak, tapi kemudian dia meneruskan pertanyaannya. “Apakah Gio memiliki masa lalu, misalnya mantan kekasih?” Mutia menatap Kalila dengan saksama. “Masa lalu? Kalau soal mantan kekasih, setahu nenek sudah lama mereka tidak berhubungan lagi.” “Kenapa mereka putus, Nek?” kejar Kalila penasaran. “Jujur saja nenek tidak terlalu suka dengan karakternya, dia itu agak-agak angkuh dan cenderung menguasai Gio. Untung saja pada akhirnya hubungan mereka berdua berakhir dan Gio menikah sama kamu.” Kalila mendengarkan penjelasan Mutia dengan baik, dia penasaran sekali siapa nama mantan kekasih Gio yang dimaksud. “Sudahlah, ngapain kita membahas masa lalu?” “Penasaran saja Nek, siapa namanya?” Mutia tampak enggan menjawabnya. “Sudah, sudah, kita bicara topik lainnya saja. Kira-kira kamu dan Gio berencana punya anak berapa?” Sontak saja wajah Kalila seketika berubah merah dan memanas. “Soal itu ... mungkin Nenek bisa tanyakan langsung sama Gio,” jawab Kalila gugup. Mutia justru tertawa. Andai saja Gio yang bertanya seperti itu kepadanya, betapa bahagia hati Kalila. Namun, tentu saja hal itu tidak akan mungkin terjadi. Gio sudah menegaskan bahwa dia tidak mencintai Kalila, yang statusnya hanyalah istri kedua. *** “Nek, aku mau memboyong Lila ke rumah pribadi kami.” Hanya berselang dua hari saja, Gio langsung menyatakan keinginannya kepada Mutia. “Kenapa begitu? Rumah ini kan cukup besar untuk kamu dan Lila, bahkan jika cicit-cicit nenek lahir nanti ....” “Uhuk! Uhuk!” Gio tersedak seketika. Soraya buru-buru menyodorkan segelas air putih untuk putranya, mendahului Kalila yang terlambat bertindak. “Hati-hati kalau makan, Dan.” “Iya, Bu ....” Mutia menatap heran ke arah cucunya. “Kamu kenapa sekaget itu?” “Soalnya ... aku sama Lila kan belum lama menikah, Nek. Untuk apa kami memikirkan soal anak? Kami jalani saja dulu pernikahan ini,” kilah Gio sambil mengurut-urut lehernya. “Betul Bu, biarkan saja Giordano sama istrinya saling memahami dulu satu sama lain. Bukankah mereka terlalu cepat menikah?” timpal Soraya sembari melirik Kalila. “Ya, ya, baiklah. Yang penting kalian saling menerima, maka cinta akan datang dengan sendirinya.” Mutia mengangguk setuju. Kalila memilih untuk tidak menanggapi, dia merasa muak dengan sandiwara yang diusung oleh suaminya. Namun, Kalila juga tidak tega seandainya membuat Mutia terluka hatinya dengan langsung bercerai. “Jangan lupa sering-sering datang berkunjung ke rumah orang tua Lila, Gio. Mereka adalah mertua kamu sekarang,” kata Mutia mengingatkan ketika Yana sibuk memasukkan koper ke dalam mobil. “Tenang saja, Nek. Aku tidak hanya akan membahagiakan Lila, tapi orang tuanya juga.” Mutia tersenyum bangga dengan ucapan cucunya, sementara Kalila hanya geleng-geleng kepala. Gio benar-benar aktor yang sangat hebat, batin Kalila. Setibanya di rumah pribadi Gio, Kalila menggotong kopernya ke kamar untuk menata pakaian ke dalam lemari. “Kamu tidak usah repot beres-beres rumah karena aku akan sediakan asisten rumah tangga. Paling lambat mereka akan datang besok siang,” kata Gio memberi tahu. “Terima kasih,” sahut Kalila pendek. “Tidak masalah, aku hanya minta kamu untuk diam dengan segala tingkah laku suamimu.” “Termasuk perlakuan istimewa yang kamu berikan kepada Nia?” “Wajar kan, dia itu istri pertamaku.” Gio menegaskan dengan suara dalam. “Tapi namaku yang terdaftar di arsip negara sebagai istri kamu yang sah,” bantah Kalila. “Tidak bisakah kamu bersikap adil sedikit saja?” Betapa herannya Kalila, Gio justru tertawa mendengar pertanyaan itu. “Adil? Jangan mengharapkan keadilan dariku, Lila. Kamu salah besar!” “Terus apa gunanya kamu menerima perjodohan kita dan menikahiku?” tuntut Kalila sambil menatap Gio. “Karena aku memiliki tujuan ....” “Tujuan apa?” “Suatu saat nanti kamu juga akan tahu, jadi jangan tanya-tanya lagi. Aku akan kembali ke kantor, kamu tidak usah menungguku pulang karena aku akan ke tempat Nia.” Kalila menghela napas berat, menjadi istri sah Gio ternyata tidak membahagiakan hatinya sama sekali. Terlebih jika dia mengharapkan cinta Gio, ibarat pungguk merindukan bulan. Malam itu untuk kesekian kalinya Kalila lewati dalam kesendirian, dia tidak bisa berhenti membayangkan kebersamaan Gio dan Nia yang merupakan pasangan suami istri meskipun hanya menikah siri. “Aku harus berbuat sesuatu,” pikir Kalila dalam kesunyian. Keesokan harinya, Kalila pergi mengunjungi kedua orang tua untuk menceritakan kondisi yang sebenarnya. “Gio itu menantu baik ya, semalam dia kirim stok kebutuhan sehari-hari untuk sebulan. Katanya biar ayah tidak harus lembur setiap hari.” Kalila yang awalnya ingin membongkar kedok Gio, seketika itu juga mengatupkan bibirnya. Bersambung—Kalila yang awalnya ingin membongkar kedok Gio, seketika itu juga mengatupkan bibirnya.“Gio sengaja mau mengambil hati ayah sama ibu,” pikir Kalila dalam hati. “Suami kamu sudah baik dalam memperlakukan orang tua. Kamu harus setia dan berbakti sama dia, Lila.” Ayah menimpali. “Kami bersyukur karena kamu mendapatkan jodoh yang nyaris sempurna seperti Gio, jadi tolong jangan permalukan kami.”Kalila mendadak merasakan sesak di dada ketika mendengar harapan ayahnya.“Aku ... akan berbakti sama suami, Yah.”“Bagus itu, surga istri terletak pada suaminya.”Kalila diam saja, meskipun hatinya ingin berontak dan mengatakan kebenaran bahwa Gio tidaklah sebaik itu.Sepanjang perjalanan pulang menuju rumah, Kalila terdiam dengan pikiran berkecamuk. Dia sangat penasaran dengan tujuan Gio sebenarnya, tapi apa itu?Begitu Kalila pulang, ternyata sudah ada dua wanita paruh baya yang sedang menunggunya.“Bu Lila?”“Ya, saya sendiri. Ibu ini cari s
Gio menarik napas, hatinya langsung luluh saat Nia merajuk seperti ini. “Oke, nanti siang aku transfer.”Nia tersenyum dan langsung menghadiahi Gio dengan kecupan di bibir sebelum suaminya itu masuk mobil.Meski hanya dinikahi secara siri, tapi Nia merasa posisinya begitu sangat kuat dibandingkan Kalila yang hanya istri kedua.“Tunggu sampai tujuan kami selesai, maka saat itu juga kami akan membuangmu.” Nia berjanji dalam hati sembari melambaikan tangan ke arah mobil yang dikemudikan Gio.Setibanya di kantor, Gio langsung masuk ke ruangannya dan menelepon seseorang melalui ponselnya.“Halo?”“Yah, apakah kakek sudah memutuskan kapan akan pulang?”“Ayah belum tahu, Gio.”“Aku sudah menikah sama jodoh pilihan nenek, apa lagi?”Gio mengetukkan jarinya di permukaan meja seraya menunggu jawaban sang ayah.“Ya jalani saja kehidupan rumah tangga kamu seperti orang normal lainnya, punya anak, dan menyusun masa depan dengan lebih baik seperti
“Suasana malah jadi ramai,” timpal Kalila, sorot mata kehampaan tidak luput dari pandangan Arkan.Sementara itu di kantor Gio ....“Apa rencana kamu nanti malam?” Nia mengalungkan kedua lengannya ke leher Gio dengan mesra.“Apa saja, yang penting jangan minta aku untuk pulang ke rumah.”“Kenapa, Mas? Apa Lila membuat kamu kesulitan?”Gio berdecak setiap kali mendengar nama Kalila disebut, terlebih lagi jika membayangkan sosoknya.“Entahlah, pokoknya apa pun yang dia lakukan selalu membuat aku merasa terganggu.” “Kalau begitu jangan kamu pedulikan, Mas.”“Mauku begitu, tapi ... susah kalau tinggal satu atap sama dia.”“Kamu harus tahan, jangan lupa sama tujuan besar kamu. Aku saja bela-belain mendukung kamu sepenuhnya, biarpun hati aku seperti ditusuk-tusuk ....”“Maafkan aku,” ucap Gio sungguh-sungguh. “Kalau bisa memilih, aku mau kamu yang jadi istri sahku.”Nia mengangguk maklum. “Segera singkirkan Lila setelah tujuan kamu te
“Dia kan tidak tahu kalau kamu suka menyelinap keluar untuk pergi ke rumah istri pertama kamu ....”“Kamu sudah berani banyak bicara sama aku, sadar tidak posisi kamu di mana?” potong Gio tegas, sorot matanya menghujam tajam.“Bukan begitu, Mas. Aku hanya ....”“Diam, jangan membantah kalau suami sedang bicara! Apa kamu tidak pernah dididik orang tuamu perkara sopan santun?”Kalila mengatupkan bibirnya, tidak berani membantah lagi.“Di mana-mana memang orang miskin pasti minus tata krama,” hujat Gio dengan geram. “Aku heran, apa sih yang dilihat nenekku pada dirimu? Cantik tidak, apalagi membuatku terpancing napsu.”Lelehan bening itupun akhirnya luruh dari kedua mata lentik Kalila.“Oke, cukup ... Kalau begitu, kenapa kita tidak bercerai saja?”Mendengar Kalila yang menyebut kata cerai, emosi Gio seketika naik ke ubun-ubun.“Kita sudah pernah membahas ini berkali-kali kan? Kita bercerai kalau sudah waktunya! Paham tidak sih kamu? Atau ka
“Itu Lila sama pria lain, Mas. Astaga, istri kedua kamu ternyata selingkuh?”“Mana sih? Oh, itu Arka—sepupu aku!”“Kok bisa dia berduaan sama sepupu kamu?”Gio lantas menjelaskan jika Arka tinggal di rumahnya untuk sementara.“Kalau begitu, kamu bisa sering-sering bermalam sama aku.” Nia menatap Gio dengan berbinar. “Lila kan sudah ada temannya ....”“Tidak ada Arka pun, aku akan sering bermalam sama kamu.”“Kamu memang suami terbaik, Mas.”Gio tersenyum singkat. Dia menunggu Arka pergi meninggalkan rumah, baru setelah itu diarahkannya mobil mendekat.“Kamu tunggu di sini saja,” pinta Gio sebelum turun dari mobil.“Kenapa sih? Memangnya aku tidak boleh bertemu Lila?”“Aku lebih tidak mau kamu bertemu asisten rumah tangga, Nia. Untuk sementara, orang-orang tidak boleh tahu status kita yang sebenarnya.”Nia sontak cemberut, padahal tadinya dia sudah berniat untuk memanas-manasi Kalila jika mereka berdua berjumpa.“Aku tidak akan lama,” bujuk Gio lagi.“Ya sudah, aku terpaks
“Kami sangat baik, kakek mana?” Gio celingukan mencari keberadaan suami Mutia.“Kamu tahu sendiri kakekmu seperti apa, dia seorang petualang.”“Tapi ini sudah satu bulan sejak aku menikah, Nek. Kenapa kakek tidak pulang-pulang juga?” tanya Gio gelisah. “Bukankah aku sudah memenuhi persyaratan dari kakek?Mutia melirik Kalila yang pura-pura tidak mendengar percakapan mereka.“Lila, buatkan minuman untuk suami kamu ini.”“Baik, Nek.” Kalila justru merasa senang ketika dia memiliki alasan untuk tidak ikut serta dalam pembicaraan.“Gio, apa kamu tidak punya waktu yang lebih pas untuk membahas soal itu?”“Kenyataannya kita memang perlu membahasnya, Nek.”“Tapi tidak di depan istri kamu juga kan?” tukas Mutia dengan tatapan tajam.Kalau sudah ditatap seperti itu, Gio tidak berani mendesak lagi.“Jadi ... keputusannya bagaimana, Nek?” Gio masih berharap.“Kamu ini ...” Mutia menarik napas dalam, lalu menatap cucunya. “Kakekmu kapan har
“Pilihan yang ini resikonya besar, tapi ... jauh lebih baik daripada pilihan yang pertama tadi.”Soraya mengembangkan senyumnya.“Jadi, tunggu apa lagi?”“Aku akan membicarakannya sama Nia nanti malam, Bu. Aku sendiri yakin kalau dia jauh lebih setuju dengan pilihan kedua ini,” ucap Gio optimis.“Tapi ingat, kamu tidak boleh dan harus bermain dengan rapi.”“Tentu saja, Nia akan membantuku.”Kopi yang dipesan Soraya tiba tepat setelah pembicaraan dengan putranya selesai, mereka berdua lantas minum kopi bersama untuk merayakan ide cemerlang yang baru saja mereka dapatkan.Beberapa hari kemudian ....Kalila sudah mulai terbiasa dengan kehidupannya yang hambar setelah menjadi istri Giordano, tepatnya istri kedua. Hati yang semula rapuh, kini mulai kebal setiap kali Gio berlaku seenaknya sendiri.Nia selalu dinomorsatukan di atas segalanya oleh Gio, tidak peduli meskipun di antara mereka ada Kalila yang juga berhak mendapatkan perhatian yang s
Dan sialnya, dia justru terjebak di ruangan yang sama dengan pasangan suami istri yang sedang memadu asmara. “Aku pergi ke kamar sebelah dulu!” pamit Nia dengan suara serak menggoda. “Silakan cari aku kalau kamu masih belum puas ....” Dia melirik Kalila yang meringkuk di atas sofa, sebelum akhirnya pergi dari kamar utama dengan hati gembira karena merasa menang. “Mas, kalau memang kamu yakin ingin fokus sama satu istri saja silakan. Ceraikan aku secepatnya,” pinta Kalila setelah semalaman itu dia tidak bisa tidur karena mimpi buruk yang Gio berikan kepadanya “Belum saatnya kamu untuk diceraikan.” “Tapi kalau kamu sudah tidak butuh aku sebagai ....” “Siapa bilang aku tidak butuh kamu? Aku bahkan sangat membutuhkan kamu,” tegas Gio seraya mematut dirinya di depan cermin. “Selamat pagi, Sayang!” Nia nyelonong masuk ke kamar utama tanpa permisi. “Eh kamu, jangan terlalu dekat sama suami orang dong!” Kalila memutar bola matanya dengan malas. “Kok berantakan begini