"Sayang! Bayiku," aku merangkul seraya menggendongnya kurasakan hangat tubuhnya yang masih terbalut dengan bedong berwarna pink motio hello Kitty.Air mataku terus mengalir tanpa bisa berkata-kata, begitu erat aku memluknya. Andai saja dia milikku seutuhnya. "Maafkan Bunda, sayang. Karena Bunda tidak bisa memilikimu seutuhnya,"ucapku seraya mengelus-elus pipinya yang kembut dan halus."Dia sedang tudur, biarkan saja dia terbaring di tempat tidurnya lagi. Aku nggak mau dia jadi anak cengeng." Kata Naya dengan ketus."Aku hanya ingin menggendongnya untuk yang pertama kalinya, karena selamanya kamu yang akan menggendongnya." Ujarku dengan tatapanku masih pada bayi yang aku ada di pangkuanku."Nay!" Arga memberikan kode kepada Naya dengan mengeditkan matanya, agar Naya mengiyakan ucapan dariku. "Ala, lo baru aja pulang dari rumah sakit, dan lo butuh istirahat, gimana kalau lo sekarang istirahat di kamar." Ajak Roy agar suasana tak semakin memanas."Tapi gue masih kangen sama Bayiku ini,
Setelah mengambil air minum aku tak kembali ke kamar tapi aku duduk di sofa di depan televisi. Sudah lama aku tidak menonton siaran kesukaanku, aku merebahkan tubuhku diatas sofa berwarna abu muda. Kemudian tak terasa pagi pun datang, ternyata aku ketiduran, saat aku membuka mata sudah ada selimut menyelimuti tubuhku."Udah bangun!" Tanya Arga sudah duduk di sofa dekatku."Eh, maaf. Aku ketiduran di sini, tadi subuh aku gak bisa tidur terus aku pindah ke sini." "Tapi kayaknya tadi aku nggak pake selimut! Kenapa sekarang jadi oake selimut yah?" Aku merasa aneh."Aku yang selimutin kamu, karena aku lihat kamu seperti kedinginan." Ucapnya tersenyum."Loh! Kenapa kamu nggak peluk aku aja!" Ledekku tersenyum."Alara!" Roy memperingati."Ekhem!" Naya berdehem sudah berdiri di belakang aku dan Arga.Ternyata Naya sudah berada di belakang aku dan Arga, dengan raut wajah yang tak menyenangkan. Mungkin Naya tidak suka melihat aku dan Arga bisa dikatakan dia cemburu, aku pun segera mengondisik
"Mbak. Mau pergi ke mana?" Tanya Nila yang masih penasaran."Aku mau pulang," jawabku. "Loh! Kok pulang? Baru aja semalam nginepnya. Saya pikir akan tinggal di sini, karna Mbak Alara juga istri Pak Arga. Naya melirik ke arah Nila, mungkin Naya tak suka apa yang dikatakan Nila. "Karena aku nggak mau mengganggu ketenangan orang di sini, Nil." Ujarku secara tidak langsung menyindir Naya, kulihat tatapannya semakin sinis padaku."Ya tahu dirilah, aku hanya meminjam rahimmu untuk menanam benih, Bukan untuk memiliki suamiku!" Ucapannya membuatku sentak saja refleks hingga menarik napas pelan."Naya!" Sentak Arga seraya mendekati Naya. "Seharusnya kamu berterima kasih kepada Alara, karena dia telah memberikan apa yang selama ini kamu inginkan. Bukannya kamu menyalahkannya dengan kecemburuanmu ini, bukankah kamu yang menginginkan semua ini, ketika aku menolaknya, namun, kamu bersikeras tetap aku untuk menyetujuinya. Terus sekarang apa yang kamu harapkan sudah menjadi kenyataan ada di ge
"Aku memaafkanmu!" Ucapku pelan dengan air mata yang terus mengalir di pipiku."Terimakasih, sayang." Dia memelukku kembali. "Ibu janji mulai dari sekarang Inu akan selalu menjaga kamu, dan selalu merawatmu di sisa-sisa hidup Ibu, Nak." Lanjutnya sumringah."Tapi Aku tidak ingin merepotkan, hidupku sejak dulu suduah diajarkan dengan kemandirian. Aku tidak harus berkumpul dengan siapapun, bahkan ketika aku sudah menikah aku sudah terbiasa sendiri tanpa suami di sisiku." Uajarku."Izin untuk sekarang Ibu di sini menemani kamu, Ibu tahu mungkin kamu belum bisa sepenuhnya menerima kehadiran Ibu dalam hidup kamu. Tapi seiring berjalannya waktu Ibu yakin kamu bisa menerima Inu, karena Ibu tahu kamu orang baik, Nak." Katanya seraya mengusap kepalaku. Aku seorang wanita yang bisa di bilang kuat, tapi kali ini aku merasa lemah, karena aku tak percaya bahwa yang da di hadapanku adalah orang yang telah berjuang melahirkanku, namun, tidak merawatku. Jika harus benci mungkin akan benci, tapi t
"Tante sedih lihat kamu yang selalu menderita, tante ingin segera melihat kamu bahagia, kamu orang baik tapi kenapa kamu selalu di sakiti." Tangisnya pecah sembari membelai rambutku yang terurai."Sudahlah, Tan. Aku kuat, dan aku bisa lewati semua masalahku, doakan saja aku agar aku selalu sabar dari setiap cobaan yang datang." Aku menatap wajah wanita yang ku anggap Ibu angkatku itu."Woy! Lebay amat, pake nangis-nangis segala. Mending masuk dulu ke dalam, nanti orang liat di kiranya ada apa-apa." Seru Roy. "Iya-iya. Dasar lo emang raja komen." Aku menyeringai Roy.Aku dan Tante Alesha pun, masuk ke dalam rumah. Suasana rumah nampak segar sama seperti dulu waktu aku masih bersama Tante Alesha. Roy memang telaten mengurus rumah dia sangat apik dan semua barang-barang selalu tertata rapi."Kamu mau minum apa?" Tanya Tante Alesha."Udah, Tan. Nggak usah repot-repot aku bukan tamu di sini, kalau aku mau minum aku ambil aja." Jawaku seraya duduk di sofa."Yaudah, kalau mau apa-apa ambil
"Iya, aku datang ke sini, mau menjemputmu!" Katanya seraya memelukku erat."Menjemputku!" Aku melepaskan pelukannya. "Iya, aku khawatir dengan keadaan kamu, apalagi tinggal sendiri di kosan ini." Ujarnya kekeh. Aku merasa ada yang aneh, kenapa tiba-tiba Arga menjemputku untuk mengajakku ikut dengannya. Lalu bagaimana dengan Naya."Aku ikut dengan kamu oke-oke aja, tapi bagaimana dengan Naya? Aku tidak ingin selalu di salahkan dengan keadaan diantara kita bertiga. Dan aku pernah bilang bahwa tidak mungkin ada dua ratu dalam satu instana. Arga terdiam sejenak, mungkin dia memikirkan apa yang aku katakan, sesekali dia mengusap wajahnya, yang nampak gelisah. "Sebaiknya kita ngobrol di dalam aku tidak enak di lihat orang." Ajakku menuntunnya masuk ke dalam rumah."Duduklah, aku ambilkan kamu minum, sekalian aku mau ganti pakaianku dulu." Ucapku ketika sudah berada di dalam rumah dan mempersilhkannya duduk di sofa. "Aku kangen kamu!" Tangannya menarik tubuhku hingga aku berada diatas
"Aku tak ingin jauh lagi dari kamu. Tolonglah ikuti aku, kamu adalah istriku seharuanya kita tinggak bersama, aku khawatir jika kamu tinggal sendiri." Ujarnya serius."Ga, kamu tahu, kan. Posisi aku adalah istri kedua, tak sewajarnya aku tinggal bersama kalian! Aku tetao harus jaga perasaan Naya. Walau bagaimanapun pasti rasanya sakit, dan seharusnya hubungan kita tidak berlanjut lagi." Lirihku jelas. Arga sesekalia mengusap wajahnya gusar, aku tahu dia tidak ingin kehilangan aku, begitupun kehilangan Naya. Tapi tidak mungkin juga posisiku terus berada diantara mereka, jika Arga berat untuk memilih mungkin aku atau Naya harus ada yang mengalah. "Untuk sekarang saja, kamu ikut dengan aku, kita jelasakan pada Naya jija memang kita tidak bisa berpisah. Aku tidak ingin cerai dengan kamu, karena aku mencintau kamu." Ucapnya dengan tatapan penuh harapa."Iya, aku gampang ikut dengan kamu, tapi bagaimana dengan Naya, apakaj dia bisa menerima kehadiranku lagi! Jelas-jelas kemarin saja aku
Saat kami di perjalanan pulang, Arga memoerhatikanku terus, mungkin karena tingkahku yang berbeda. Sialan laki-laki tadi membuat aku merasa tak nyaman, jika saja dia tidak muncul mungkin aku dan Arga masih di sana."Sebenarnya kamu kenapa?" Tanyanya penasaran."Aku_aku tidak apa-apa, cuman aku merasa pusing aja," jawabku mengelak."Yaudah kita mampir di tempat makan dulu, yah." Ajaknya."Yaudah, terserah kamu."Kami pun berhenti di salah satu tempat makan. Dan ketika aku dan Arga sedang makan tiba aku dikejutkan Bu Anita yang kebetulan dia berada di sana juga sedang membeli makanan."Kamu mau makan sama apa?" Tanya Arga. "Aku mau makan baso aja, kepalaku pusing mungkin kalau makan baso kayaknya enak." Jawabku, kebetulan di tempat makan itu tersedia berbagai jenis makanan dan jajanan. Bukan hanya nasi dan lauk pauk. "Mau aku beliin obat dulu, agar sakit kepala kamu sembuh." Sahutnya."Nggak usah, nantindi rumah aja kebetulan aku punya obat sakit kepala." Ucapku seraya mengaduk-aduk b