Share

Suami Yang Diremehkan, Ternyata Pria Mapan
Suami Yang Diremehkan, Ternyata Pria Mapan
Penulis: Galuh Arum

Suami Miskin

"Makanya jadi perempuan jangan sombong, Zea. Pas dilamar juragan teh ditolak, malah milih sama pria miskin dan jelek. Susah sendiri kan sekarang?”

"Bayangkan coba kalau punya anak. Pasti di mukanya ada tompel juga, kayak bapaknya.”

“Lah, iya. Aduh.” Tawa berkumandang. “Mendingan juragan teh waktu itu. Meski tua, tapi kan dia kaya.”

“Bener. Yang ini juga, meski miskin, harusnya ganteng gitu. Paling nggak enak dilihat. Bukannya cupu dan lusuh begini.”

“Kayaknya benar kata tetangga. Si Zea diguna-guna, makanya mau sama suaminya.”

“Heh, guna-guna juga butuh duit. Suaminya kan miskin!”

Zea hanya diam saja sembari menyiapkan nasi untuk Gio, suaminya. Ia mencoba tidak memedulikan ocehan ibu tiri dan kedua saudara sambungnya, sekalipun ia tahu dengan pasti bahwa mereka tengah mengejek sang suami yang baru saja menikahinya dua minggu yang lalu.

Pernikahan Zea memang termasuk dadakan dan tiba-tiba. Ia pun sebenarnya belum terlalu lama mengenal Gio. Hanya saja, pria itu pernah menyelamatkannya saat Zea dikejar anak buah juragan teh dan dipaksa menikah, hingga akhirnya Zea memilih untuk menerima lamaran Gio dan menikahi pria tersebut.

Toh, Zea berpikir bahwa lebih baik ia begini daripada menjadi istri keempat dari juragan teh tersebut.

"Ze, Mas langsung berangkat saja ya. Sudah siang,” ucap Gio tiba-tiba, menyadarkan Zea bahwa ia sempat melamun. “Nanti Mas ditegur Bos.”

“Oh, iya, Bang. Nggak makan di rumah ya?” Zea buru-buru menyelesaikan kotak bekal untuk suaminya. “Ini, Bang.”

Gio mengangguk. Pria itu kemudian bangkit dan mengulurkan tangan pada ayah Zea, berniat mencium punggung tangan sang ayah mertua sembari pamit. Namun, pria paruh baya itu menolak.

Tidak hanya itu, ibu tiri Zea pun melakukan hal yang sama.

“Nggak usah cium-cium!” sentak sang ayah.

"Iya, Gio. Jangan pamit cium tangan. Jalan aja sana," ujar Bu Layla, ibu tiri Zea. “Saya nggak mau kulit saya kena tompel kamu.”

“Ayah, Ibu. Kalian kenapa sih?” kata Zea. Ia merasa bersalah. Menurut dia, penghinaan pada suaminya tersebut berlebihan. “Kalian sudah menjadi orang tua Gio juga. Suamiku hanya ingin cium tangan buat pamit.”

"Kalau mau pamit, ya pamit aja. Pakai mulut aja kan bisa." Kini Pak Mansyur, ayah Zea ikut bicara.

Sejak menikah dengan istri keduanya, ayah Zea selalu saja sepemikiran dengan ibu sambung Zea tersebut. Menurut, dan ikut apa yang dikatakan Bu Layla.

Awalnya, Zea pernah berpikir bahwa pernikahan kedua sang ayah akan membawa kebahagian untuknya. Apalagi, ibu kandung Zea sudah lama meninggal. Namun, ternyata dugaan Zea salah.

Tidak hanya Zea makin tersisih, sang ayah juga selalu lebih memprioritaskan kedua putri sambungnya daripada Zea selaku anak kandungnya sendiri.

“Tapi, Yah–”

"Ze, sudah. Biarkan saja." Gio menarik tangan istrinya keluar rumah. “Mas tidak apa-apa.”

"Mas, maaf,” ucap Zea. Wanita itu menunduk. “Kalau bukan karena Zea yang membawa Mas masuk dalam keluarga Zea, mungkin Mas enggak akan sering dihina begini."

Gio menepuk pundak sang istri, lalu tersenyum. "Tidak masalah. Mas benar-benar tidak apa-apa,” ucap pria itu dengan suara tenangnya. “Atau … apa Zea mau pindah saja? Kita pergi ke kontrakan? Kalau Zea mau, Mas carikan kontrakan kecil."

Zea bungkam. Seketika dia berpikir, jika mereka pindah keluar rumah keluarganya, pasti kebutuhan akan tambah banyak.

Apalagi saat ini Zea masih ada tanggungan dan harus bekerja untuk melunasi utang sang ayah karena dirinya tak jadi menikah dengan juragan teh yang dikoar-koarkan oleh ibu tirinya.

"Zea enggak masalah di sini. Uang Mas simpan saja.” Akhirnya Zea menolak. “Oh ya, Mas. Bukannya Mas harus segera berangkat? Nanti dimarahi bos Abang.”

Gio tiba-tiba mengulurkan tangannya, membuat Zea bingung kenapa pria itu masih berdiri dan justru memberikan tangannya.

"Walau pernikahan kita di atas dadakan, apa Zea nggak mau mencium tangan Mas?"

Seketika, Zea tersipu malu.

"Eh, iya,” gumam wanita itu. Dengan segera, Zea langsung mencium takzim tangan Gio.

Sang suami pergi dengan mengendari motor butut, meninggalkan Zea yang masih berdiri di halaman sampai Gio menghilang dari pandangan.

Baru setelah itu, Zea kembali ke dalam rumah. Rupanya, di dalam, para anggota keluarganya sudah selesai makan.

"Rapikan dulu meja makan!" titah ibu tirinya saat melihat Zea.

"Bu, kan ada Sella. Aku mau berangkat kerja, sudah siang ini," tolak Zea halus, mengusulkan agar saudara sambungnya saja yang beres-beres untuk kali ini. Toh, setiap harinya, Zea lah yang melakukan hal tersebut.

"Ih, aku juga mau berangkat kerja.” Sella langsung menukas. “Aku tuh kerja di kantoran. Gaji besar, penampilan harus selalu rapi dan wangi. Kalau kamu kan nggak masalah.”

“Benar, Ze. Sella kan sayang kalau dipecat,” imbuh sang ibu tiri. “Kalau kamu, cuma pegawai toko aja. Bisalah cari kerja lagi kalau kena tegur atau pecat.”

Mendapat dukungan, adik sambungnya langsung menyambar tas lalu pamit pada ayah dan ibunya. lalu berbalik badan dan mengejek Zea.

Sama halnya dengan sang kakak, dia pun gegas pergi dengan suaminya.

Ditinggalkan begitu, Zea hanya menarik napas lalu membersihkan meja makan dan mencuci piring. Dukanya sebagai anak kandung sang ayah malah seperti anak pungut atau justru pembantu.

"Zea, listrik bulan ini kamu yang bayar, ya kan kamu sudah menikah.” Tiba-tiba Bu Layla berucap. “Jadi, kalau mau tinggal di sini enggak gratis.”

"Loh, kan Zea sudah bayar utang ayah. Masa harus bayar listrik juga, Bu?” balas Zea, terkejut. “Kak Dara juga harus bayar.”

Sesungguhnya, Zea kesal karena semua menjadi dia yang menanggung. Harusnya Kakak dan adiknya juga ikut andil.

Saat sang ayah masih kaya raya saja yang menikmatinya mereka bertiga. Setelah jatuh miskin, dirinya yang harus banting tulang bayar utang.

Namun, Zea masih berusaha menahan kekesalan agar tetap di hatinya saja.

"Dara kan sedang hamil, dia butuh uang banyak untuk persiapan lahiran."

"Farhat banyak uang Bu, dia anak orang kaya. Kerja di perusahaan bagus, masa enggak mampu bayar listrik yang hanya lima ratus ribu." Zea berusaha untuk membela diri.

"Sudah jangan banyak protes. Pokoknya bulan ini kamu yang bayar, atau–"

"Atau apa Bu?"

"Kupaksa Gio Menceraikan kamu dan kamu harus menikah dengan juragan teh!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status