Share

Bab 7

Barry terus mengikuti mantan istrinya dari belakang, dia masih tidak terima karena melihat Freya barusan bersama seorang pria di taman.

"Jangan kira aku tidak tahu, kalau kamu memiliki pria selain diriku saat kita bersama dulu." Barry berbicara semakin ngelantur menurut Freya. Jelas saja wanita cantik itu tidak mau meladeni pria yang sudah menyakitinya itu.

"Kamu dari awal memang punya pria lain selain diriku 'kan?" cetusnya lagi.

"Aku masih tidak mengerti apa yang kamu katakan, Barry. Sudah jelas-jelas kamu yang berselingkuh terlebih dulu. Kenapa kamu malah menuduhku?" cetus Freya dengan sorot tatapan mata yang begitu tajam.

"Sekarang, aku tidak punya waktu untuk membahas semua yang terjadi. Apa yang terjadi pada kita di masa lalu, tidak mungkin bisa diperbaiki lagi."

Akhirnya Freya pun pergi ke kasir, membayar belanjaan yang sudah dibelinya. Namun, Barry justru tidak pergi juga dari hadapan wanita cantik tersebut.

"Kamu masih berkilah bahwa kamu tidak mengkhianatiku terlebih dulu. Lantas, dari mana kamu mendapatkan uang untuk belanja sebanyak ini?" tanya Barry yang masih penasaran dengan kehidupan mantan istri yang disia-siakan.

Freya menarik napas panjang, mencoba menahan emosinya. "Barry, semua yang terjadi dalam hidupku sekarang bukan urusanmu," kata Freya dengan tegas. "Aku hanya ingin hidup damai dan tenteram dengan kedua anakku. Jadi, kumohon, berhentilah mengganggu hidupku lagi."

Barry terdiam sejenak, terkejut oleh ketegasan Freya. Ia menggelengkan kepala, mencoba memproses kata-kata mantan istrinya. "Aku hanya ingin tahu, Freya," katanya dengan suara yang lebih lembut namun masih menyiratkan kebingungan. "Aku khawatir dengan anak-anak kita. Aku berhak tahu bagaimana kalian hidup."

Freya menatap Barry dengan mata yang penuh kelelahan. "Aku mengerti, Barry, kau khawatir dengan anak-anak. Tapi kita sudah berpisah, dan aku bisa mengurus mereka. Aku punya pekerjaan yang layak dan aku berusaha memberikan yang terbaik untuk mereka."

Barry tampak tidak puas dengan jawaban itu. "Tapi dari mana semua uang ini berasal? Aku tidak percaya kau bisa mendapatkan semuanya hanya dari pekerjaanmu."

Freya menggeleng pelan. "Barry, aku tidak berutang penjelasan apapun padamu. Yang perlu kau tahu adalah bahwa anak-anak kita aman dan bahagia. Itu seharusnya cukup untukmu."

Barry terlihat bingung dan sedikit terluka. "Aku hanya ingin yang terbaik untuk mereka juga, Freya."

Freya menarik napas lagi, mencoba menjaga ketenangannya. "Aku tahu, Barry. Dan aku tidak akan pernah menghalangi mu untuk bertemu dan bersama mereka. Tapi kita sudah berpisah, dan kita harus belajar hidup sendiri-sendiri. Aku mohon, biarkan aku hidup dengan tenang." Wanita cantik itu tidak bisa menebak perubahan sikap mantan suaminya yang tiba-tiba. Juga tidak mengerti apa yang masih pria itu harapkan darinya? Mengingat Barry sudah memilih untuk bersama selingkuhannya.

Barry menundukkan kepalanya, merenungkan kata-kata Freya. Akhirnya, ia mengangguk pelan. "Baiklah, Freya. Aku akan mencoba. Tapi, aku akan tetap memastikan anak-anak kita baik-baik saja. Aku juga tidak mau mereka kamu kasih makan dari uang haram." Lagi-lagi Barry mengeluarkan kata yang membuat mantan istrinya mengernyitkan dahi. "Apa yang kamu maksud dengan uang haram, Barry? Aku bukan kamu yang selalu menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginanmu."

Barry justru tertawa dengan keras. "Apa kamu tidak mengerti dengan ucapanku tadi? Kamu memang pandai berpura-pura, Freya. Bisa saja kamu menjual dirimu untuk mendapatkan uang yang banyak." Kalimat itu membuat dada Freya kian sesak. Dengan cepat, tangan kanannya melayang tepat di pipi sebelah kanan Barry. Akan tetapi, pria itu dengan cepat mencegahnya.

"Aku tidak akan membiarkanmu menyentuh pipiku, Freya." Mantan suaminya tersenyum dengan niat jahat. Tangan Freya yang sudah diraih dengan cepat diseret oleh Barry ke tempat yang lebih sepi.

"Mau ke mana kita, Barry? Apa yang ingin kamu lakukan?" cecar Freya mulai ketakutan. Baru kali ini wanita cantik itu takut oleh pria yang pernah menjadi suaminya.

"Jangan berani macam-macam," ujar Freya berusaha untuk melepaskan tangannya yang digenggam erat oleh Barry.

"Jangan sok jual mahal, Freya. Aku tahu kamu pasti rindu dengan belaianku 'kan?" Barry tersenyum dengan penuh kejahatan.

"Kalau kamu berani menyentuhku, aku akan teriak!" seru Freya dengan nada tinggi.

Barry semakin mempererat genggamannya, senyum jahatnya tidak surut. "Teriak lah kalau berani," tantangnya dengan nada rendah. "Tidak ada yang akan mendengar di sini."

Freya mencoba meronta, tetapi genggaman Barry terlalu kuat. Dia merasa jantungnya berdebar kencang, ketakutan menyelimuti dirinya. "Lepaskan aku, Barry!" desaknya, suaranya terdengar panik.

"Aku tidak akan melepaskanmu begitu saja, Freya." Tatapan Barry benar-benar menakutkan, persis seperti singa yang sudah siap menerkam mangsanya.

"Jangan, Barry. Kamu tidak bisa melakukan hal ini padaku," rintih Freya dengan suara gemetar.

Dia kemudian berteriak dengan keras, tapi tempat itu masih saja sepi.

"Aku sudah bilang, tidak akan ada yang membantumu di sini. Jadi, jangan buang-buang tenaga," ujar Barry sembari tertawa.

"Kenapa kamu selingkuh jika ujung-ujungnya masih ingin menyentuhku, Barry? Dasar pria j*l*n*!" umpat Freya hingga membuat mantan suaminya naik pitam. Pria itu pun langsung melayangkan tangan ke pipi kanan wanita cantik sebanyak tiga kali.

"Terus saja tampar aku jika memang itu membuatmu puas!" Freya menantang dengan perasaan takut yang mulai bisa dihilangkan. "Aku lebih baik dianiaya begini, dibandingkan harus melayanimu lagi!" Freya terus berbicara sekalipun dirinya sudah semakin lemah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status