Gadis itu semakin penasaran. “Tapi apa, Dam?” tanyanya menuntut. Dia tak suka orang yang plintat-plintut dalam berbicara.
Lawan bicaranya menghela napas panjang. Dengan berat hati dia berkata, “Tapi seandainya kelak kamu mempunyai masalah yang berat sekali sampai rasanya sulit dipecahkan…, barangkali bisa kauceritakan padaku. Siapa tahu aku bisa membantumu, Rose. Setidaknya menjadi teman bagimu untuk mencurahkan isi hati….”
Ada apa lagi ini? batin Rosemary tak percaya. Masa orang ini menaruh hati padaku?
Tiba-tiba gadis itu tertawa terbahak-bahak. Damian memandangnya keheranan. “Apa ada kata-kata yang lucu, Rose? Kamu kok sampai tertawa seperti itu?” tanyanya kebingungan.
“Kata-katamu puitis sekali, Dam. Hehehe…. By the way, thanks a lot ya, Bro. Aku benar-benar menghargai maksud baikmu,” kata Rosemary tulus. “Tapi apa kamu ng
“Kamu tahu nggak, dulu Dina suka sekali mengajakku makan di tempat ini. Dalam satu bulan kami bisa tiga-empat kali datang kemari. Kadang bersama anak-anak, kadang berdua saja…,” cetus laki-laki itu kemudian. Dia mendesah panjang. Raut wajahnya berubah sedih. Membuat gadis di hadapannya merasa iba.“Tujuanku bekerja keras selama ini semata-mata untuk memberikan kehidupan yang layak bagi keluarga. Aku ingin istri dan anak-anakku berkecukupan. Bisa memperoleh apapun yang mereka inginkan. Namun ternyata masih ada saja yang kurang. Kata Dina aku tidak memperhatikan keluarga, lebih sering bersama agen atau nasabah dibanding dirinya, bla-bla-bla. Aaahhh….”Edward menunduk. Matanya terpejam. Kedua tangannya berpangku di atas meja sambil menutupi dahinya. Dirinya seperti tengah menanggung beban yang amat berat. Rosemary semakin berempati. Dia kembali teringat pada almarhum ayahnya yang berselingkuh. Perasaan Edwa
Kemudian diutarakannya pendapatnya itu pada sang atasan dan broker propertinya. Edward tersenyum simpul. Dia menoleh pada Danu dan berkata, “Nah, Danu. Kamu sudah mendengar sendiri pendapat Rosemary. Aku setuju dengannya, sih.”Setelah mengatakan hal tersebut, laki-laki berakal bulus itu mengerling sekilas pada lawan bicaranya. Danu tersenyum tanda mengerti. Dia harus mencari apartemen yang sesuai dengan selera Rosemary.“Tunggu sebentar, Pak. Saya hubungi teman saya dulu. Dia bekerja di property management apartemen ini. Siapa tahu dia punya stok unit 2 bedrooms yang sesuai selera Mbak Rosemary,” jelasnya sopan.Rosemary jadi merasa tidak enak. Seakan-akan dialah pengambil keputusan dalam hal ini. “Maafkan saya. Sudah merepotkan Mas Danu,” ucap gadis itu sungkan.“Oh, nggak apa-apa kok, Mbak,” jawab si broker sambil tersenyum. “Sudah tugas saya m
“Sekarang kita mau pergi ke mana?” tanya Edward. Dia dan Rosemary kini berada di dalam mobil. Mereka telah berpisah dengan Danu dan sekarang berada di dalam parkiran gedung apartemen.“Terserah Bang Edward saja. Aku nggak ada janji ketemu orang, kok,” jawab agennya polos.“Aku barusan baca pesan WA dari Indri,” kata Edward kemudian. “Selamat ya, Rose. Kamu lulus ujian. Sekarang udah resmi jadi agen, deh.”“Wah, iyakah, Bang? Aduh senangnya!” seru gadis itu bersukacita. Secepat kilat atasannya itu mencium keningnya. Rosemary tersipu malu. Jantungnya berdegup kencang.“Aduh!” cetus laki-laki itu seperti kesakitan. Tangannya memegang lehernya.“Kenapa, Bang?” tanya Rosemary kaget.Edward tersenyum kikuk. “Sepertinya leherku kecetit dikit gara-gara tadi mencium keningmu. Heh
“Lagipula seperti yang dulu pernah kujanjikan sebelumnya, Rose. Kamu akan benar-benar kupantau. Supaya lebih cepat mencapai keberhasilan di bisnis ini. Bukankah kamu juga ingin segera membuat keluargamu di Balikpapan bangga?” ujar laki-laki itu dengan pintarnya menyentuh titik lemah si agen.Rosemary mengangguk. Betul sekali, pikirnya setuju. Aku tidak boleh berprasangka buruk. Orang ini sudah banyak membantuku. Kalau dia bermaksud mencelakakan diriku, tidak perlu menunggu selama ini untuk melakukannya.Demikianlah gadis berusia dua puluh lima tahun yang selama ini hidup dalam perlindungan mendiang ayah dan kekasihnya itu mulai terperosok ke dalam jebakan pria matang yang berkedok kebaikan.***Setelah membeli makanan, Rosemary dan Edward berdiskusi berdua di dalam kamar hotel bintang empat yang dihuni laki-laki itu. Ruangan itu cukup luas dengan tempat tidur double bed, dua buah kursi be
Rosemary diam membisu. Dilepaskannya kedua tangannya dari pipi laki-laki itu. Gadis itu duduk kembali.“Kalau dengan minum bir, Abang merasa lebih nyaman, ya sudah. Minumlah sepuas-puasnya malam ini. Aku akan menunggu di sini sampai kamu tidur pulas, Bang. Setelah itu aku pulang ke kos naik taksi…,” ucapnya lirih.Edward meraih kedua tangan gadis itu. Rosemary bergidik. Dirasakannya ciuman hangat laki-laki itu pada punggung tangannya.“Terima kasih banyak atas support-mu, Rose. Cuma kamu yang perhatian sekali padaku. Cuma kamu….”Selanjutnya laki-laki itu merangsek maju ke depan. Diciumnya bibir gadis itu. Rosemary benar-benar tak menyangka. Bau alkohol menyeruak dari dalam atasannya. Namun gadis itu menyukainya.Dia memejamkan mata. Menikmati kuluman hangat bibir dan lidah manajer yang telah menawan hatinya. Kedua tangannya merangkul leher E
Rosemary adalah gadis perawan kedua yang pernah ditidurinya. Yang pertama adalah Dina, istrinya. Selanjutnya yang pernah bercinta dengannya adalah perempuan-perempuan yang memang membuka dirinya untuk bersenang-senang tanpa ikatan apapun.Diciuminya rambut harum gadis itu. Rosemary yang berbaring membelakanginya menjauh. Edward tersentak. Gadis itu bangkit berdiri dengan tubuh terbalut selimut. Dia mengambil pakaiannya yang tercecer di lantai lalu melangkah menuju ke kamar mandi.Edward terkekeh geli. Dasar gadis ingusan! umpatnya dalam hati. Tadi saja belingsatan nggak karuan bercinta denganku. Sekarang berlagak dingin. Langsung menghindar begitu hendak kusentuh. Hahaha….Sementara itu di dalam kamar mandi Rosemary melepas selimutnya. Dipandanginya tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun di depan cermin. Air mata menitik membasahi pipinya yang halus. Semakin lama semakin deras. Dia menangis sesenggukan. Keho
“Selamat pagi, Nona Rosemary. Anda tepat waktu sekali,” komentar Tedja, klien si agen asuransi ramah. Diulurkannya tangannya yang langsung disambut hangat oleh gadis itu.“Selamat pagi, Pak Tedja. Terima kasih sudah menerima kedatangan saya,” jawab Rosemary tak kalah ramah. Bibirnya menyungging senyuman manis. Gadis itu lalu dipersilakan duduk persis di hadapan laki-laki paruh baya itu.Selanjutnya mereka terlibat pembicaraan yang serius namun rileks tentang program asuransi yang dikehendaki si klien. Tedja mendengarkan dengan seksama penjelasan Rosemary tentang ilustrasi yang telah dibuatnya.“Menarik,” kata laki-laki itu sambil mengangguk-angguk. “Tapi nominal premi yang Anda ajukan terlalu besar buat saya saat ini. Anak kembar saya akan masuk perguruan tinggi tahun depan. Uang pangkalnya sudah harus lunas dalam tiga bulan ke depan. Anda tahu kan, betapa besarnya biaya masuk un
Gadis itu baru saja kembali ke booth pameran untuk mengambil brosur lagi. Puluhan brosur yang dipegangnya sudah habis dibagi-bagikan kepada pengunjung mal.“Beginilah kalau orang kepepet butuh uang, Dam,” celetuk Rosemary sambil tersenyum pahit. “Kerjanya kudu semangat kayak kuda. Mumpung masih muda. Hahaha….”Damian dapat merasakan kegetiran dari nada suara gadis itu. Pemuda itu lalu mengalihkan pembicaraan. “Kemarin kok nggak datang kemari? Follow up database, ya?”“Yes,” jawab Rosemary mengiyakan. “Paginya aku ujian lisensi keagenan. Syukur lulus.”“Wah, selamat, ya,” ucap kawannya itu dengan wajah berseri-seri. “Semoga lekas pecah telor.”“Amin,” sahut gadis itu singkat. “Brosur-brosurnya masih banyak, kan? Punyaku habis. Boleh minta lagi?”&