Menjadi Yang Kedua Demi Buah Hati

Menjadi Yang Kedua Demi Buah Hati

Oleh:  Athmika  Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
12Bab
217Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Rahma yang kebingungan karena biaya rawat anak, terpaksa menerima tawaran sang mantan kekasih untuk menjadi pelayan hawa nafsunya. Ibu kandung yang selalu ikut campur, mertua yang kikir serta suami yang selalu menganggapnya sebagai beban membuatnya tak mempunyai jalan lain selain menerima tawaran sang mantan. Namun Rahma melakukan kecerobohan dengan tak menanyakan dahulu tentang status Rahmat yang ternyata telah memiliki seorang istri. Apalagi karena dosa semalam yang dia lakukan waktu itu, sebuah benih tak berdosa hadir di rahimnya. Sang mantan yang mendengar Rahma hamil anaknya memaksa untuk menikah dengannya. Berbagai cara ia lakukan agar Rahma mau menerima pinangannya. Bagaimana langkah Rahma selanjutnya? Mampukah dia bertahan diantara omongan orang yang menganggapnya pelakor dan perempuan murahan? Dan bagaimana pula Rahma bertahan dalam rong-rongan istri pertama Rahmat?

Lihat lebih banyak
Menjadi Yang Kedua Demi Buah Hati Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
12 Bab
Kesakitan Edo
Mata yang berderai tak henti mengalirkan airmata menjadi hiasan di wajah Rahma. Putranya yang baru berusia 2 bulan diharuskan dirawat di rumah sakit karena terpapar asap yang parah. Hidup di pinggir sawah yang setiap panen selalu membakar jerami menjadi pokok masalah kesakitan dari Edo. Putra pertama Rahma. "Nangis! Nangis! Bisamu dari dulu hanya nangis! Apa kalau sudah nangis, Edo bisa sehat kembali? Seharusnya otakmu itu dipakai buat mikir, uang dari mana kita kalau Edo dirawat seperti ini. Sok-sok an bawa anak ke rumah sakit. Dipikir duit tinggal metik di pohon! "cerocos Yati ibu mertua Rahma. Selama hampir 1 tahun ini, sikap bu Yati memang ketus kepada Rahma. Saat Rahma bekerja dulu, sikap bu Yati sangat baik terhadapnya. Namun semenjak Rahma menyusul suaminya ke desa dan tidak bekerja, hanya sikap ketus yang dia tunjukkan padanya. Rahma pun terpaksa menyusul suaminya ke desa karena hampir 3 bulan suaminya pulang ke desa setelah bertengkar dengan mertuanya atau ibu kandung Rahm
Baca selengkapnya
Kejutan Tak Terduga
Pov Rahma Harga sudah disepakati. Tempat sudah diatur. Edo pun telah aku titipkan pada Bu Sinta, penunggu pasien disamping brankar. Semua telah diatur. Namun kini berganti hatiku yang berdetak tak karuan. Ragu, tapi harus. Takut tapi wajib. Malu tapi tetap harus kulakukan. Biaya perawatan Edo masih kurang. Sedangkan, Asep, sama sekali tak bisa dihubungi. Begitupun dengan saudara yang lain. "Kalau ragu, tak perlu dilakukan, Nak! Percayalah, Tuhan pasti memberi jalan yang terbaik," ujar ibu itu saat melihatku masih ragu untuk melangkah. Padahal waktu perjanjian sudah mendekati. " Apakah yang saya lakukan ini salah, Bu? Saya... Saya takut tidak bisa membawa pulang Edo kalau biayanya masih kurang,"lirihku namun masih bisa didengar ibu itu. Ibu Sinta hanya menghembuskan nafas perlahan, " Kalau kasusnya sepertimu, aku pun tak paham. Semoga saja Tuhan mendispensasi kesalahanmu yang ini." Aku menata nafas sebentar. Setelah berpamitan dengan Bu Sinta, aku berlalu ke tempat seharusnya aku
Baca selengkapnya
Perseteruan
Pov Rahma "Jika sampai terjadi apa-apa sama Edo, aku akan pastikan, bukan penjara tempat kalian berada. Tetapi neraka paling jahanam!!!" ancamku pada mereka. Dadaku masih kembang kempis karena emosi. Akan tetapi, kedua orang ini sepertinya semakin memancing emosi. Kulihat mereka berdua malah tersenyum sinis. " Bagus kalau terjadi apa-apa. Setidaknya, tak ada lagi bayi menyusahkan di rumah. Kamu pun bisa bekerja kembali dan menghasilkan. Menikah sudah 2 tahun kok tak ada perkembangan apa-apa." cibir Ibu mertuaku. Ya Tuhan... Sekarang justru aku yang tersenyum sinis. Rupanya selama ini mereka tak tahu siapa orang yang telah bersusah payah memeras otak, tenaga serta harta demi memenuhi keinginan mereka. " Memang genteng yang baru dipasang itu pakai uang siapa? Memang waktu Mardi di rumah sakit itu pakai duit siapa? Memang waktu wisuda Astri itu pakai duit siapa? UANG AKU!!!" ucapku lantang. "Jangan bohong kamu!" ucap lirih Bu Yati yang sepertinya sudah ketakutan. "Bahkan untuk ge
Baca selengkapnya
Kacau
Pov Rahma "Tak akan pernah kita bercerai, perempuan murahan!!!" Suara dari pintu membuatku terkejut. Ternyata Mas Asep mendengar apa yang aku bicarakan dengan Bu Sinta. "Kenapa? Bukankah selama ini kamu juga sudah tak peduli lagi sama kami?" ucapku dengan tegas. Anak baru ke rumah sakit sekali saja, aku harus jual diri untuk biayanya. Apalagi nanti jika Edo sudah sekolah. "Kalau aku tak peduli sama kalian, sudah kubuang kalian semua ke jalan. Ini masih aku biayain ke rumah sakit. Masih kuberi makan. Apalagi yang kurang?" elak Mas Asep. Sepertinya dia sudah lupa dengan 2 hari kemarin. "Kapan terakhir kali kami diberi makan oleh Mas?" tanyaku yang membuatnya gelagapan. "Halah, baru juga 2 hari. Ngga bakalan mati juga. Lagi pula kalau kamu mau cerai, mau dapat uang dari mana? Sekarang saja kamu ngga kerja. Sok-sokan mau minta cerai." ejek Mas Asep dengan begitu congkaknya. "Oke aku ngga bakalan mati karena hanya tidak makan 2 hari. Lalu bagaimana dengan biaya pindah kamar E
Baca selengkapnya
bab 5
Mau tak mau kubuka jendela disamping brangkar Edo. Untung saja keadaan sudah sepi. Jadi tidak ada yang curiga. Semoga saja! Malam sudah menyusul pagi. Tetapi sedari tadi, laki-laki yang memaksaku melayaninya itu tak kunjung datang. Apakah tidak jadi? Kalau tidak, aku justru akan sangat bersyukur. Ponselku kini berdering. Nama pemesan layanan tertera di sana. Aku pun dengan ogah-ogahan mengangkatnya. Pikiranku masih ke anak kok dipaksa berbuat dosa. Yang benar saja! "Hallo..." sapaku. Terdengar suara aneh dari seberang sana. Oh, rupanya dia mau pamer karena servis perempuan lain! Kubiarkan saja panggilan itu tetap menyala. Toh dia yang kehilangan pulsa, bukan aku. Selama hampir 20 menit mereka masih terus pamer kemesraan tanpa berupaya untuk mematikan panggilan. Kuanggap saja itu semua sebagai musik klasik di pagi buta. "Bagaimana? Apakah masih ada niat untuk gatel sama suamiku?" ucap perempuan di seberang sana yang membuatku sedikit terkejut. "Oh, baguslah! Setidaknya, a
Baca selengkapnya
bab 6
Aku tidak tahu lagi harus berbuat apa. Keluargaku sendiri menolakku. Asep tidak mungkin mau lagi membiayai Edo. Aku harus apa, Tuhan? Suara ponsel kembali berdering. Tertera nama Mimi di sana. Kenapa hanya dia yang ada saat aku susah? "Hallo, Mi?" sapaku pada sahabatku itu. "Kalau keadaan Edo sudah membaik, lebih baik kamu pulang. Suami laknatmu itu pasti akan tambah menyusahkanmu kalau kamu lama di situ," ucap Mimi. "Keadaan Edo belum baik-baik, Mi. Kemarin dia terbentur sampai gegar otak ringan," "Bagaimana bisa?" tanya Mimi langsung memotong ucapanku. "Ngga sengaja waktu di gendong bapaknya," jelasku singkat. "Emang selain kamunya dari dulu sudah bodoh, kebetulan juga milih suami juga keterlaluan bodohnya. Tetapi bukankah yang membuatmu viral itu juga laki-laki masa lalumu? Nah, komplit itu kebodohanmu!" Mimi terdengar sangat geram. Namun aku tak menyangkalnya sama sekali. Aku memang bodoh. " Uangmu kurang tidak? Tunggu! Bukankah yang membuat Edo seperti itu juga s
Baca selengkapnya
bab 7
Hari ini hari ketujuh Edo dirawat. Izin untuk pulang pun sudah kukantongi. Namun aku kini menjadi bingung. Mau pulang kemana? Drt... Drt... Drt... "Hallo," Baru saja pulang Mimi sudah langsung menghubungi. Memang temanku yang satu itu ter the best. "Pulang ke rumah aku saja. Emakmu masih emosi. Kasihan Edo nanti kalau sampai menjadi pelampiasan,"ucap Mimi. " Kamu sudah bertemu emak?"tanyaku. Rumah Mimi dan emak sebenarnya jauh. Hanya saja terkadang mereka sering bertemu di tempat belanja. " Sudah. Dia ngoceh ngga karuan! Yang kamu anak tak tau berterima kasih sudah punya suami tidak pernah memberi uang. Yang bilang kamu sudah mencoreng nama baiknya. Yang bilang kamu sudah egois melupakan keluarga. Banyaklah!" jawab Mimi yang membuatku mengelus dada. " Kamu ngga bilang kalau aku tidak pernah pegang uang?" tanyaku. " Lah si Oon! Sudah sampai berbusa mulutku berbicara. Tapi kamu tau apa jawaban emak saat ku beri tahu soal kamu ngga diberi nafkah, "halah, Rahma itu memang
Baca selengkapnya
bab 8
Aku termenung di ruangan kos tiga kali tiga meter ini. Kenapa hidupku jadi seperti ini? Lepas kerja, suami gila, anak sakit-sakitan, rasanya kepalaku sudah ingin pecah saat ini. Edo masih tidur dengan nyenyak. Aku bersyukur akan hal itu. Bayi 2 bulan yang baru keluar dari rumah sakit itu ternyata tidak kaget saat kuajak perjalanan jauh empat jam lamanya. "Ma, makan dulu gih," Mimi menawariku dua bungkus nasi kucing. Lumayanlah buat pengisi perut di malam dingin ini. "Sudah terbayang mau kerja apa?" tanya Mimi. Aku hanya mampu menghembuskan napas. Pabrik tempatku bekerja dulu telah mendapatkan penggantiku. Jadi tidak mau, aku harus mencari kerja di tempat lain. "Apa ya, Mi? Nomor para suplayer juga masih di rumah Asep. Kalau mau tanya-tanya, kok agak gimana ya?" keluhku. Kami para staf dulu saling menutup informasi tentang suplayer kepada staf pabrik lain. Ini untuk menjaga harga agar tetap stabil. "Kulakan. Kayak dulu yang dikerjakan Asep. Kamu survei dulu. Nanti kita cari-c
Baca selengkapnya
bab 9
Mas Rahmat terus menyeretku hingga masuk ke dalam mobilnya. Aku meronta ingin melepaskan diri. Namun tenaga pria ini ternyata sangat kuat hingga aku tak mampu mengimbanginya. Setibanya di sebuah hotel, mas Rahmat kembali menyeretku masuk ke dalam kamar. Sungguh mas Rahmat yang sekarang sangat berbeda dengan pria cupu yang telah membuatku jatuh cinta. "Maaassss, lep-pas!" Aku terus mencoba meronta. Namun mas Rahmat lebih gila lagi mengukungku. "Mas, sadar! Ini salah," ucapku dengan suara bergetar. Aku hanya takut kalau apa yang mas Rahmat lakukan nanti akan menghasilkan bayi. Melihatku terus meronta, mas Rahmat malah justru tersenyum. "Kali ini aku akan melakukannya sampai menghasilkan jabang bayi." ucapnya tanpa ragu. Mas Rahmat mulai menggila dengan memperlakukan aku sesuka hati. "Mas, jangan! Kamu punya istri, Mas. Buatlah dengan istrimu. Aku masih mempunyai Edo yang butuh perhatian penuh." Kali ini mas Rahmat mulai melembut. Tetapi tetap tidak melepaskan aku. Bahkan ciumanny
Baca selengkapnya
Bab 10
"KALIAN GILA!!!"Suara pintu yang dibuka paksa membuat perhatian kami berdua tertuju pada seorang perempuan dan beberapa orang yang memaksa masuk ruangan ini.Aku terburu-buru menutup tubuhku dengan selimut. Namun tidak dengan mas Rahmat. Dia tampak santai berganti pakaian dengan disaksikan banyak orang."Kenapa kalian sampai berbuat seperti ini? Kalau kamu sudah tidak mau dengan aku, kamu bisa langsung menceraikan aku tanpa harus ada adegan seperti ini, Mas!" Agnes menangis dengan penuh drama.Dari mana aku tahu itu? Tentu saja dari senyum sinis yang dia tujukan hanya padaku." Tentu saja! Andai kamu mau aku ceraikan sedari dulu, aku tak perlu harus kucing-kucingan seperti ini," ucap mas Rahmat sembari mengulurkan pakaian dan menuntunku ke kamar mandi.Agnes terlihat berlari dan hampir saja menjambak rambutku seandainya tidak dilindungi oleh mas Rahmat." Jangan bertindak seolah-olah kamu adalah korban disini, Nes! Sedari dulu kamu paham kalau aku hanya mencintai Rahma. Aku sudah men
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status