"Apakah aku sudah keterlaluan?" tanya wanita tersebut dengan nada cemas. Cathleen tak bisa berhenti mondar-mandir di dalam apartemennya. "Sepertinya dia sudah memiliki pasangan--"
"Hentikan omong kosong itu," sahut orang lain melalui ponsel. Untuk melunturkan kepanikan Cathleen, orang tersebut mulai bertanya balik, "Jika memang benar itu adalah pasangannya, kenapa seorang Raden Ezra Kusuma tidak memberitahu hubungan mereka? Seandainya wanita itu adalah orang yang penting baginya, pasti dia tidak akan menyembunyikan keberadaannya seperti menyembunyikan selingkuhan. Jangan khawatir, kamu tidak melakukan kesalahan apa pun."
"Tapi ... aku tidak merasa ini benar." Memang betul jantung Cathleen sudah tidak sedebar tadi, tapi tetap ada yang ragu.
"Kamu tidak melakukan kesalahan apa pun. Kalian 'kan belum melakukan apa pun. Jadi, jangan takut. Sebab kamu tidak memiliki salah atas kejadian ini." Berkat ucapan yang pintar memainkan kerja otak, Cathleen berhasil dibuat
PLAK! Tanpa aba-aba, hanya permintaan maaf tanpa niat. Rupanya Elisa memiliki amarah yang besar hingga bekas tamparannya sangat terlihat jelas menjejak di pipi Raden. Pria itu juga bisa merasakan sensasi perih. Jika Raden boleh menebak tujuan wanita tersebut datang, jelas tidak mungkin Elisa datang dengan marah tanpa penyebab apa pun. Kemungkinan paling dekat, wanita tersebut menamparnya atas nama Anna. Elisa sendiri tampak tak menyesal setelah melakukan hal kurang ajar kepada seorang direktur utama. Justru dia puas bisa melihat Raden mengaduh setelahnya. "Tidak seharusnya Anda mengingkari janji suci pernikahan." Tangan yang sedaritadi mencoba mengelus pelan pipi untuk sedikit menghilangkan rasa sakit kembali terlepas. Jujur saja, Raden sedikit tersinggung karena dia dianggap selingkuh oleh orang selain Anna. Yang punya masalah 'kan hanya mereka berdua. Kenapa ada orang lain yang ikut salah paham dan marah karena itu? "Perlu saya jelaskan, say
Sejak dipersiapkan sebagai seorang direktur, Raden sudah terbiasa untuk selalu berpikir kemungkinan-kemungkinan yang terjadi ke depan atau penyebab sesuatu terjadi. Tentu dia tidak berpikir hanya dengan perasaan, melainkan akal sehat dan fakta. Untuk kasus penyuapan pada seorang 'perwakilan' anak perusahaannya, Raden pun tidak asal saat menebak siapa pelakunya. Maka hingga detik ini, saat dia telah tiba di restoran yang menjadi tempat acara, belum dia tentukan siapa pelakunya. Namun, yang pasti itu semua berhubungan dengan Cathleen. Mengingat bagaimana si perwakilan itu menggunakan Cathleen sebagai paksaan dirinya untuk datang, wanita tersebut menjadi tersangka pertama walaupun tidak bisa dipastikan. Terlebih saat ini wanita itu juga datang ke acara. "Aku harus memastikan sendiri." Tekadnya cukup kuat sampai mendatangi Cathleen dan mengajak berbicara secara personal--hanya berduaan saja. Di luar ruangan, sengaja Raden bawa Cathleen ke tempat yang tida
Keesokannyahackeryang dicarikan Laila sudah menemui Raden di pagi hari dan segera melakukan yang pria tersebut minta. "Berapa jam yang Anda butuhkan untuk bekerja?" "Karena kita sama sekali tidak tahu apa pun mengenai ponsel tersebut, setidaknya dalam tiga jam saya baru mendapatkan hasilnya," jawabhackertersebut dengan mantap. Raden mengangguk dengan puas. Sebenarnya melihat bagaimana penampilanhackeritu cukup rapi, tidak sekedar jaket dengan celana sederhana atau hanya memakai sandal sebagai alas kaki, Raden nyaris termakan stereotip televisi. "Baiklah. Saya akan tunggu sampai jam satu siang. Tidak masalah, kan?" "Sama sekali tidak masalah." Agar memudahkan komunikasi, Raden sudah mempersiapkan satu ruangan khusus di samping ruangan yang tak terpakai untuk orang tersebut bekerja. Semua hal yang orang itu akan butuhkan segera disiapkan dengan cepat. Agar tak ada yang tahu aktivitas ini, Raden seng
Sejak terakhir kali perkelahian di dalam ruang kerja Raden, Laila melihat bagaimana sang Bos tampak sangat kalut. Walaupun berusaha untuk bersikap profesional semaksimal mungkin, sangat terlihat jelas bahwa Raden tidak sefokus sebelumnya. Seringkali Laila melihat Raden melamun ketika mendekati jam pulang kantor. Selain itu, sepertinya Raden tidak melakukan apa pun lagi yang berkaitan dengan Cathleen. "Pak, ini adalah laporan terakhir untuk hari ini," ujar Laila sambil menyerahkan satu folder di atas meja atasannya. Dengan tangan yang memijat kening, Raden bergumam dan mengambil laporan tersebut. Setelah melihat isi, Raden pun mengakhiri pekerjaan hari ini. "Kamu boleh pulang. Terima kasih untuk kerja kerasnya hari ini." Laila mengangguk. Meski Raden berkata seperti itu, biasanya dia tidak akan pergi sebelum Raden pergi. Saat ini pun dia akan seperti begitu, tapi rupanya Raden memang sedang tak ingin ditemani. "Kamu pulang saja. Saya ingin melanjutkan
“Maafkan aku. Pasti berita mengenai hubungan kita juga sangat membebanimu, ya? Maaf, aku tidak peka," pinta maaf Cathleen. Melihat bagaimana Raden membicarakan begitu banyak masalah tanpa ujung, dia mulai perbuatannya cukup berlebihan. Dia kira Raden akan memberikan tatapan sinis. Terlebih semakin ia mabuk, sorot matanya semakin tajam. Namun apa yang terjadi ternyata berbeda dari ekspetasi. Dengan lembut, lelaki itu berbicara, “Tidak masalah. Justru aku sangat menghargai kehadiranmu hari ini. Padahal aku meminta secara mendadak dan sempat memarahimu, tapi kamu tetap menerima ajakanku.” Suara ketulusan itu tidak dibuat-buat sama sekali, Cathleen bisa rasakan itu. Dengan sabar, dia menunggu Raden menyelesaikan kalimatnya. “Sejak kecil, aku sudah tidak punya siapapun." Oh, Cathleen tahu cerita ini. Perjalanan Raden sebagai direktur utama memang tidak mudah karena dia sudah ditinggal pergi oleh keluarganya di umur yang sangat muda. Beruntung ada teman akrab
"Dapatkan rekaman suara atau video yang menyatakan mereka berdua sedang saling berbicara. Semua pembicaraannya harus jelas. Termasuk siapa nama pelaku sebenarnya—seandainya kamu benar-benar tidak berselingkuh." Semalaman Raden tak pulang sama sekali. Di dalam ruang kerjanya, dia terus memikirkan cara bagaimana agar bisa memberikan bukti kepada Anna. Dengan harapan bisa mendapatkan sedikit bukti audio, Raden menghabiskan satu jam untuk mengecek fail yang dimiliki ponsel Cathleen. Namun, hasilnya nihil. "Bagaimana ini ... Hacker saja pasti tidak bisa membantu banyak." Dilihat dari sikap Anna tadi siang, pasti dia menjadi selektif terhadap barang bukti. Kemungkinan dia akan lebih percaya pada rekaman terbaru. Akan lebih baik lagi jika bukti itu berupa rekaman telepon Cathleen dengan 'orang' tersebut. Sekali lagi matanya melirik ke arah isi ponsel Cathleen. Dari seratus lebih kontak yang tersimpan, hanya satu kontak yang tidak punya nama. Tante. "Sepertin
Jam tiga malam, saat Anna terbangun sendiri, ponselnya menyala dan menunjukkan notifikasi yang baru masuk. Ternyata dari Raden. Pria tersebut tak memberi kalimat pembuka atau penutup apa pun selain sebuah audio yang lamanya sepuluh menit lebih. Karena penasaran, Anna mencoba mendengar isinya. "Kenapa kamu menelepon Tante semalam ini, Cathleen?" "Tante Masya, kurasa aku tidak melanjutkan hubunganku dengan Raden. Aku ... menyerah mendapatkannya." "Huh? Apa maksudmu, Cathleen?" "Aku tidak akan mendekatinya lagi." Sepanjang mendengarkan audio, mata Anna terbuka lebar. Mulutnya bertingkah hal yang sama namun ditutupi oleh tangan kiri. Suara ini jelas milik Masya dan Cathleen. Di akhir telepon, ada suara Raden yang ikut mencampuri percakapan. Didengar dari nada suara saja Anna sudah membayangkan bahwa Masya sangat terkejut saat tahu Raden mendengar semuanya. Entah sekarang dia harus terkejut dan mera
Untuk kali pertama dalam hidup Anna, pagi bisa semenghangatkan ini. Tubuh rampingnya bergeliat sembari meringkuk, berusaha mencari posisi nyaman sebelum kesadarannya perlahan kembali. "Sekarang sudah jam setengah sebelas, sayang. Kamu masih mau tidur?" Huh? Sayang? Oh, tunggu sebentar, suara orang lain? Buru-buru Anna terbangun dari pulau mimpi dan melihat siapa orang yang baru saja berbicara. Benar, dia baru ingat bahwa subuh tadi sudah meminta agar Raden memeluknya ketika tidur. Pantas saja tidurnya jadi nyenyak. Tapi, tunggu. Barusan Raden memanggilnya apa? "Huh? Kamu bicara apa?" "Sekarang sudah jam setengah sebelas. Kamu masih mau tidur?" ulang Raden, sengaja menghilangkan satu kata. Dia mencoba menahan senyum ketika Anna menggaruk tengkuk dan memiringkan kepala. Pasti perempuan itu merasa ada yang kurang dengan perkataannya, tapi memutuskan untuk tak lanjut bertanya. "Hari ini--" Muka Anna seperti terkejut lagi, lalu cepat-cepat