"Kenapa tiba-tiba kamu ingin bekerja?"Gemintang menyandarkan kepala di dada bidang Janu. Sengaja mencari posisi nyaman sembari berpikir, mencari alasan logis terkait permintaannya itu. "Maura semakin besar. Kebutuhan dia pasti akan berlipat ganda nantinya. Aku ingin bekerja untuk meringankan bebanmu," ujar Gemintang pada akhirnya."Bukankah sudah pernah kita bahas sebelumnya? Aku sudah menjamin semuanya. Aku yang akan cari uang untuk menanggung kebutuhan kita. Kamu di rumah saja, mengasuh Maura, mendidiknya agar menjadi pintar." Gemintang tersenyum getir.See?Tujuan Janu menjadikannya istri hanya untuk melahirkan dan mengasuh anaknya. Lalu ketika anaknya sudah siap untuk dia ambil, Janu akan membuangnya.Apa itu cinta dia janjikan selama ini? Astaga, Gemintang! Bisa-bisanya kau percaya dan jatuh pada tipu muslihat bajingan ini?Semua yang dilakukan ini palsu dan kamu menyukainya?Sungguh menyedihkan sekali nasibmu ini!Tetapi tidak! Gemintang tak akan membiarkan lelaki itu menjat
Keesokan harinya.Gemintang melangkah pelan menyusuri halaman sebuah gedung yang tidak terlalu besar. Setelah mengantar Maura ke sekolah, ia datang ke panti asuhan, tempat dimana ia tumbuh dewasa—sampai sebelum menikah. Gemintang tak akan menyia-nyiakan izin Janu sebelum lelaki itu berubah pikiran.Bibirnya tersenyum kala mendapati seorang wanita paruh baya berdiri menyambutnya dengan senang hati. Bu Ningrum, ibu asuhnya.“Gemintang, anak ibu!” Bu Ningrum berseru seraya menghampiri Gemintang dan memeluknya erat-erat. Sementara Gemintang hanya membalas peluknya.“Bagaimana kabarmu, Nak? Baik-baik saja dengan suamimu, kan?” tanya wanita itu usai mengurai tautan tubuh mereka.Gemintang tersenyum kecut menahan rasa panas yang mulai menjalari bola matanya.Tidak, Bu! Anakmu ini sedang tidak baik-baik saja! Ingin rasanya Gemintang berkata demikian dan menangis dipelukan sang ibu. Ingin mengadu betapa jahatnya Janu, pria yang ia kenalkan dulu.Akan tetapi, ia menahan diri. Mungkin nanti,
“Inikah anak itu?” Wanita itu bertanya saat pandangannya beralih dari Gemintang dan berusaha menggapai pipi Maura, tetapi anak itu merapatkan tubuhnya dengan kaki sang ibu.Maura telihat takut, tetapi Gemintang menggenggam tangan mungilnya.“Mata dan hidungnya seperti Janu,” kagumnya walau setelah itu ekspresinya kembali datar.“Ibu benar! Ini Maura, anak Janu,” timpal Rosaline. Gemintang melonggarkan napasnya. Ternyata, dugaannya benar, wanita itu adalah mertuanya.“Jika ada keperluan, mari kita bicara di dalam,” ujar Gemintang kemudian.Walau tak berniat menerima kedua tamu itu ke dalam rumahnya, tetapi ketika menyadari ada sesuatu yang akan mereka perdebatkan, akhirnya Gemintang membawa mereka masuk.Tak lupa, meminta Maura untuk masuk ke dalam kamar dan mematuhi perintah untuk tak keluar sebelum ia kembali. Maura tak perlu mendengar masalah orang dewasa.Saat Gemintang keluar dari kamar, Rosaline dan ibu mertuanya sudah menunggu di ruang tamu. “Aku Dewi, ibu Januartha,” kata wa
'Ya, aku akan mempertahankan anakku, apapun caranya!'Sayangnya, meski tekad itu menguat, Gemintang tak memungkiri bahwa dirinya pun lelah. Bagi segi fisik, maupun mental.Gemintang bahkan berharap Janu tak perlu pulang malam ini. Setidaknya, Rosaline dan Bu Dewi tak akan menyudutkannya.Sayangnya, harapan Gemintang tak terkabul. Tepat setelah senja tenggelam, deru mesin mobil lelaki itu terdengar berhenti di halaman rumah.Dalam diam, Gemintang berusaha bersikap biasa saja dan melayaninya seperti biasa.Bahkan, kini mereka telah berada di meja makan menikmati hidangan yang disajikan oleh Gemintang.“Maura tidak mau makan?” Janu bertanya setelah meletakkan alat makannya. Dia yang duduk di sebelah Maura berusaha meraih dagu gadis kecil itu.Gemintang yang juga penasaran lantas mengarahkan pandangan ke arah putrinya yang memang hanya duduk dan diam tanpa menyentuh omelet telur, makanan favoritnya.“Kenapa? Maura sedang marah?” tanya Janu kembali.Tak disangka, Maura menjawab dengan g
Tubuh kekar Janu membuat ruangan itu terasa semakin panas dan pengap. Namun, Janu terus mencengkeram tangan Gemintang.Tak peduli jika wanita itu tak henti-hentinya meronta dan berusaha melepaskan diri.Gemintang sendiri hanya bisa meringis. Inikah sifat Janu yang sesungguhnya?Entah mengapa, sikap kasar yang tak pernah ia dapatkan ini membuat Gemintang patah hati.“Lepas, Mas! Kita bisa bicara baik-baik!”Lelaki itu hanya mengendurkan cengkeramannya sedikit, tapi matanya masih menatap tajam ke arah Gemintang. “Tidak, sebelum kamu jawab pertanyaanku!”“Mas!”“Coklat yang diminta Maura tempo hari ... itu pemberian Rosaline?” Janu semakin merapatkan tubuhnya, mengintimidasi Gemintang agar cepat menjawab pertanyaannya.“Lepaskan—”“Jawab, Gemintang!”“Iya!” Gemintang yang tidak tahan lagi akhirnya membalas dengan bentakan yang tak kalah keras meski suranya bergetar. “Coklat itu memang dari Rosaline! Dia yang meminta bertemu denganku dan mengatakan aku bukan satu-satunya istri kamu! Puas?
Sementara itu, Janu keluar dari rumah dengan hawa panas yang meradang di tubuhnya. Diinjaknya pedal gas mobil dengan kekuatan penuh agar cepat sampai di rumah utama. Dia perlu menuntut pertanyaan kepada Rosaline.Wanita itu benar-benar tidak mengindahkan perintahnya!Bukan belajar bersabar seperti yang Janu minta, Rosaline malah membawa ibunya untuk menekan Gemintang dan memperkeruh keadaan.Begitu tiba di rumah mewah itu, Janu langsung membuka pintu rumah dengan kasar. Langkah kakinya yang tegas mengarah langsung ke ruang makan."Janu?" Bu Dewi langsung meletakkan alat makannya.Sedangkan Rosaline yang terkejut juga mendongak ke arah lelaki itu. Perasaannya tak tenang menyadari kilatan mata Janu. Akan tetapi, dia berusaha bersikap biasa walau perasaannya tak tenang. "Akhirnya suamiku pulang. Apa wanita simpananmu itu tak bisa memberimu makan hingga kau harus datang malam ini?" sindir Rosaline. Rahang Janu mengeras, hingga menuding wanita itu dengan telunjuknya. “Tutup mulutmu!” sen
Rosaline dan Bu Dewi membelalak. Keduanya masih belum menyerah dengan keputusan Janu. Hanya saja, pria itu tetap pada keputusannya.Bahkan, Janu mengabaikan upaya Rosaline untuk berbicara dengannya malam itu dengan menolak tidur sekamar dengannya!“Janu!” Rosaline berteriak seraya memukul meja makan dengan kencang saat sarapan keesokan paginya.“Aku ini istrimu! Di mana harga diriku jika kau membawa perempuan itu?!” teriaknya sekali lagi. Sayangnya, Janu justru bangkit berdiri dan menghilang dari ruangan itu!“Meski tanganmu patah dan pita suaramu putus, Janu tak akan mengubah keputusannya, Rosaline,” ujar Bu Dewi yang kini menghela napas panjang. Wanita itu meraih gelas kosong dan mengisinya dengan air, lalu memberikan gelas itu kepada Rosaline.“Tapi aku tidak terima, Bu!”“Kau tergesa mengambil keputusan, maka terima saja konsekuensinya!”Dengan napas yang memburu Rosaline mendongak ke arah sang mertua. “Ibu menyalahkan aku? Bukankah ibu yang memintaku agar mendesak Janu untuk ber
“A—apa maksudmu? Istri pertama Mas Janu?" Kafe yang sebelumnya terasa dingin, seketika menjadi panas saat Gemintang Larasati mendengar ucapan wanita asing di hadapannya. Karena membawa kata “utang”, Gemintang pikir sang suami melakukan kesalahan besar terhadap Rosaline yang tadi mencegatnya saat hendak menjemput sang putri dari sekolah. Akan tetapi, dugaan Gemintang salah besar!“Ya. Mungkin kamu tidak percaya, tetapi inilah yang terjadi. Aku dan Mas Janu adalah suami-istri,” balas Rosaline tenang sembari mengangkat tangan kirinya, menunjukkan sebuah cincin berlian melingkar di jari manisnya.Mata Gemintang membelalak. “Rosaline, mungkin kamu salah orang. Suamiku hanya seorang pekerja kantoran biasa. Kami hanya orang sederhana. Berbeda dengan kamu yang—”“Suami kita, bukan orang sembarangan. Dia adalah pemilik sekaligus CEO Ferinco Steel, perusahaan industri baja ringan yang cukup besar di Indonesia,” potong wanita asing di hadapan Gemintang.“Tidak mungkin!” ujar Gemintang dengan s