Rahim Pengganti CEO Arogan

Rahim Pengganti CEO Arogan

Oleh:  Purwa ningsih  Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
18Bab
171Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Bagaimana jika uang ditukar dengan sebuah pernikahaan, apa lagi Naya harus menjual rahimmnya kepada suami sahabatnya sendiri. Setelah bayi itu lahir Naya dipaksa untuk pergi. bukankah itu menyakitkan? Di saat Naya ingin menyerah, mantan suaminya mengejarnya lagi. Itu yang membuat Naya ketakutan. Karena Naya menyimpan rahasia jika kembaran anaknya yang diasuh suami san sahabatnya ada dalam asuhannya.

Lihat lebih banyak
Rahim Pengganti CEO Arogan Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
18 Bab
Menolak
"Akan aku beri kau uang, asal kau mau menikah dengan suamiku." Jelasnya membuat kedua netra Naya melotot kaget. "Apa? mana ada seorang istri meminta wanita lain untuk dijadikan istri Hana jangan ngada-ngada deh." Hani terdiam dan Naya tak percaya dengan apa yang di ucapakan sahabatnya itu. "Naya please." "Kamu gila Han. Sudahlah aku kerja lagi saja." Naya menyunggingkan senyum, tangannya menarik tas dari atas meja lalu meninggalkan wanita yang aneh menurut Naya. "Naya Maharani, kumohon. Apa menurutmu, persahabatan kita ini persahabatan biasa? Tidak kan, bahkan aku sangat menyayangimu." Naya tersenyum miring dan berbalik kembali duduk. Mungkin saja langit akan tertawa mendengar ucapan Hani saat itu. "Salah sudah pasti ini salah. Karena tak seharusnya kamu menyimpan nama lain untuk suamimu, dan itu adalah namamu sendiri bukan nama orang lain, Han." "Nay, kumohon. Setidaknya biarkan aku bahagia." Naya mendapati Hani begitu tertekan, Naya melihat dan merasakan kepahitan dala
Baca selengkapnya
Terpaksa menikah
"Naya, Deren butuh dioperasi secepatnya, sudahlah kasihan dia."Naya pasrah keluar melihat adiknya. Mesin ventilator memompa oksigen, menggantikan fungsi pernapasan yang terhenti, karena pengaruh penyakitnya telah membuatnya tidak sadar dan lumpuh seluruh otot pernapasan. Suara dari layar monitor meramaikan suasana yang cukup tegang. Deren baru berhenti kejangnya setelah ditangani oleh Dokter Angga.Sepuluh menit kemudian, Naya hanya duduk di depan ruang operasi. "Ya Allah, berikan aku kekuatan!"Naya melangkah cepat ke depan kamar operasi. Melihat meja resusitasi sudah dihangatkan dengan lampu yang menyala terang di atasnya. Meja itu ditutupi dua lembar kain berbahan. Cemas dan tegang saat melihat wajah Daren benar-benar nyata terlihat. Kemudian Naya keluar karena operasi akan; segera dimulai. "Naya."Tangis yang bisa Naya redam, nyatanya tak mampu ia tahan. Naya tersedu, mengeluarkan sakit yang teramat pedih di dalam dada. Dan memeluk tubuh wanita yang selama ini ada untuknya, Ha
Baca selengkapnya
Sesakit Itu
"Nikmati harimu. Aku ada di sini. Kau bisa memanggilku kapan saja kau membutuhkanku. Nay. Terima kasih banyak.""Ya.""Aku tinggal dulu ya. Ingat ini malam pertamamu aku harap kamu bisa melakukannya."Naya terdiam."Suamiku sangat manis, Naya.""Terserah.""Jangan lupa. Aku pergi dulu."Naya sudah pernah merasakan sakit hati. Berhubungan dengan seseorang Galih yang ia pikir akan menikahinya, Ah rasanya semua itu hanya mimpi, tapi berbeda kini Naya malah terjebak di pernikahan konyol itu. Di tepi ranjang Naya menatap ke arah sekitar, kamar paling mewah yang pernah ia lihat. Dengan tirai halus dan mengkilat, sofa empuk dan meja kokoh dengan ukiran dari kayu jati yang terkesan begitu elegan, dan sebuah ranjang besar berukuran king size berpelitur mengagumkan dengan warna keemasan. Juga cermin rias yang begitu wah, lemari semua berbahan dari kayu jati. Naya duduk ditepi ranjang mengamati setiap ruangan yang begitu menakjubkan. Memang sangatlah berbeda antara dirinya dan Han bagaikan lan
Baca selengkapnya
Seperti Dongeng
Semua yang berada di dalam terlihat kebingungan, terdiam masih menatapa Naya. Raja bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati Naya, Raja menatap Naya tanpa kedip, demi mengalihkan debaran hati karena tatapannya Naya menunduk. "Kau Naya?"Naya mengangguk dan menyodorkan file titipan dari Mama mertuanya. "File Anda ketinggalan. Mama menyuruhku mengantarkan." Jelasnya singkat. Raja mengambilnya dan Naya tak suka dengan tatapannya. Sekejap kemudian Naya teringat akan tujuannya kemari dan harus segera berangkat bekerja."Saya permisi, Tuan.""Terima kasih."Naya mengangguk. "Sama-sama, Tuan."Raja terus menatap Naya sampai tubuhnya menghilang dari pandangannya. Raja tersadar lalu berbalik berjalan dan memulai meeting. ***Sampai di Rumah Sakit buru-buru Naya sedikit berlari menuju tempatnya bekerja. "Maaf telat ya." Naya duduk seraya melepaskannya tas dan menaruhnya di atas meja. "Lima menit."Naya tersenyum. "Bagaimana keadaan, Daren?""Alhamdulillah sudah membaik, hari ini pulan
Baca selengkapnya
Harap-harap Cemas
Seminggu sejak kejadian memalukan itu, Naya siap-siap mau berangkat kerja malam. Hari ini Naya bekerja di jam malam. Bersiap dengan memakai jaket dan mengambil tas juga flatshoes. Naya membuka pintu tinggi dan kokoh itu berjalan dengan pelan menuruni tangga. Terlihat mereka sedang berkumpul dan sedang mengobrol, mungkin saja soal perusahaannya. Tidak seperti Naya harus kedinginan menyongsong pergantian malam gelap bersama rintik-rintik gerimis, bersama udara malam menelisik kulit. "Nay." Naya tersenyum dan berhenti dan menatap dua lelaki beda usia itu. "Mau kemana?" tanya Papa Danuarta menatapnya curiga."Emm, saya masuk malam. Pa."Sekilas Naya menatap suaminya yang tak menghiraukan Naya, ia melihat ke arah lain. "Oh, masuk malam."Naya hanya mengangguk. "Kalau begitu diantar sama, Pak Edi saja."Naya menggeleng, "tidak, Pa. Biar saya naik motor saja. Permisi.""Ini sudah malam, Nay. Ngak bagus naik motor sendiri. Biar Raja yang antar."Raja menegakkan wajah. Bukan membalas perk
Baca selengkapnya
Tak Diinginkan
Tak seorang pun wanita di dunia ini menginginkan status menjadi istri kedua ataupun wanita kedua dalam hidupnya. Sayang, Naya tak diberi pilihan. Entah karena alasan ingin terlihat seperti lelaki tangguh, atau hanya menginginkan si wanita kedua menjadi simpanannya saja bahkan hanya karena nafsu semata. Namun berbeda dengan poligami yang Naya alami. Semua itu karena permintaan sang istri agar bisa istri kedua mengandung seorang bayi yang tak mereka dapatkan selama bertahun-tahun di pernikahan. Tak pernah mereka pikirkan soal hati Naya yang hancur, entah karena alasan apa. Dari situlah awal mula Naya hidup terlunta-lunta diantara pernikahan mereka. Jujur, ada rasa rindu pulang ke rumah. Harapan Naya saat itu suatu hari ingin mendapatkan seorang suami yang hanya miliknya seutuhnya, lalu mereka tinggal di rumah dan mempunyai banyak anak. Dalam hati Naya sempat berjanji akan setia. Juga tak akan menjadi perusak hubungan suami orang. Naya ingin marah, tapi tak tahu pada siapa. Jadi saat
Baca selengkapnya
Mengulangi Lagi
Setelah selesai bekerja, Naya berjalan bersama ana dan Tari mereka bertiga berjalan ke arah parkir, ternyata disana Pak Edi sudah menungguku. "Tuh supir jemput kamu, Nay?" tanya Tari. "Hu um.""Wah sejak kapan kamu jadi tajir, Nay?" Sahut Ana. "Gak kebetulan itu sopir saudara aku, Ana.""Oh. Nay, Tar aku duluan, ya. Suamiku sudah jemput.""Iya hati-hati, An." "Siap."Tari dan Naya melambaikan tangan. "Enggak jadi nih main ke rumah aku, Nay. Padahal Mama kangen lo katanya sama kamu.""Titip salam saja dulu ya.""Oke deh. Terus kamu mau ngapain."Naya tersenyum. "Aku mau puas-puasin tidur seharian mumpung libur besok. Capek aku.""Ya deh. Aku duluan ya."Naya mengangguk mengiyakan, dan melangkah menemui Pak Edi. Ia membukakan pintu lalu Naya masuk. Sesaat mobil meninggalkan rumah sakit menuju rumah penjara itu lagi."Pak, harusnya enggak usah jemput, saya bisa pulang dengan taksi. Kasihan Mama jika mau pergi.""Tapi, Tuan Raja menyuruh saya buat jemput, Non Nay."Naya kehilangan ka
Baca selengkapnya
Rindu Tak Berujung
Naya berlari ke kamar lalu dengan cepat ia menutup pintu. Tubuhnya gemetar ia kesal dengan ulah laki-laki itu. Namun suara ponsel berdering membuat Naya tersentak kaget. Sepertinya nomor baru Naya enggan menjawabnya. Namun beberapa saat suara getaran itu kembali terdengar dari ponselnya lagi. "Nay, kumohon izinkan aku menemuimu sekali saja. Aku mau menyampaikan sesuatu. Aku ingin menjelaskan semuanya sama kamu. Bisa kita ketemu?" tulisnya dalam sebuah chat. Menjelaskan apa? Menjelaskan bahwa dia akan menikah? Semuanya sudah selesai. Naya tak akan bermain api jika tidak pekerjaan yang sangat Naya sukai akan dipertatuhkan, jika sampai dokter Seruni melihat pertemuan kami nanti. Setelahnya Naya memilih meletakkan ponsel ke atas nakas dan berbaring.Naya masih takut ia berharap sore hari nanti semua kesakitan itu akan menghilang. Entah apa rencana Tuhan, tapi begitulah hidup yang bisa terjadi kapan pun Tuhan mau. Meski jujur hatinya masih belum bisa melupa saat-saat bersama Galih kekas
Baca selengkapnya
Menyakitkan
Naya berjalan tergesa. Ketika ia mau masuk melihat seseorang yang tengah berdiri di beranda rumah. Ternyata Satpam. "Baru pulang, Non?" tanyanya seraya membukanya pintu gerbang. "Iya, Pak."Naya berjalan masuk, membuka pintu rumah terlihat sepi. Tanpa sadar Naya menggeleng membayangkan reaksi Raja tadi pagi. "Non.""Mbak Nur, ngapain sih disitu kaget tahu." Jelas Naya kaget saat melihatnya tiba-tiba mendekati. "Eh itu, Tuan Raja gak mau makan juga minum obat, Non.""Mirip anak kecil saja, sih. Dimana Non Hani?" tanya Naya. "Pergi sama, Nyonya. Non."Naya menyuruhnya membawakan belanjaannya. Naya langsung berjalan ke arah kamar Raja ditemani Darti. Saat mereka masuk laki-laki itu duduk di depan leptopnya. "Permisi, Tuan."Laki-laki itu tak menghiraukan. "Tuan." Panggil Naya lagi. "Aku ngak mau makan!" Naya memalingkan wajah. "Tapi, Tuan harus minum obat.""Ngak mau."Naya dan Bibi saling tatap. "Gini deh kita makan martabak ini ya sama-sama, Tuan? Biasanya sih saya habiskan s
Baca selengkapnya
Demam
Pagi selesai Naya mandi, ia tak tahu apa yang harus Naya lakukan. Semua dikerjakan sang asisten rimah tangga. Bahkan semua baju Naya sudah rapi dalam almari plus dengan setrikaan licin. Naya bangkit akan ke luar kamar. Namun keduluan Mbak Nur yang datang. "Pagi, Non." Naya tersentak. "Eh, Mbak Nur.""Malah melamun. Ini sarapan paginya, Non." Naya tersenyum. Mendekati Mbak Nur dan memeriksa sarapan Naya cepat-cepat menyelesaikan makan, setelah itu Naya ikut ke dapur membantu Mbak Nur membereskan piring kotor. "Mbak berapa lama kerja disini?" tanya Naya. "Sudah lama, Non. Sejak lima tahun terakhir."Naya mengangguk tanpa menjawab apa pun."Kenapa, Non?""Memangnya, Non Hani sama Tuan Raja tidurnya pisahan?" tanya Naya canggung, tapi Naya penasaran sekali. Terlihat Mbak Nur menghela napas. "Em, tidak kok Non.""Mbak Nur.""Iya, Non.""Bisa-bisanya aku tanya malah mengalihkan pertanyaan, gimana sih.""Itu, Non. Aduh gimana jelasinnya, ya."Naya menggeleng pelan. "Ya tinggal jawab sa
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status