Suami Yang Diremehkan, Ternyata Pria Mapan

Suami Yang Diremehkan, Ternyata Pria Mapan

Oleh:  Galuh Arum  Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
13Bab
229Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Zea yang selalu diremehkan keluarganya, berawal dari ayahnya yang menikah lagi dan membawa ibu dan dia saudara tiri yang secara kilat mengubah dunianya. Zea, menikah dengan Gio yang selalu di remehkan oleh keluarga Zea, tapi ternyata Zio adalah pria mapan yang membantu Zea untuk membalas dendam pada keluarganya. Dan suaminya bukan pria biasa.

Lihat lebih banyak
Suami Yang Diremehkan, Ternyata Pria Mapan Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
13 Bab
Suami Miskin
"Makanya jadi perempuan jangan sombong, Zea. Pas dilamar juragan teh ditolak, malah milih sama pria miskin dan jelek. Susah sendiri kan sekarang?” "Bayangkan coba kalau punya anak. Pasti di mukanya ada tompel juga, kayak bapaknya.” “Lah, iya. Aduh.” Tawa berkumandang. “Mendingan juragan teh waktu itu. Meski tua, tapi kan dia kaya.” “Bener. Yang ini juga, meski miskin, harusnya ganteng gitu. Paling nggak enak dilihat. Bukannya cupu dan lusuh begini.” “Kayaknya benar kata tetangga. Si Zea diguna-guna, makanya mau sama suaminya.” “Heh, guna-guna juga butuh duit. Suaminya kan miskin!” Zea hanya diam saja sembari menyiapkan nasi untuk Gio, suaminya. Ia mencoba tidak memedulikan ocehan ibu tiri dan kedua saudara sambungnya, sekalipun ia tahu dengan pasti bahwa mereka tengah mengejek sang suami yang baru saja menikahinya dua minggu yang lalu. Pernikahan Zea memang termasuk dadakan dan tiba-tiba. Ia pun sebenarnya belum terlalu lama mengenal Gio. Hanya saja, pria itu pernah menyelamatka
Baca selengkapnya
Hinaan di rumah Sendiri
"Atau apa, Bu?" "Kupaksa Gio Menceraikan kamu dan kamu harus menikah dengan juragan teh!" Sang ibu mengancam Zea. Zea meremas ujung baju. Dia merasa jengkel dan kesal. Apa yang ibunya katakan membuat dirinya geram. "Bu, cukup! Apa salah aku? Kalian kenapa selalu memperlakukan aku tidak baik. Kalian pilih kasih, harusnya aku yang mendapatkan kasih sayang." Sebuah tamparan mengenai pipi Zea, Bu Layla tidak suka jika anak sambungnya ibu membantahnya. Untuk apa membicarakan kasih sayang jika tidak ada keuntungan. "Tampar saja lagi, aku sudah kebal. Bahkan, aku merelakan calon suami aku untuk Dara. Hanya karena Dara menyukai dia." "Heh, jaga mulut kamu! Farhat itu cintanya sama Dara. Lagi pula keluarga Farhat itu enggak suka sama kamu yang enggak berpendidikan. Dara lulusan S1, berpendidikan. Jauh sama kamu yang lulusan SMA doang," ujar Bu Layla. Zea tersenyum miris sembari memegangi pipinya yang merah. Lucu sekali ibu sambungannya itu, mentertawakan hal yang memang sudah d
Baca selengkapnya
Mantan Tak berkualitas
"Non, ngapain di sini?" tanya Bi Romlah. "Biasa Bi, mereka kalau enggak nyuruh aku sehari aja kayanya enggak bisa. Apalagi Ibu, senang banget bikin aku repot." Zea menggerutu kesal. "Yang sabar, Non." Zea hanya tersenyum, dia senang berada di dekat Bi Romlah. Asisten pribadi di rumahnya yang sudah dianggap seperti ibu kandung. Bahkan, dulu saat dia sakit Bi Romlah yang merawatnya. "Aku juga enggak tahu kenapa nasib aku kaya gini." Sembari memotong sayur, Zea terus meluapkan isi hatinya. Terlebih saat semua orang mengejek suaminya yang katanya jelek dan hanya kuli bangunan. Zea paham, suaminya jauh dari kata tampan. Dia pun menyadari, tapi setidaknya jangan menghina. "Eh, Zea keluar dulu. Bantuin di depan, tuh ibu nya Farhat sebentar lagi datang." "Bu, di sini belum kelar," tolaknya. "Cepat sudah." Ditariknya Zea ke ruang tamu, dia melihat suaminya pun sudah ada di sana membantu ayahnya menyapu dan mengepel. "Aduh, Bang ngapain si," ujar Zea yang langsung m
Baca selengkapnya
Telur Dadar
Pagi-pagi sekali Zea sudah membuat sarapan , Gio memintanya membuatkan bekal telur ceplok dan nasi karena katanya hari ini ada pekerjaan pagi-pagi sekali. Dia tidak mau membuat suaminya kelaparan pagi hari dan sepertinya pekerjaan Gio akan sangat melelahkan. Zea sejak malam sudah membawa telur satu butir ke kamar agar tidak di sembunyikan oleh Ibu sambungnya atau siapa pun yang ada di rumah itu. Pengalaman yang pernah ada, di rumah sendiri seolah-olah dia yang sendang menumpang di rumah itu. "Non, masih pagi tumben?" Bibi bertanya heran. "Mas Gio meminta aku membuatkan dia telur dadar, mau bawa ke tempat kerjanya. Mungkin ada ngerapiin rumah." Zea tersenyum sembari mengambil minyak untuk menggoreng. Melihat Zea yang seperti bukan di rumahnya sendiri, Bibi merasa iba. Harusnya Zea itu menjadi Nona yang hanya duduk dan dilayani. Namun, semua berakhir saat ibunya meninggal dan ayah kandungnya membawa ibu sambung yang menyeramkan seperti Bu Layla. "Heh, Zea. Kamu lagi ngapain
Baca selengkapnya
Pilih Kasih
Zea bingung dengan suaminya, mungkin Gio tidak mau dirinya terlalu lelah dengan pekerjaan baru. Namun, Zea mencoba menangkan suaminya jika dirinya akan baik-baik saja dan tidak lelah. Demi mendapatkan tambahan uang, bahkan agar tidak di hina terus menerus. Jika dia bekerja di tempat bagus pun mungkin gaji akan lebih besar. "Mas, kenapa?" Zea bertanya karena melihat wajah Gio yang berbeda. "Eh, enggak. Kaget aja, bukannya itu kantor besar, kamu mau melamar mau menjadi apa?" tanya Gio. Sedikit masam, Zea pun malah terdiam. Mendengar ucapan suaminya membuat dia sadar jika memang gedung besar itu tempat orang pintar dan berpendidikan tinggi. Mungkin, dirinya hanya pantas menjadi SPG di mall saja. atau buruh cuci Seperi yang sering di katakan oleh keluarganya. Zea tidak jelek, hanya saja mereka selalu meremehkannya. "Kok masam, maksud Mas enggak merendahkan kamu. Tapi, hanya bertanya apa ada lowongan juga buat Mas. Kali aja Mas yang kerja kamu tetap jaga toko di mall," ujar Gio.
Baca selengkapnya
Rumah Peninggalan
Sontak ucapan Zea membuat kedua orang tua itu bungkam. Seketika tubuh Pak Mansyur mendadak lemas dan seolah tak bertulang. Dia tidak menyadari selama ini sang anak tahu kalau rumah ini adalah milik ibunya dan bukan milik ayahnya. Zea tersenyum lalu mengambil tas, dia tak mau meladeni keduanya karena takut telat dan kehilangan pekerjaan. Sudah hampir 30 menit dia dibuat kesal oleh Dara. Pintu tertutup dengan keras, Bu Layla menatap suaminya yang masih begitu pucat. "Pa, bagaimana ini. Rumah ini belum atas nama Papa?" tanya Bu Layla cemas. Pak Mansyur tidak berpikir sampai seperti itu karena dia berpikir jika Zea itu tidak akan mempermasalahkan masalah rumah yang mereka tinggali sekarang. Namun sepertinya pria tua itu salah karena dia lupa jika Zea sudah dewasa dan dia tahu jika memang rumah ini memang rumah peninggalan dari ibunya. Dia pun sudah lama mencari Di mana berkas-berkas rumah tapi tidak menemukannya. "Pa, jawab." Bu Layla kembali bertanya karena melihat sang s
Baca selengkapnya
Giorgio Abraham Atmayaja
Nur, dia pun terkadang suka bicara asal. Tanpa sadar terkadang menyakiti hati Zea. Apalagi saat Zea memperkenalkan Gio padanya. Namun, temannya itu sangat baik karena dari dirinya Zea suka meminjam uang. "Maaf, ya. Eh, kamu sudah melamar ke gedung besar itu belum?" tanya Nur mengalihkan pembicaraan. "Baru mau, nanti mau ke sana pas jam makan siang." Zea mengerutkan kening. Dia sudah malas membahas masalah suaminya. Ini dia sibuk dengan beberapa pekerjaan yang harus dia selesaikan sebelum jam makan siang karena dia akan pergi ke gedung depan untuk menaruh lamaran. Zea sudah bertekad untuk mencari pekerjaan tambahan untuk keluar dari rumah. Terkadang ia merasa sulit karena rumah itu adalah rumah kenangan bersama ibunya. "Nanti aku antar pakai motor kalau mau ke gedung depan." Zea pun gegas merapikan beberapa barang untuk display. Beberapa harga dia susun rapi juga beberapa vitamin obat mahal dia geser. Bekerja di sebuah apotek yang berada di mall sungguh menguras tenaga. Sel
Baca selengkapnya
Tidak fokus
"Ada apa Aleta?" tanya Gio. "Di meja Pak Gior. tempat makan siapa? Pak Gior bawa bekal?" Aleta bertanya penasaran karena saat masuk dia melihat sang bos sedang memandangi tempat makan berwarna merah itu. "Bukan urusan kamu, keluar saja dulu nanti saya keluar setelah merapikan beberapa pekerjaan." Terpaksa Aleta keluar dari ruangan Gior dengan rasa penasaran dan pertanyaan yang ada di kepalanya. "Sejak kapan Pak bos bawa bekal makanan?" Sementara, Gio pun gegas mencoba nasi kecap itu. Lidahnya sedikit tidak menerima, rasanya ya hanya rasa manis. Namun, dia teringat perjuangan Zea. Dengan mimik wajah yang tidak biasa, dia memakan dan bahkan menghabiskan bekal yang dibuat oleh sang istri. Tidak terasa air mata pun hampir menetes. "Apa orang miskin itu ada yang setulus Zea? Mau menerima suaminya yang miskin dan jelek?" Gio terus bermonolog sendiri. Gio meneguk air putih sampai habis. Lalu tak terasa dia mengeluarkan dahak. Sengaja dia makan setelah perut terasa lapa
Baca selengkapnya
Ditraktir makan
"Sial kau. Kembali fokus dan biarkan aku membaca dan mempelajari berkas ini. Aku tak banyak waktu karena banyak hal yang akan aku kerjakan," ujar Gio. Arga tak mengganggunya lagi, pria itu sibuk dengan memperhatikan presentasi karyawan mereka. Tidak lama beberapa menit, semua terkesiap saat Gio memukul meja dengan kencang lalu melempar lembaran kertas pada Pak Wawan, manager keuangan bagaian dalam. "Saya tidak terima berkas kacau seperti ini! Semua sudah saya atur dengan baik bagaimana bisa kita mengalami kerugian, hah?" Netra tajam penuh emosi Gio membuat para karyawan terdiam. Tidak ada yang berani jika sang bos sudah marah. Akan ada hal buruk yang terjadi termasuk lembut yang tiada henti. "I--ini memang sudah di perhitungkan dan kita memang rugi 20%," ujar Pak Wawan. Pria tua itu merapikan lembaran kertas yang berserak di lantai. "Kamu sudah bosan bekerja di perusahaan saya, atau kamu sengaja mau membuat perusahaan saya bangkrut?" Suara kencang Gio membuat mereka s
Baca selengkapnya
Terbiasa Dengan Hinaan
"Semoga saja aku diterima ya. Lumayan kan buat tambahan aku, Mas. Aku enggak mau buat kamu susah, Mas. Sudah masuk dalam permasalahan aku," ujar Zea. Gio terdiam, lalu menarik napas dalam. Rasa ibanya pada Zea membawanya untuk menolong wanita itu. Hanya karena harga minuman murah dirinya malah merasa berhutang nyawa. Gio tertawa kecil, lalu tak sadar dia menggenggam tangan Zea. "Kamu enggak buat beban aku kok, kan aku yang mau menolong kamu dari juragan teh." "Tapi aku enggak enak, aku janji kalau aku aku berhasil keluar dari rumah itu atau menemukan surat-surat rumah mama, mungkin aku bisa mengusir mereka." "Surat rumah?" "Rumah itu milik mamaku, tapi ayahku malah mengakuinya. Menikah dengan nenek sihir dan aku dijadikan seolah-olah anak tiri." Zea menarik napas panjang, lalu kembali menyantap makanannya. Lagi, Guo Merasa heran dengan wanita di hadapannya. Selama ini perlakuan keluarganya sangat parah dan menyakitkan. Tapi, dia bisa tahan dan kuat menghadapi semuanya.
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status