Share

Bab 8

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar mendekat. Barry menoleh, dan Freya melihat celah untuk membebaskan diri. Dengan tenaga yang tersisa, dia menarik tangannya dan berhasil melepaskan diri dari genggaman Barry.

Sebuah suara pria terdengar dari arah pintu. "Ada apa ini?" tanya pria itu dengan tegas. Freya menoleh dan melihat Aarav berdiri di sana dengan raut wajah serius.

Barry mundur selangkah, jelas terganggu oleh kehadiran saksi yang tidak diharapkannya. "Kamu tidak usah ikut campur dengan urusan kami," kata Barry dengan nada defensif.

Freya segera bergerak mendekati Aarav, merasakan sedikit rasa aman dengan kehadirannya. "Dia menggangguku, Aarav. Mohon bantuannya," kata Freya dengan suara yang masih gemetar.

Aarav menatap Barry dengan tajam. "Aku rasa sebaiknya Anda pergi sekarang, Barry. Jangan membuat masalah di sini."

Barry menatap Freya dan Aarav dengan tatapan penuh kebencian. "Aku tahu kamu pasti akan datang membantu mantan istriku ini, makanya aku sengaja berbuat ulah."

"Lebih baik kita pergi saja dari sini, Aarav. Percuma saja meladeni pria tidak tahu diri ini." Freya mengajak pria tampan itu pergi.

"Jangan kira aku tidak tahu, kalian sudah lama berselingkuh 'kan? Ternyata firasat dan dugaanku benar, Freya. Kamu bukan wanita baik-baik, persis seperti yang Mama katakan padaku." Barry terus mengatakan asumsi yang dimilikinya.

Hati pria itu belum puas, tapi satu pesan yang diterima membuat dirinya harus pergi saat itu juga.

"Ingat, urusan kita belum selesai."

Barry akhirnya berbalik dan pergi tanpa berkata apa-apa lagi. Freya menghela napas lega, merasa sedikit aman setelah kepergian mantan suaminya.

"Terima kasih, Aarav. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi jika Anda tidak datang," ucap Freya dengan suara pelan, penuh rasa syukur.

Aarav mengangguk. "Tidak apa-apa, Freya. Yang penting kamu aman sekarang. Kalau ada apa-apa, jangan ragu untuk meminta bantuan."

Freya tersenyum lemah. "Terima kasih. Saya akan ingat itu."

Setelah memastikan Barry benar-benar pergi, wanita cantik itu pun berniat untuk pulang ke rumah. Namun, langkah kakinya berhenti saat Aarav mengajaknya berbicara.

"Kamu mau ke mana sekarang? Biar aku antar kamu," ujar Aarav menawarkan.

"Gak usah repot-repot, Aarav. Aku bisa pergi sendiri." Freya menolak dengan lembut.

"Tidak merepotkan kok, lagi pula aku sekarang gak ada kesibukan." Aarav ingin memastikan bahwa wanita cantik itu akan pulang dengan selamat hingga sampai ke rumah.

Freya terus menolak, tapi perkataan Aarav pada akhirnya bisa membuat wanita cantik itu berpikir untuk ke sekian kalinya.

"Kamu tentu tidak mau 'kan kalau kejadian tadi terulang kembali? Terlebih barang belanjaanmu begitu banyak." Aarav tidak menyerah begitu saja untuk menawarkan bantuan pada Freya.

Wanita cantik itu pun tidak memiliki pilihan selain menganggukkan kepala dengan perlahan.

"Baiklah, terima kasih banyak, Aarav. Aku tinggal di jalan yang tidak terlalu jauh dari sini." Wanita cantik itu pun memberitahu alamat tempat tinggalnya bersama kedua putrinya.

Aarav membukakan pintu mobil untuk Freya dan menunggu sampai ia duduk dengan nyaman sebelum masuk dan menyalakan mesin. Pria tampan itu juga tidak lupa memasukkan barang-barang belanjaan wanita cantik ke dalam mobil.

Freya melihat ke luar jendela, menikmati pemandangan di jalanan. Hal itu dilakukan untuk menenangkan hati serta pikirannya karena perbuatan Barry barusan. Tanpa disadari Aarav diam-diam melihat ke arah wanita cantik di sebelahnya yang tampak murung.

"Kamu baik-baik saja 'kan?" tanya Aarav sedikit khawatir.

"Aku gapapa. Oya, kamu kenapa bisa ada di saat aku butuh bantuan? Apakah kamu mengikutiku?" tanya Freya yang memang dari awal penasaran kenapa tiba-tiba Aarav datang di saat mantan suaminya ingin berbuat jahat. Setahu wanita cantik itu, pria tampan yang bertemu di taman dengannya sudah pulang terlebih dulu.

"Aku kebetulan lewat saja," ujar Aarav berdusta. Tidak mungkin juga pria tampan terus terang kalau dirinya selalu memperhatikan serta mengikuti gerak-gerik Freya. Bisa-bisa, dia nanti dianggap sebagai penguntit saja.

"Oh." Hanya itu yang Freya katakan tanpa memiliki perasaan curiga apa pun pada pria yang baru saja dikenalnya.

"Apa dia masih sering mengganggumu?" tanya Aarav memastikan.

Wanita cantik itu pun menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Aku tidak tahu apa yang telah merasukinya hingga ingin berbuat jahat padaku. Sikapnya sering berubah-ubah, hingga membuatku bingung apa yang sebenarnya yang masih dia inginkan. Padahal, aku sudah tidak mengganggu kehidupan barunya." Freya mulai curhat panjang lebar. Dengan seksama, pria di sebelahnya mendengarkan setiap ucapannya.

"Maaf, aku jadi curhat." Wanita cantik itu pun tersadar bahwa dirinya terlalu banyak bicara.

"Gapapa, kamu bebas mau cerita apa pun padaku. Selama membuat hatimu lega, aku akan setia menjadi pendengarmu." Aarav berbicara dengan tatapan mata yang fokus ke depan.

Freya tersenyum lemah, merasa terhibur oleh sikap ramah Aarav. "Terima kasih, Aarav. Kadang-kadang memang butuh seseorang untuk mendengarkan, apalagi di saat hati dan pikiran kacau begini."

Aarav mengangguk, mengerti sepenuhnya. "Aku tahu perasaan itu. Jadi, maukah kamu bekerjasama denganku sekarang?" Lagi-lagi pria tampan itu mengajak bernegosiasi perihal pernikahan kontrak yang ditawarkan.

Freya menatap Aarav dengan perasaan ragu, tapi dengan cepat pria tampan menyadari akan tatapan wanita yang duduk di sebelahnya.

"Jadi kamu masih ragu denganku?" tanya pria tampan itu tanpa mengalihkan pandangannya.

"Bukan begitu, hanya saja aku butuh waktu." Freya tidak tahu harus memberikan jawaban apa, sebab dirinya juga butuh melihat situasi serta kondisinya.

"Mau sampai kapan? Lagi pula, kalau kita menikah. Barry tidak akan mengganggumu lagi, Freya."

Apa yang dikatakan oleh Aarav memang ada benarnya juga, hal itu membuat wanita cantik itu pun mulai merubah keputusannya tentang tawaran pernikahan kontrak dengan pria tampan yang kaya itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status