Selama lima tahun membina rumah tangga, Gemintang tak pernah menyangka seorang perempuan cantik akan datang padanya dan mengaku sebagai istri pertama Januartha–sang suami. Kejutan tak berhenti di situ, suaminya ternyata bukanlah orang sembarangan! Pria itu ternyata pemilik sekaligus CEO Ferinco Steel, perusahaan industri baja ringan yang cukup besar di Indonesia. Lantas, apa yang akan dilakukan Gemintang? Akankah dia bertahan di pernikahannya dengan demi sang buah hati meski harus menjadi yang kedua?
View MoreTubuh kekar Janu membuat ruangan itu terasa semakin panas dan pengap. Namun, Janu terus mencengkeram tangan Gemintang.Tak peduli jika wanita itu tak henti-hentinya meronta dan berusaha melepaskan diri.Gemintang sendiri hanya bisa meringis. Inikah sifat Janu yang sesungguhnya?Entah mengapa, sikap kasar yang tak pernah ia dapatkan ini membuat Gemintang patah hati.“Lepas, Mas! Kita bisa bicara baik-baik!”Lelaki itu hanya mengendurkan cengkeramannya sedikit, tapi matanya masih menatap tajam ke arah Gemintang. “Tidak, sebelum kamu jawab pertanyaanku!”“Mas!”“Coklat yang diminta Maura tempo hari ... itu pemberian Rosaline?” Janu semakin merapatkan tubuhnya, mengintimidasi Gemintang agar cepat menjawab pertanyaannya.“Lepaskan—”“Jawab, Gemintang!”“Iya!” Gemintang yang tidak tahan lagi akhirnya membalas dengan bentakan yang tak kalah keras meski suranya bergetar. “Coklat itu memang dari Rosaline! Dia yang meminta bertemu denganku dan mengatakan aku bukan satu-satunya istri kamu! Puas?
'Ya, aku akan mempertahankan anakku, apapun caranya!'Sayangnya, meski tekad itu menguat, Gemintang tak memungkiri bahwa dirinya pun lelah. Bagi segi fisik, maupun mental.Gemintang bahkan berharap Janu tak perlu pulang malam ini. Setidaknya, Rosaline dan Bu Dewi tak akan menyudutkannya.Sayangnya, harapan Gemintang tak terkabul. Tepat setelah senja tenggelam, deru mesin mobil lelaki itu terdengar berhenti di halaman rumah.Dalam diam, Gemintang berusaha bersikap biasa saja dan melayaninya seperti biasa.Bahkan, kini mereka telah berada di meja makan menikmati hidangan yang disajikan oleh Gemintang.“Maura tidak mau makan?” Janu bertanya setelah meletakkan alat makannya. Dia yang duduk di sebelah Maura berusaha meraih dagu gadis kecil itu.Gemintang yang juga penasaran lantas mengarahkan pandangan ke arah putrinya yang memang hanya duduk dan diam tanpa menyentuh omelet telur, makanan favoritnya.“Kenapa? Maura sedang marah?” tanya Janu kembali.Tak disangka, Maura menjawab dengan g
“Inikah anak itu?” Wanita itu bertanya saat pandangannya beralih dari Gemintang dan berusaha menggapai pipi Maura, tetapi anak itu merapatkan tubuhnya dengan kaki sang ibu.Maura telihat takut, tetapi Gemintang menggenggam tangan mungilnya.“Mata dan hidungnya seperti Janu,” kagumnya walau setelah itu ekspresinya kembali datar.“Ibu benar! Ini Maura, anak Janu,” timpal Rosaline. Gemintang melonggarkan napasnya. Ternyata, dugaannya benar, wanita itu adalah mertuanya.“Jika ada keperluan, mari kita bicara di dalam,” ujar Gemintang kemudian.Walau tak berniat menerima kedua tamu itu ke dalam rumahnya, tetapi ketika menyadari ada sesuatu yang akan mereka perdebatkan, akhirnya Gemintang membawa mereka masuk.Tak lupa, meminta Maura untuk masuk ke dalam kamar dan mematuhi perintah untuk tak keluar sebelum ia kembali. Maura tak perlu mendengar masalah orang dewasa.Saat Gemintang keluar dari kamar, Rosaline dan ibu mertuanya sudah menunggu di ruang tamu. “Aku Dewi, ibu Januartha,” kata wa
Keesokan harinya.Gemintang melangkah pelan menyusuri halaman sebuah gedung yang tidak terlalu besar. Setelah mengantar Maura ke sekolah, ia datang ke panti asuhan, tempat dimana ia tumbuh dewasa—sampai sebelum menikah. Gemintang tak akan menyia-nyiakan izin Janu sebelum lelaki itu berubah pikiran.Bibirnya tersenyum kala mendapati seorang wanita paruh baya berdiri menyambutnya dengan senang hati. Bu Ningrum, ibu asuhnya.“Gemintang, anak ibu!” Bu Ningrum berseru seraya menghampiri Gemintang dan memeluknya erat-erat. Sementara Gemintang hanya membalas peluknya.“Bagaimana kabarmu, Nak? Baik-baik saja dengan suamimu, kan?” tanya wanita itu usai mengurai tautan tubuh mereka.Gemintang tersenyum kecut menahan rasa panas yang mulai menjalari bola matanya.Tidak, Bu! Anakmu ini sedang tidak baik-baik saja! Ingin rasanya Gemintang berkata demikian dan menangis dipelukan sang ibu. Ingin mengadu betapa jahatnya Janu, pria yang ia kenalkan dulu.Akan tetapi, ia menahan diri. Mungkin nanti,
"Kenapa tiba-tiba kamu ingin bekerja?"Gemintang menyandarkan kepala di dada bidang Janu. Sengaja mencari posisi nyaman sembari berpikir, mencari alasan logis terkait permintaannya itu. "Maura semakin besar. Kebutuhan dia pasti akan berlipat ganda nantinya. Aku ingin bekerja untuk meringankan bebanmu," ujar Gemintang pada akhirnya."Bukankah sudah pernah kita bahas sebelumnya? Aku sudah menjamin semuanya. Aku yang akan cari uang untuk menanggung kebutuhan kita. Kamu di rumah saja, mengasuh Maura, mendidiknya agar menjadi pintar." Gemintang tersenyum getir.See?Tujuan Janu menjadikannya istri hanya untuk melahirkan dan mengasuh anaknya. Lalu ketika anaknya sudah siap untuk dia ambil, Janu akan membuangnya.Apa itu cinta dia janjikan selama ini? Astaga, Gemintang! Bisa-bisanya kau percaya dan jatuh pada tipu muslihat bajingan ini?Semua yang dilakukan ini palsu dan kamu menyukainya?Sungguh menyedihkan sekali nasibmu ini!Tetapi tidak! Gemintang tak akan membiarkan lelaki itu menjat
Gemintang tengah menyetrika pakaian kerja Janu, seperti biasa. Meski demikian, usai kejadian di rumah sakit, pikirannya semakin tak tenang.Janu seolah tak ingin menyelesaikan dengan berpura-pura tidak tak ada masalah di antara mereka. Jika begini terus, maka tidak akan ada akhirnya. Ia hanya akan terjebak dalam kebingungan dan kekhawatiran.Terlebih ketika melihat Maura yang biasanya ceria dan aktif, kini tampak diam, seolah memikirkan sesuatu.Entah apa yang ia alami, saat ditanya, anak itu hanya menggelengkan kepala dan memilih menyendiri di kamar.“Kamu masih belum selesai?” Suara serak nan berat itu membuat Gemintang mendongak. Janu telah berdiri di ambang pintu seraya membawa sebuah nampan kayu berisi segelas air dan satu botol kemasan kecil. Dia bisa kembali ke kamar itu artinya Maura sudah tidur. Gemintang menanggapi dengan tersenyum kecil, lalu mengembalikan fokus pada tumpukan baju. Apakah sebaiknya ia bicara sekarang?Namun, jika Gemintang memberanikan diri untuk bicara
"Siapa dia, Mas? Kamu mengenalnya?"Pertanyaan dan tindakan Gemintang tampaknya membuat bara api menyala dalam mata Rosaline. Gemintang bisa merasakannya.Meski demikian, Janu masih tampak tenang. Ia menoleh ke arah Gemintang dan menarik sudut bibirnya. "Ini ...." Janu berhenti sebentar. Gemintang bisa melihat suaminya itu melirik sekilas ke arah Rosaline yang kini bersedekap di depan dada, bersiap mengatakan sesuatu."Dia Rosaline. Rekan kerjaku di kantor," lanjut Janu sebelum wanita bergaun merah itu angkat bicara.Mendengar itu, kedua alis Gemintang terangkat.Begitu juga dengan Rosaline yang melebarkan matanya ke arah Janu tak percaya dengan apa yang dikatakan lelaki itu.Mereka sudah bertemu sekarang, tetapi mengapa Janu masih menutupinya? Lalu Rosaline, mengapa wanita itu tampak tak berkutik saat bersama suaminya?Bukankah kemarin dia yang paling bersemangat mengungkap semua ini?“Rekan kerja?” Gemintang mengulang jawaban dan Janu memberikan anggukan.“Dulunya kami bekerjasam
Kepala Gemintang hampir pecah. Pesan dari nomor tak dikenal itu .... membuat Gemintang jadi khawatir.Ia yakin itu dari Rosaline.Bagaimana jika wanita itu nekad menculik Maura?Namun, Gemintang terpaksa menelan kekhawatirannya itu sendirian kala Janu pulang setelah makan siang dan memaksannya ke dokter kandungan--sesuai janjinya kemarin.Hanya saja, ucapan Maura yang tiba-tiba membuat Gemintang tanpa sadar ketakutan!“Ibu! Maura mau main di sana!” pinta gadis kecil itu sembari menunjuk taman kecil di depan klinik. “Tidak, Maura! Duduk di sini saja tidak boleh kemana-mana!" tegas Gemintang cepat.“Tapi Maura mau main!” Tak disangka, anak itu berteriak sehingga beberapa pasien di tempat lain menoleh ke arahnya.Janu yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya, bahkan langsung menyimpan benda itu dan mendongak ke arah putri dan istrinya.“Sudah, sudah. Maura main saja di sana tidak apa-apa, tapi jangan jauh-jauh, ya,” kata Janu, menengahi perdebatan istri dan anaknya. Maura yang mendapat
Gemintang menghela napas panjang. Kembali dipaksanya diri untuk makan dan beraktivitas. Ibu Maura itu merapikan rumah sebisanya, lalu membersihkan diri sebelum menjemput sang putri di sekolah. Hanya saja, kala berdiri di antara para orang tua yang juga menunggu anak mereka, Gemintang tanpa sadar terus saja memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Apakah dia harus meninggalkan Janu? Tapi, bagaimana jika Maura direbut? "Hore!!! Kita Pulang!" Suara bocah yang dikenal Gemintang sebagai teman sekelas sang putri, terdengar--membuatnya tersadar dari lamunan. Atensi wanita itu berpindah pada anak-anak yang sudah mulai menghampiri ibu dan pengasuh mereka. Hanya saja, putrinya tak kunjung kelihatan! Padahal, sekolah sudah mulai sepi. Deg! "Rosaline?" Seketika Gemintang cemas. Dia mendadak teringat pertemuannya dengan istri pertama suaminya itu tadi pagi. Bagaimana jika wanita itu bertindak nekat setelah Gemintang menjadikan Maura sebagai alasan utama? Pani
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.