Rosaline dan Bu Dewi membelalak. Keduanya masih belum menyerah dengan keputusan Janu. Hanya saja, pria itu tetap pada keputusannya.Bahkan, Janu mengabaikan upaya Rosaline untuk berbicara dengannya malam itu dengan menolak tidur sekamar dengannya!“Janu!” Rosaline berteriak seraya memukul meja makan dengan kencang saat sarapan keesokan paginya.“Aku ini istrimu! Di mana harga diriku jika kau membawa perempuan itu?!” teriaknya sekali lagi. Sayangnya, Janu justru bangkit berdiri dan menghilang dari ruangan itu!“Meski tanganmu patah dan pita suaramu putus, Janu tak akan mengubah keputusannya, Rosaline,” ujar Bu Dewi yang kini menghela napas panjang. Wanita itu meraih gelas kosong dan mengisinya dengan air, lalu memberikan gelas itu kepada Rosaline.“Tapi aku tidak terima, Bu!”“Kau tergesa mengambil keputusan, maka terima saja konsekuensinya!”Dengan napas yang memburu Rosaline mendongak ke arah sang mertua. “Ibu menyalahkan aku? Bukankah ibu yang memintaku agar mendesak Janu untuk berc
Dengan berat hati, Gemintang meninggalkan rumah kecilnya. Mengikuti Janu adalah keputusan terbaik untuk saat ini. Dia tidak ingin Maura menderita hingga dewasa.Sayangnya hal itu tak membuat hubungan Janu dan Gemintang membaik. Sepanjang perjalanan mereka hanya bertukar geming.Gemintang tidak berani membuka suara, bahkan soal mobil mewah yang kini dikendarai oleh Janu pun ia enggan bertanya. Sementara lelaki itu fokus pada jalanan. Hanya pertanyaan polos Maura tentang tujuan mereka memaksa Gemintang dan Janu untuk saling berbicara, meskipun sebatas jawaban singkat.“Wah! Rumahnya besar sekali!” Maura berteriak kegirangan ketika mobil itu mereka melewati gerbang tinggi.Rumah megah bergaya eropa itu cukup membuktikan betapa hebatnya seorang Januartha Dananjaya, sangat jauh dengan kehidupan Gemintang yang sederhana. “Ayah, besok Maura mau menabung yang banyak supaya bisa membeli rumah besar seperti ini!” ucap gadis itu penuh tekad ketika mereka telah menginjakkan kaki di ambang pin
Rosaline mengerutkan kening ke arah Janu. Rahangnya mengeras hingga urat dalam leher jenjangnya terlihat jelas.“Kalau begitu, aku ingin mengajukan satu syarat!” ujarnya pelan tetapi penuh penekanan. “Kita pernah bersepakat, aku mendapatkan lebih banyak waktumu, tetapi kau sering kali melanggar itu. Jadi, dengan kesepakatan tertulis ini aku ingin kau membayarnya!”Janu membuang napas berat. Ia tahu Rosaline tak akan menyerah begitu saja dan melakukan cara apa pun agar mendapatkan keinginannya.Meski demikian, ia tetap mempersilakan Rosaline mengutarakan pendapatnya. “Katakan.”“Kau harus menambahkan dengan tulisan tanganmu sendiri jika kau akan tidur bersamaku selama lima hari dalam satu minggu! Sementara Gemintang hanya mendapatkan sisanya!”Gemintang yang mendengar itu hanya bisa mengalihkan pandangan ke arah lain.Terlebih ketika melihat pandangan Janu menajam ke arah Rosaline.“Kau—”“Keberatan?” Rosaline segera memotong ucapan Janu. Wanita itu dengan angkuhnya bersedekap di depan
Sementara di dalam kamar bernuansa lilac itu, Janu baru saja mengibaskan lengan Rosaline yang lancang mencekal kedua tangannya. Dengkusan kasar keluar dari hidungnya bersamaan dengan tatapan tajam dari matanya. Ia benar-benar kesal dengan tingkah laku Rosaline. Berniat menepati janjinya, Janu langsung datang ke kamar Rosaline. Tetapi tidak disangka, saat itu Gemintang baru saja kembali ke kamarnya. Segalanya terjadi begitu cepat, bahkan Janu tidak sempat menghindar ketika Rosaline tiba-tiba menyergap dan menindihnya di ranjang.“Apa sekarang kau berubah jadi wanita penggoda, huh!” geram Janu seraya merapikan jas kerja yang masih melekat di tubuhnya. Sedangkan Rosaline kini tersenyum lebar. Wanita yang mengenakan gaun tidur warna merah itu sedang berbaring di ranjang, menggunakan sebelah tangannya sebagai penyangga agar menghadap ke arah Janu.“Bukan masalah jika menggoda suami sendiri, kan? Lagipula ... aku cukup bahagia karena Gemintang pasti mendengar obrolan panas kita tadi.
“A—apa maksudmu? Istri pertama Mas Janu?" Kafe yang sebelumnya terasa dingin, seketika menjadi panas saat Gemintang Larasati mendengar ucapan wanita asing di hadapannya. Karena membawa kata “utang”, Gemintang pikir sang suami melakukan kesalahan besar terhadap Rosaline yang tadi mencegatnya saat hendak menjemput sang putri dari sekolah. Akan tetapi, dugaan Gemintang salah besar!“Ya. Mungkin kamu tidak percaya, tetapi inilah yang terjadi. Aku dan Mas Janu adalah suami-istri,” balas Rosaline tenang sembari mengangkat tangan kirinya, menunjukkan sebuah cincin berlian melingkar di jari manisnya.Mata Gemintang membelalak. “Rosaline, mungkin kamu salah orang. Suamiku hanya seorang pekerja kantoran biasa. Kami hanya orang sederhana. Berbeda dengan kamu yang—”“Suami kita, bukan orang sembarangan. Dia adalah pemilik sekaligus CEO Ferinco Steel, perusahaan industri baja ringan yang cukup besar di Indonesia,” potong wanita asing di hadapan Gemintang.“Tidak mungkin!” ujar Gemintang dengan s
“Hai, Maura! Aku punya hadiah untukmu!” Alih-alih menjawab, Rosaline tiba-tiba memberi anak Gemintang dua buah coklat dalam bungkusan emas.“Thank you, Aunty.”“Ah, sama-sama, Sayang!” Rosaline mengusap pipi Maura. “Lucunya! Mata, hidung dan bibirnya sangat mirip dengan Mas Janu," puji wanita itu.Namun, Maura malah menjauh.Gemintang sadar anaknya tidak terlalu nyaman dengan orang asing. Jadi, dia menyuruh Maura untuk pergi sesaat ke playground yang tersedia di kafe."Mari kita lanjutkan pembicaraan tadi. Kenapa kamu membiarkan Mas Janu mendua?" ujar Gemintang kembali pada Rosaline.Jika tadi wanita itu menampilkan senyum yang ramah pada sang putri, kali ini Rosaline kembali menatap sinis Gemintang."Mas Janu tidak sebrengsek yang kamu kira, Gemintang," ucap Rosaline begitu tenang, "Dia pria yang baik. Dia menerima diriku ini apa adanya dan tidak pernah ingin menikahi wanita lain. Justru aku yang meminta dan memaksa Mas Janu menikahimu."Deg!Walau hatinya sedang kecewa, Gemintang s
“Kenapa kalian membuat permainan tanpa peduli dengan perasaan orang lain?” lirih Gemintang, pedih. “Kamu juga seorang wanita, Rosaline! Seharusnya–”“Tidak terbalik? Seharusnya aku yang berkata seperti itu,” potong Rosaline, “Tidak ada istri yang sanggup diduakan seumur hidup. Aku justru membiarkan kalian selama ini.”“Jika kau tidak ingin masalah ini berbuntut panjang, kau hanya perlu tinggalkan Janu dan serahkan Maura padaku,” ucapnya lagi.Mendengar itu, kepala Gemintang rasanya ingin meledak.Bahkan setelah pulang dari kafe wanita itu tak bisa berhenti memikirkan pertemuannya dengan Rosaline.Kalimat demi kalimatnya terus saja terngiang di kepala. Ia tak memiliki daya untuk melakukan apa pun. Bahkan saat Maura mengacak-acak mainannya, Gemintang hanya bisa memandangi tanpa mengeluarkan komentar satu pun.Bagaimana bisa ia menyerahkan putrinya begitu saja?Mungkin dia bisa terima jika Janu meninggalkannya, tetapi ia tak akan sanggup hidup tanpa Maura.Memikirkan itu membuat Geminta
Untuk sesaat Maura terdiam. Seolah sedang mengingat nama seseorang yang memberinya coklat itu tadi siang. “Maura tidak tahu namanya. Tapi tadi ibu ber—”“Itu coklat dari wali murid, Mas. Mungkin Maura mengira kami berteman.” Gemintang menyahut sebelum Maura melanjutkan jawabannya. “Katanya baru pulang liburan ke luar negeri. Kebetulan Maura dapat dua, yang satu sudah dimakan tadi.”Gemintang sudah mencari tahu merk coklat itu, sehingga bisa memberikan jawaban masuk akal kepada suaminya dan ia berharap alasan itu tak membuat Janu curiga. Untungnya, Maura tidak menginterupsi. Gadis kecil itu hanya meminta lagi agar Janu membelikan cokelat serupa.Janu lantas mengambil cokelat yang dipegang Maura dan mengamatinya sebentar. “Nanti kalau Ayah sudah gajian, pasti belikan. Tapi, cokelat ini tidak dijual di negara kita.”“Memangnya yang dijual di mana, Ayah?” Gadis itu tampak kecewa.“Di Singapura. Apa kamu tahu? Maura sering belajar nama negara bersama ibu, kan?”Maura mengangguk cepat. “Ya